Phinisi Mengarungi tiada akhir

Rabu, 20 Juli 2011

HUKUM KEKELUARGAAN DAN KEWARISAN ISLAM

HUKUM KEKELUARGAAN DAN KEWARISAN ISLAM

Peminangan adalah suatu proses yang dilakkan sebelum pernikahan, yang bertujuan agar pihak laki-lakiyang meminang tersebut tidak didahului oleh laki-laki lain.. akan tetapi hal tersebut tidak menandakan kepastian terjadinya pernikahan. Karena terkadang terjadi pembatalan pertunangan oleh salah satu pihak, karena suatu hal tertentu. Pertunangan ini juga tidak menjadikan hubungan istri halal untuk di lakukan. Dalam hal peminangan, terdapat suatu kegiatan penyerahan hadiah, dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan.

Jika pembatalan peminangan dilakukan oleh pihak wanita, maka hadiah atas peminangan tersebut harus dikembalikan kepada pihak laki-laki, namun jika jika pembatalan dilakukan oleh pihak laki-laki, maka hadiah tersebut tidak wajib di kembalikan.

Syarat-syarat perkawinan :
1. adanya calon laki-laki dan wanita (tidak ada paksaan dan harus sudah aqil baliqh);
2. Adanya wali (baliqh, adil, dan tidak dicabut hanya menjadi wali);
3. Adanya saksi (baliqh, adil, dan tidak dicabut hanya menjadi wali);dan
4. Ijab Kabul (antara ijab dan Kabul tidak diperbolehkan ada jedah/bersambung).

Syarat memilih pasangan:
1. Syarat mustahsinah : syarat yang sifatnya relative
2. Syarat mulasimah : syarat yang sifatnya anjuran
3. Syarat kesetaraan : 1. Hartawan;
2. Rupawan;
3. Keturunan; dan
4. Agamawan.

Dasar hukum perkawinan :
1. Wajib : usianya sudah cukup, punya penghasilan sendiri dan sudah mampu berkeluarga, serta hasrat yang kuat untuk menikah.
2. Sun’nah :usia cukup, punya penghasilan sendiri, dan sudah mampu berkeluarga, serta belum memiliki keinginan untuk menikah.
3. Makruh :ada keinginan untuk menikah , hanya saja belum memenuhi syarat.
4. Haram : tidak memenuhi syarat, and memaksakan diri untuk tujuan lain.

Tujuan perkawinan :
1. Melanjutkan keturunan;
2. Menghindari pandangan mata dan hati dari perbuatan maksiat;dan
3. Menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah, dan wahrohmah.

Pengertian mahar :
1. Shadaq : pemberian suami kepada isterinya ketika suami pertama kali menemui isterinya dan pemberian shadaq dari suami kepada isterinya menyebabkan isteri berpisah dengan orang tuanya.
2. Mahar itu sendiri : pemberian suami kepada orang tua calon isteri, dan pemberian ini tidak menyebabkan orang tua berpisah dengan anaknya.
Bentuk-bentuk mahar :
1. Mahar musamma : mahar yang sudah ditentukan sebelumnya dan disebut pada saat ijab Kabul.
2. Mahar mitsil : mahar yang tidak ditentukan, adanya mahar ini menyebabkan mahar tidak dimasukkan menjadi rukun dalam melakukan perkawinan.

Hak dan kewajiban suami isteri :
1. hak bersama :
a. hak bergaul/bersetubuh;
b. hak saling mewaris;
c. mahram semenda, larangan kawin dalam hubungan semenda; dan
d. anak dinazabkan kepada ayahnya. Contoh : Salma A. Rahman;
2. hak seorang isteri, yang merupakan kewajiban seorang suami :
a. masalah kebendaan/materi (pakaian dan nafkah lahiriah);
b. nafkah non matei, (nafkah batiniah).

3. hak suami yang merupakan kewajiban isteri :
a. non materi,(menaati suami sepanjang perintah itu tidak bertentangan dengan ketentuan syariah); dan
b. menjaga harta benda suami, serta tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suami.

Jenis-jenis perceraian :
1. Taklikh talaq :hak talakh yang didelegasikan kepada isteri, yaitu jika suami meninggalkan isteri selama 6 bulan berturut-turut dan tidak menafkahi isterinya.
2. Ila : pernyatan suami untik tidak menggauli isterinya maksimal 4 bulan berturut-turut. Menurut safei : hal tersebut sudah dianggap cerai. Menurut hanafi, harus melalui pengadilan terlebih dahulu.
3. Dzihar : suami memperlakukan isteri sama dengan ibunya. Dalam hal ini suami tidak boleh menggauli isterinya. Jika ingin menggauli, maka suami wajib berpuasa 2 bulan berturut-turut dan member makan 60 orang tidak mampu.
4. Fashak : batalnya perkawinan disebabkan karena dilanggarnya salah satu syarat perkawinan. Baik sebelum perkawinan, maupun sesudah perkawinan tersebut dilaksanakan.
5. Lian : tuduhan suami kepada isterinya, bahwa isterinya telah telah bersinah.
6. Khuluk : hampir sama dengan talakh, hanya saja pada talakh, harus diucapkan pada saat isteri dalam keadaan suci. Sedanbgkan khuluk dapat diucapkan meskipun isteri dalam keadaan tidak suci.


Prinsip kewarisan islam
1. Prinsip ijbari : peralihan harta dari yang meninggal kepada ahli waris akan beralih dengan sendirinya tanpa sepengetahuan kedua belah pihak.
2. Prinsip individualisme : setelah harta warisan bersih (siap untuk dibagi) maka setiap ahli waris berhak untuk mendapatkan bagiannya masing-masing dan tidak ada ahli waris yang boleh menghalangi pembagian itu.
3. Prinsip berimbang berkeadilan 2:1.

Sebab-sebab menerima warisan :
1. Sebab hubungan kekeluargaan/keturunan;
2. Sebab hubungan perkawinan; dan
3. Sebab hubungan wala’, yaitu dimana seorang tuan yang memerdekakan budaknya.

Dengan adanya hubungan perkawinan maka isteri yang ditinggal suami berhak menjadi ahli waris, dan sebaliknya. Dengan perhitungan bagian warisan :

Janda :
1/8 jika punya anak.
1/4 jika tidak punya anak.
Duda :
1/4 jika punya anak.
1/2 jika tidak punya anak.

Saudara baru dapat mewaris jika pewaris tidak memiliki anak laki-laki.

Sebab-sebab yang menjadi penghalang kewarisan :
1. Pembunuhan;
2. Beda agama;
3. Perbudakan; dan
4. Beda Negara (ada yang menambahkan).

Rukun mewaris :
1. Adanya pewaris;
2. Adanya ahli waris; dan
3. Adanya warisan.



Syarat mewaris :
1. Meninggal dunianya si pewaris;
2. Hidupnya ahli waris; dan
3. Mengetahui status kewarisan (hub. Nasab atau perkawinan).

Penggolongan ahli waris menurut ajaran patrilineal :
1. Zawil furudh;
2. Ashabah; dan
3. Zawil ahram.

Menurut ajaran bilateral :
1. Zawil furudh;
2. dzul qharabas/ashabah; dan
3. Mawali/pergantian tempat.

Zawil furudgh adalah :ahli waris yang bagian-bagiannya sudah ditentukan baik dalam al-quran maupun al-hadits. Dalam pembagian harta warisan, tidak didahulukan memperoleh harta warisan.

Bagian tertentu yang dimaksud yaitu : 2/3, 1/3, 1/6, 1/2, 1/4, dan 1/8.

2/3 kepada anak perempuan lebih dari satu orang dengan ketentuan anak perempuan itu tidak memiliki anak laki-laki.
1/3 kepada ayah dan ibu pewaris. Ibu dapat 1/3, jika tidak bersama dengan keturunan pewaris dan/atau tidak bersama dengan 2 saudara atau lebih saudara pewaris. Ayah dapat 1/3 jika mewaris tidak bersama anak pewaris.
1/6 kepada ayah dan ibu, jika pewaris meninggalkan anak laki-laki dan anak perempuan. Ibu dapat 1/3, jika ada anak laki-laki.
2/3 kepada saudara sekandung, jika punya lebih dari 1 saudara.
1/2 kepada saudara sekandung, jika hanya ada 1 saudara.
1/6 kepada ayah, jika pewaris memiliki anak laki-laki.
1/6 + sisa kepada ayah, jika pewaris memiliki anak perempuan.
1/2 kepada anak perempuan, jika ia hanya sendiri dan tidak bersama dengan anak laki-laki.
1/2 kepada suami, jika pewaris tidak memiliki keturunan.
1/4 kepada suami, jika ada keturunan pewaris.
1/4 kepada isteri, jika tidak bersama keturunan pewaris.
1/8 kepada isteri, jika ia mewaris bersama keturunan pewaris.

Ashabah adalah ahli waris yang menerima sisa harta warisan setelah dikeluarkan bagian dari zawil furudh.
1. Ashabah binafhihi :
 Anak laki-laki
 Bapak
 Saudara laki-laki sekandung
 saudara laki-laki sebapak
 paman kandung
 pamaan sebapak
 anak laki-laki paman kandung
 anak laki-laki paman sebapak
 kakek
 cucu laki-laki dan anak laki-laki

2. Ashabah bilghairi : ahli waris ashabahdisebabkan oleh orang lain.
 Cucu laki-laki bersama dengan cucu perempuan dengan ketentuan semua cucu tersebut lewat anak laki-laki.
 Saudara perempuan kandung bersama dengan saudara laki-laki kandung.
 Saudara perempuan sebapak bersama dengan saudara laki-laki sebapak.

3. Ashabah Maalghair : saudara perempuan kandung atau sebapak menjadi ashabah karena mewaris bersama dengan keturunan perempuan.
 Saudara perempuan kandung yang mewaris bersama anak laki-laki atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
 Saudara laki-laki sebapak yang mewaris bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar