Phinisi Mengarungi tiada akhir

Rabu, 20 Juli 2011

MAKALAH HAK ASASI MANUSIA (HAM) INTERNASIONAL

HAK ASASI MANUSIA (HAM) INTERNASIONAL
(Hak individu untuk melakukan penuntutan terhadap negara jika terjadi pelanggaran hak ECOSOC)

BAb I

Pendahuluan

Hak asasi manusia bukan suatu konsep baru atau wacana hangat begitu saja. Permasalahan HAM tidak bisa dilepaskan dari perjalanan sejarahnya dari waktu ke waktu. Bahkan, bisa dikatakan keberadaan HAM tidak terlepas dari pengakuan terhadap adanya hukum alam (Natural Law)yang menjadi cikal bakal kelahiran HAM. Salah satu muatan hukum alam adalah hak-hak pemberian dari alam (Natural Rights), karena dalam hukum alam ada sistem keadilanyang berlaku universal dalam artinya menjadi pendorong bagi upaya penghormatan dan perlindungan harkat dan martabat kemanusiaan universal.


Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa mulai dengan lahirnya Magma Charta yang berintikan menghilangkan hak kekuasaan absolutisme raja. Lahirnya magma charta ini kemudian diikuti oleh lahirnya Bill Of Right di inggris pada tahun 1689. saat itu mulai timbul pandangan (adagium) yang intinya bahwa manusia sama di muka hukum (Equality Before The Law). Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan negara demokrasi. Bill of rights melahirkan asas persamaan harus diwujudkan, betapa berat puun resiko yang dihadapi, karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan untuk mewujudkan semua itu. Maka lahirlah teori kontrak sosial (Social Contract Theory) oleh J.J Rosseau, teori Trias Politika Mountesquieu, John Code di Inggris dengan teori hukum kodrati, danThomas Jefferson di AS dengan hak-hak dasar kebebasan dan persamaan yang dirancangnya.

Perkembangan HAM selajutnya, terlihat pada munculnya The American Declaration Of Indepedence deklarasi ini muncul manakala terjadinya Revolusi Amerika (tahun 1776).Deklarasi ini menegaskan bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya,sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu .Di tahun 1789 lahirlah The French Decleration (deklarasi Prancis)yang berisi prinsip-prinsip keadilan dan kebebasan ,sekalipun kepada orang yang dinyatakan bersalah .Kemudian prinsip itu di pertegas oleh prinsip Freedom Of Expression (kebebasan mengeluarkan pendapat), Preedom of Relegion (bebas menganut keyakinan / agama yang dikehendaki). The Right of Property (perlindungan hak milik), dan hak-hak dasar lainnya. Jadi dalam Franch Declaration sudah tercakup hal-halyang menjamin tumbuhnya demokrasi maupun negara hukum. Dalam perkembangan selanjutnya berkembangkah berbagai generasi hak asasi manusia yang masing masing memiliki cakupannya masing masing.

BAb II

Pembahasan

KOVENAN internasional hak hak sipil dan politik (sipol) atau international covenan on civil and political rights (ICCPR) merupakan produk perang dingin , ia merupakan hasil kompromi politik yang keras antara blok barat (kapitalis) dan blok timur (sosialis) akibat hal ini timbullah hak hak baru yaitu adanya pemisahan antara hak sipol dengan hak ekonomi,social, dan budaya ke dalam dua kovenan atau perjanjian internasional yang tadinya diusahakan untuk diintegrasikan ke dalam satu kovenan saja.

Realitas politik saat itu menghendaki adanya pemisahan tersebut yaitu dikenal dengan Hak EKOSOB atau International Covenan on Economic,Social, and Cultural Rights (ICESCR). Keduanya dianggap sebagai anak kembar yang di lahirkan di bawah situasi yang tidak begitu kondusif dan telah membawa implikasi tertentu dalam penegakan kedua kategori hak tersebut. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah hak hak ekonomi, social dan budaya warga Negara.
Hal-hal yang diatur dalam Kovenan ECOSOC
Bagian Pertama meuat hak setiap penduduk untuk menentukan nasib sendiri dalam hal status politik yang bebas serta pembangunan ekonomi, sosial dan budaya.
Bagian Kedua memuat kewajiban negara untuk melakukan semua langkah yang diperlukan dengan berdasar pada sumber daya yang ada dalam mengimplementasikan Kovenan dengan cara-cara yang efektif, termasuk mengadopsi kebijakan yang diperlukan.
Bagian Ketiga memut jaminan hak-hak warga yaitu:
1. Hak atas pekerjaan
2. Hak mendapatkan program pelatihan
3. Hak mendapatkan kenyamanan dan kondisi kerja yang baik
4. Hak membentuk serikat buruh
5. Hak menikmati jaminan sosial, termask asuransi sosial
6. Hak menikmati perlindungan pada saat dan setelah melahirkan
7. Hak atas standar hidup yang layak termasuk pangan, sandang, dan perumahan
8. Hak terbebas dari kelaparan
9. Hak menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi
10. Hak atas pendidikan, termasuk pendidikan dasar secara Cuma-Cuma
11 Hak untuk berperan serta dalam kehidupan budaya menikmati manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan aplikasinya
Bagian Keempat memuat kewajiban negara untuk melaporkan kemajuan yang telah dicapai dalam pemenuhan Hak-hak EKOSOB ke Sekretaris Jenderal PBB dan Dewan EKOSOB.
Bagian Kelima memuat Ratifikasi negara. Diantara banyak hak yang dimuat dalam Hak-hak EKOSOB, ada hak yang paling mendasar sebagai basis terpenuhinya Hak-hak EKOSOB, yakni Hak tas Pendidikan dan Kesehatan.
KERANGKA HUKUM HAK EKOSOB
Hak Sipol, hak Ekosob telah diakui secara internasional se4bagai bagian dari the international bill of human rights.Kerangka menjadi semakin jelas setelah hak tersebut di tuangkan dalam multilateral yang tertuang dalam cvenan on economic, social and cultutal rights (CESCR) yang disahkan oleh majelis umum PBB pada tahun 1966 sebagai pelaksanaan dari Duham 1948.
Eksistensi international terhadap kovenan ini semakin nyata setelah diratifikasi oleh 142 negara hal ini dianggap sebagai hukum kebiasaan international . Komite ECOSOC PBB pada tahun 1988 juga mengeluarkan bebrapa komentar umum yang secara langsung membahas status hukum (justiciability) serta perlunya pengaturan penyelesaian sengketa secara hukum atas pelanggaran hak ECOSOC melalui peraturan HAM tingkat domestik. Komite kemudian mengesahkan 3 prinsip dasar pemenuhan, berdasarkan kesepakatan tentang tanggung jawab Negara untuk menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa.



Pertama, langkah apapun yang dilakukan suatu Negara haruslah cukup untuk memberikan dampak bagi hak hak yang tercantum dalam covenan ICESCR,
Kedua, perlindungan hak ekosob harus setara dan menjadi integral dari upaya perlindungan hak sipol .
Ketiga, prisip hak ekosob harus diadopsi di dalam system hukum domestic , baik melalui ratifikasi maupim melalui peraturan perundang undangan yang berlaku. Tujuannya agar individu dapat menggunakannya dalam litigasi pengadilan.
Dari ketiga prinsip ini bermakna bahwa hak ekosob bukan semata mata sebagai hukumm positif . Pragraf 16 prinsip prinsip LIMBURG menegaskan “ All States perties have an obligator to begin immediately to take step toward full realization of the rights contained in the COVENANT” begitu juga dalam paragraph 22 “some obligation under on covenant require immediate implementation in full by all ststates parties , sucs as the probihation of discrimination in article 2(2) of the covenant.
Dengan demikian , argument maximum available resources tidak dapt digunakan lagi untuk mengesampingkan hak hak ekosob. Dalam hal ini Negara memiliki kewajiban yang memiliki efek segera (immediate effect). Itu artinya hak hak ekosob tidak dapat lagi dikualifikasi sebagai “bukan merupakan hak sebenarnya” atau prnyataan politik belaka, dan semuanya memiliki kedudukan yang sama seperti hak SIPOL, dan ia juga dapat dituntut pemenuhannya melalui pengadilan { justiciable) . Terutama untuk hak hak yang diatur pada pasal 3,7 9a0 dan (i) , 8,19 (3), 13(2), (3),(4) dan pasal 15 (3).Hak hak dalam pasal pasal ini bersifat justiciable, yang dap-at dituntut di muka pengadilan nasional masing masing Negara.
Dari analisis diatas dapat diamati bahwa individu dapat melakukan penuntutan terhadap suatu Negara jika hak hak EKOSOB ataupun SIPOLnya dilanggar oleg Negara hal tersebut termuat dalam










Komitmen Indonesia dalam memenuhi Hak-hak EKOSOB
Dalam deklarasi Wina 1993 menekankan tanggung jawab negara untuk melindungi dan menegakkan HAM, termasuk hak-hak EKOSOB. Penyelenggara negara, baik eksekutif maupun legislatif, dituntut berperan aktif dalam melindungi dan memenuhi Hak-hak EKOSOB karena mereka yang secara efektif memiliki kewenangan menentukan alokasi sumber daya nasional.
Protokol opsional ini adalah bagian penting dari Kovenan Ekosob karena di dalamnya memperkuat ketentuan perlindungan yang sudah ada dalam Kovenan Ekosob. Hal ini tampak pada tipologi kewajiban negara (typology of state obligation), yaitu kewajiban untuk menghormati (to respect), untuk melindungi (to protect), dan untuk memenuhi (to fulfill).
Lebih lanjut, kewajiban ketika ‘mewujudkan’ juga merupakan ‘membantu-dukung’ (to assist). Bantu-dukung (assisting) ini diwujudkan dalam bentuk tindakan pencegahan (preventive) dan perbaikan (remedial).
Beberapa argumen yang mendasari mengapa Protokol Optional Ekosob perlu diratifikasi adalah sebagai berikut. Pertama, argumentasi deprivasi. Jeffrey D. Sachs (misalnya dalam “The End of Poverty”) dan Amartya Sen (salah satunya dalam “Development as Freedom”) menjelaskan dengan panjang lebar persoalan “deprivasi”. Kendati argumen “deprivasi” ini mempunyai dimensi sipil-politik dan Ekosob, namun dalam konteks Ekosob, terdapat penjelasan perihal hak asasi manusia yang sedang terjadi hari ini, dan mungkin akan terus terjadi.
Kedua, tipologi tanggunggugat negara. Demokrasi membutuhkan bukan saja masyarakat yang semakin demokratis, melainkan juga pranata yang semakin mampu mengelola persoalan kemanusiaan. Dalam konteks ini, tipologi tanggunggugat negara juga semakin berkembang. Masalah masyarakat adat, jaminan sosial, perdagangan antarpihak, -beberapa di antaranya yang paling kontemporer,- membutuhkan pengembangan tipologi ini, yang kemudian terwujud dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Ketiga, beberapa masalah lain yang merupakan gabungan antara kedua persoalan di atas, dan yang melingkupi persoalan-persolan terbaru relasi antara masyarakat-negara-pasar.
Sementara, alasan domestik untuk ratifikasi OP ICESCR yang paling kuat justru terletak pada agenda konstitusi(onalisme) Indonesia. Pengakuan konstitusi menjadi hukum yang melindungi warga negara menjadi agenda yang mendesak. Selanjutnya, setelah terjadi penguatan pondasi hak asasi manusia dalam konstitusi dan dalam legislasi yang terkait HAM, Mahkamah Konstitusi memberikan rumusan baru mengenai hak asasi manusia di Indonesia.

Pertimbangan dan putusan Mahkamah Konstitusi dalam soal kelistrikan negara, minyak dan gas, serta penanaman modal, sebenarnya telah memberikan pondasi hukum mengenai otoritas konstitusi dalam perlindungan HAM.
Faktanya, putusan-putusan tersebut kemudian menjadi sebuah yurispudensi yang menjelaskan makna “fasilitasi negara” dan soal tipologi tanggunggugat negara. Kendati demikian, yurisprudensi ini bersifat idle atau membutuhkan penerjemahan dalam kerangka hukum dan kebijakan publik. Dalam hal ini, ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan. Pertama, proses ratifikasi OP ICESCR akan memperkuat upaya perbaikan “fasilitasi negara” dan “realisasi progresif”. Sebagai contoh, pada tahun 1944, Gunnar Myrdal (penerima Nobel Ekonomi tahun 1974), menerbitkan penelitiannya berjudul An American Dilemma: the Negro Problem and Modern Democracy. Penelitian ini menjadi salah satu pertimbangan kuat untuk merumuskan soal “non-discriminatory public service” dalam Brown v. Education (1956) yang kemudian secara efektif menjadi yurisprudensi penghapusan segregasi di Amerika Serikat.
Keterkaitan antara kajian dan yurisprudensi, termasuk di Indonesia, semakin lama semakin kuat.Kedua, kebijakan publik di Indonesia semakin menyentuh ranah hak-hak Ekosob, baik individu maupun masyarakat, termasuk yang menyentuh non-state actor –termasuk dalam hal ini adalah transnational corporation (TNC), white collar crime, dan soal monokultur. Secara langsung dan tidak langsung, pihak non-negara ini menjadi penyebab atas deprivasi individu serta masyarakat.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi kovenan Internasioanal tentang Hak-hak EKOSOB (International Covenant on Economic, social, and Cultural Right) pada Oktober 2005. UU NO.11 THN 2005: ICESCR
Ratifikasi ini ditandai dengan terbitnya UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Economic, Social and Cultural Right (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya). Dengan demikian, negara wajib menghormati, melindungi dan memenuhi Hak-hak tersebut kepada warganya. Ada 143 negara yang meratifikasi kovenan tersebut, termasuk Indonesia.
Ratifikasi menuntut kewajiban kepada negara setahun setelahnya untuk menyesuaikan semuaaturan dengan Hak-hak EKOSOB dan dalam jangka waktu dua tahun setelah ratifikasi diharapkan menyerahkan laporan kepada komisi PBB untuk EKOSOB mengenai kemauan yang dicapai.
PENUTUP
Hak- hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Hak-hak EKOSOB) adalah hak dasar manusia yang harus dilindungi dan dipenuhi agar manusia terlindungi martabat dan kesejahteraannya.
Dari uraian diatas , setelah Indonesia meratifikasi OPSIONAL PROTOCOL KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKOSOB secara yuridis tiap tiap individu dapat melakukan penuntutan terhadap negaranya sendiri jika terjadi pelanggaran terhadap hak hak ekonomi , social dan budaya. Hal ini diperkuat dalam pasal 1 OP ICECPR yaitu Suatu Negara yang menjadi pihak dalam protocol ini mengakui kewenangan komite untuk menerima dan membahas komunikasi bagi orang orang yang tunduk pada wilayah hukumnya, yang menyatakan dirinya sebagai korban pelanggaran terhadap hak hak yang diatur dalam kovenan ini maka oleh Negara pihak tersebut . dan dalam pasal 2 dijelaskan bahwa pihak yang bersangkutan harus telah mlakukan upaya hukum di dalam negeri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar