Phinisi Mengarungi tiada akhir

Kamis, 21 Juli 2011

UNSUR-UNSUR NEGARA

UNSUR-UNSUR NEGARA

Wilayah tertentu

Merupakan batas-batas dimana kekuasaan suatu negara berlaku

Rakyat

Merupakan sekumpulan orang-orang yang hidup di suatu tempat
Pemerintahan yang berdaulat

Ada 2 maknanya:
1) Arti luas, keseluruhan badan-badan negara dengan segala organisasinya bagian-bagiannya dan pejabat yang menjalankan negaranya, baik di pusat maupun di daerah, baik lembaga eksekutifnya, legislatifnya, dan yudikatifnya
2) Arti sempit, badan pimpinan yang memiliki peran untuk menentukan dan melaksanakan tugas negara

SIFAT DAN HAKEKAT NEGARA

 Sifat Negara :
1. Sifat Memaksa:
Negara mempunyai kekuasaan untuk memaksa (misalnya bayar pajak) dan memakai kekerasan fisik secara legal, seperti: polisi, tentara dan lain-lain
2. Sifat Monopoli:
Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat dan melarang sebuah aliran yang tidak sesuai dengan tujuan yang ditetapkan oleh negara
3. Sifat Mencakup Semua:
Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh negara berlaku untuk semua orang tanpa kecuali

 Hakekat Negara
“Hakekat Negara” dimaksudkan sebagai penggambaran tentang “sifat” daripada negara. Negara sebagai wadah dari suatu bangsa yang diciptakan oleh negara itu sendiri. Negara sebagai wadah bangsa untuk mencapai suatu cita-cita atau tujuan bangsanya. Karena itu penggambaran tentang hakekat negara selalu dihubungkan dengan tujuan negara. Tujuan negara merupakan kepentingan utama dari tatanan suatu negara.

PENGERTIAN NEGARA

PENGERTIAN NEGARA

Negara adalah organisasi tertinggi yang dijalankan bersama oleh pemerintah dan rakyat dalam wilayah tertentu, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
NEGARA MENURUT TRIUMFILSUF
SOCRATES
Negara adalah polis atau tempat bersemayamnya masyarakat (warga)
PLATO (429-347 SM)
Negara adalah polis, maksudnya kesatuan masyarakat yang bekerja sama antarmanusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
ARISTOTELES (384-322 SM)
Negara adalah gabungan keluarga sehingga menjadi kelompok besar yang bertujuan untuk memakmurkan warganya

Penjelasan Atas UU Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Penjelasan Atas UU Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
________________________________________
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

I. UMUM

Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.
Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.
Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.
Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Atas dasar kondisi sebagaimana dipaparkan di atas, perlu upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integratif dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat. Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.
Di samping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dalam pelaksanaannya tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal itu dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya.
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945.
Di samping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini telah ada beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti :
a. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undangundang;
b. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;
c. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah;
d. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;
e. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
f. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
g. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;
h. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri;
i. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
j. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);
k. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
l. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;
m. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
n. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987;
o. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten;
p. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek;
q. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
r. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran;
s. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;
t. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undangNomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAKI) tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undangundang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten, dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek, yang melarang menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang melanggar ketentuan tentang HAKI.
Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam Undangundang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Di kemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang-undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan demikian, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 2
Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam Undang-undang ini adalah konsumen akhir.
Angka 3
Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lain-lain.

Angka 9
Lembaga ini dibentuk untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perlindungan konsumen serta menunjukkan bahwa perlindungan konsumen menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Angka 11
Badan ini dibentuk untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen yang efisien, cepat, murah dan profesional.
Pasal 2
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu :
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkansecara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material ataupun spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalampenggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Pasal 4
Huruf g
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin dan status sosial lainnya.
Pasal 7
Huruf c
Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan. Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.

Huruf e
Yang dimaksud dengan barang dan/atau jasa tertentu adalah barang yang dapat diuji atau dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau kerugian.
Pasal 8
Huruf g
Jangka waktu penggunaan/pemanfaatannya yang paling baik adalah terjemahan dari kata best before yang biasa digunakan dalam label produk makanan.
Huruf j
ayat (1)
Barang-barang yang dimaksud adalah barang-barang yang tidak membahayakan konsumen dan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.
ayat (3)
Sediaan farmasi dan pangan yang dimaksud adalah yang membahayakan konsumen menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
ayat (4)
Menteri dan menteri teknis berwenang menarik barang dan/atau jasa dari peredaran.
Pasal 11
Huruf d
Yang dimaksud dengan jumlah tertentu dan jumlah yang cukup adalah jumlah yang memadai sesuai dengan antisipasi permintaan konsumen.
Pasal 18
ayat (1)
Larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak.
Pasal 22
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menerapkan sistem beban pembuktian terbalik.
Pasal 27
Huruf b
Cacat timbul dikemudian hari adalah sesudah tanggal yang mendapat jaminan dari pelaku usaha sebagaimana diperjanjikan, baik tertulis maupun lisan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kualifikasi barang adalah ketentuan standarisasi yang telah ditetapkan pemerintah berdasarkan kesepakatan semua pihak.
Huruf e
Jangka waktu yang diperjanjikan itu adalah masa garansi.
Pasal 30
ayat (2)
Yang dimaksud dengan menteri teknis adalah menteri yang bertanggung jawab secara teknis menurut bidang tugasnya.
ayat (3)
Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan atas barang dan/atau jasa yang beredar di pasar dengan cara penelitian, pengujian dan/atau survei. Aspek pengawasan meliputi pemuatan informasi tentang risiko penggunaan barang jika diharuskan, pemasangan label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha.
Pasal 34
Huruf e
Keberpihakan kepada konsumen dimaksudkan untuk meningkatkan sikap peduli yang tinggi terhadap konsumen (wise consumerism)
Pasal 35
ayat (1)
Jumlah wakil setiap unsur tidak harus sama
Pasal 36
Huruf d
Akademisi adalah mereka yang berpendidikan tinggi dan anggota perguruan tinggi.
Huruf e
Tenaga ahli adalah mereka yang berpengalaman di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 38
Huruf d
Sakit secara terus menerus sehingga tidak mampu melaksanakan tugasnya.
Pasal 40
ayat (2)
Yang dimaksud dengan dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah keputusan yang ditetapkan berdasarkan musyawarah anggota.
Pasal 41
Yang dimaksud dengan dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah keputusan yang ditetapkan berdasarkan musyawarah anggota.
Pasal 44
ayat (1)
Yang dimaksud dengan memenuhi syarat, antara lain, terdaftar dan diakui serta bergerak di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 45
ayat (2)
Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Yang dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui pengadilan atau penyelesaian sengketa konsumen dan tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
Pasal 46
Huruf b
Undang-undang ini mengakui gugatan kelompok atau class action. Gugatan kelompok atau class action harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu diantaranya adalah adanya bukti transaksi.
Huruf d
Tolok ukur kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit yang dipakai adalah besar dampaknya terhadap konsumen.
Pasal 47
Bentuk jaminan yang dimaksud dalam hal ini berupa pernyataan tertulis yang menerangkan bahwa tidak akan terulang kembali perbuatan yang telah merugikan konsumen tersebut.
Pasal 49
ayat (3)
Unsur konsumen adalah lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau sekelompok konsumen.
Pasal 54
ayat (3)
Yang dimaksud dengan putusan majelis bersifat final adalah bahwa dalam penyelesaian sengketa konsumen tidak ada upaya banding dan kasasi.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3821
- Puisi Soe Hok Gie
Author: Tokoh Indonesia // Category: Soe Hok Gie
Photobucket

Sebuah Tanya
“akhirnya semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”
(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?”
(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)
“manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”

Soe Hok Gie
ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke mekkah
ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di miraza
tapi aku ingin habiskan waktuku di sisimu sayangku
bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah mendala wangi
ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danang
ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra
tapi aku ingin mati di sisimu sayangku
setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu
mari, sini sayangku
kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku
tegakklah ke langit atau awan mendung
kita tak pernah menanamkan apa-apa,
kita takkan pernah kehilangan apa-apa”

MANDALAWANGI PANGRANGO
Sendja ini, ketika matahari turun kedalam djurang2mu
Aku datang kembali
Kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu.
Walaupun setiap orang berbitjara tentang manfaat dan guna
Aku bitjara padamu tentang tjinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku.
Aku tjinta padamu, Pangrango jang dingin dan sepi
Sungaimu adalah njanjian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Tjintamu dan tjintaku adalah kebisuan semesta.
Malam itu ketika dingin dan kebisuan menjelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bitjara padaku tentang kehampaan semua.
“Hidup adalah soal keberanian, menghadapi jang tanda tanja
“Tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
“Terimalah dan hadapilah.”
Dan antara ransel2 kosong dan api unggun jang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas2 hutanmu, melampaui batas2 djurangmu.
Aku tjinta padamu Pangrango
Karena aku tjinta pada keberanian hidup
Djakarta, 19-7-1966

Pesan
Hari ini aku lihat kembali
Wajah-wajah halus yang keras
Yang berbicara tentang kemerdekaaan
Dan demokrasi
Dan bercita-cita
Menggulingkan tiran
Aku mengenali mereka
yang tanpa tentara
mau berperang melawan diktator
dan yang tanpa uang
mau memberantas korupsi
Kawan-kawan
Kuberikan padamu cintaku
Dan maukah kau berjabat tangan
Selalu dalam hidup ini?
Sinar Harapan 18 Agustus 1973
Photobucket

Masyarakat Borjuis
ditulis saat Soe Hok Gie berumur 18 thn.

Ada suatu yang patut ditangisi
Aku kira kau pun tahu
Masyarakatmu, masyarakat borjuis
Tiada kebenaran disana
Dan kalian selalu menghindarinya

Aku selalu serukan (dalam hati tentu)
”Wahai, kaum proletar sedunia”
Berdoalah untuk masyarakat borjuis.

Ada golongan yang tercampak dari kebenaran
Dan berdiri atas nilai kepalsuan
Aku kira, tiada bahagia disana
Sebab tiada kasih, kebenaran dan keindahan
Dalam kepalsuan
Aku akan selalu berdoa baginya
(aku sendiri tak percaya pada doa, maaf)

Aku kira anda tiada kenal kasih
(Nafsu tentu ada)
Apakah bernilai dengan uang
Dan padamu, kawan
Semua adalah uang, perhitungan saldo
Tiada yang indah dalam kepalsuan
(Engkau tentu yakin?)
Di sinilah a moral ditutup oleh a moral
Di sinilah tabir-tabir yang terlihat
Dan seringkali aku bersepeda sore-sore
Bertemu dengan gadismu (borjuis pula)
Aku begitu sedih dan kasih
Aku begitu sedih dan kasih
Ya, Tuhan (aku tak percaya Tuhan)
Berilah mereka kebenaran
Aku tahu
Gadis cantik di mobil, bergaun abu-abu
Tapi bagiku tiada apa.


Sumber : http://kapasmerah.wordpress.com/
Sumber : http://dymasgalih.wordpress.com/
Sumber : http://ekohm.multiply.com/
Puisi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2003
TENTANG
KEUANGAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


Menimbang :

1) bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang;
2) bahwa pengelolaan hak dan kewajiban negara sebagaimana dimaksud pada huruf a telah diatur dalam Bab VIII UUD 1945;
3) bahwa Pasal 23C Bab VIII UUD 1945 mengamanatkan hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang;
4) bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-undang tentang Keuangan Negara;

Mengingat :

Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 11 ayat (2), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 21, Pasal 22D, Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23B, Pasal 23C, Pasal 23D, Pasal 23E, dan Pasal 33 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945;

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG KEUANGAN NEGARA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
2. Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
3. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
5. Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
6. Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
9. Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
10. Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.
11. Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
12. Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
13. Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
14. Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
15. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
16. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
17. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

Pasal 2

Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi :

1. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman.
2. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
3. Penerimaan Negara;
4. Pengeluaran Negara;
5. Penerimaan Daerah;
6. Pengeluaran Daerah;
7. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
8. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
9. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Pasal 3

1) Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

2) APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang.

3) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

4) APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

5) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN.

6) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.

7) Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara/daerah tahun anggaran berikutnya.

8) Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan pada Perusahaan Negara/Daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD.

Pasal 4

Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Pasal 5

1) Satuan hitung dalam penyusunan, penetapan, dan pertanggungjawaban APBN/APBD adalah mata uang Rupiah.
2) Penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan APBN/APBD diatur oleh Menteri Keuangan sesuai de- ngan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.

BAB II
KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Pasal 6

1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.

2) Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) :

1. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
2. dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
3. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
4. tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.

Pasal 7

1) Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara.

2) Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setiap tahun disusun APBN dan APBD.

Pasal 8

Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut :

a. menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
b. menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN;
c. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
d. melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;
e. melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang;
f. melaksanakan fungsi bendahara umum negara;
g. menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN;
h. melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.

Pasal 9

Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas sebagai berikut :

1. menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
2. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
3. melaksanakan anggaran kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
4. melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara
5. mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
6. mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
7. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
8. melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undang-undang.

Pasal 10

1) Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana tersebut dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c :

1. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD;
2. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.

2) Dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah mempunyai tugas sebagai berikut :

1. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD;
2. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
3. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
4. melaksanakan fungsi bendahara umum daerah;
5. menyusun laporan keuangan yang merupakan per-tanggungjawaban pelaksanaan APBD.


3) Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut:

1. menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
2. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
3. melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
4. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
5. mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
6. mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
7. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.

BAB III
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN
Pasal 11

1) APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang- undang.
2) APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
3) Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah.
4) Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelak- sanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
5) Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.

Pasal 12

1) APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.
2) Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN.
4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 13

1) Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.
2) Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
3) Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.

Pasal 14

1) Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga tahun berikutnya.
2) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
3) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun.
4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15

1) Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus tahun sebelumnya
2) Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat.
3) Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang tentang APBN
4) Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilak- sanakan.
5) APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
6) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.

BAB IV
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD

Pasal 16

1) APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah
2) APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
3) Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.
4) Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.

Pasal 17

1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.
2) Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.

Pasal 18

1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan.
2) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
3) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Pasal 19


1) Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.
2) Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
3) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun.
4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) dan (2) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.

Pasal 20

1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.
2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
3) DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
4) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
5) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
6) Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA
PEMERINTAH PUSAT DAN BANK SENTRAL, PEMERINTAH DAERAH,
SERTA PEMERINTAH/LEMBAGA ASING

Pasal 21

Pemerintah Pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.

Pasal 22

1) Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2) Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya.
3) Pemberian pinjaman dan/atau hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
4) Pemerintah Daerah dapat memberikan pinjaman kepada/menerima pinjaman dari daerah lain dengan persetujuan DPRD.

Pasal 23

1) Pemerintah Pusat dapat memberikan hibah/pinjaman kepada atau menerima hibah/pinjaman dari pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan DPR.
2) Pinjaman dan/atau hibah yang diterima Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diteruspinjam-kan kepada Pemerintah Daerah/Perusahaan Negara/ Perusahaan Daerah.
BAB VI

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA
PEMERINTAH DAN PERUSAHAAN NEGARA,
PERUSAHAAN DAERAH, PERUSAHAAN SWASTA, SERTA
BADAN PENGELOLA DANA MASYARAKAT

Pasal 24

1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/ penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah.
2) Pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD.
3) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara.
4) Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan daerah.
5) Pemerintah Pusat dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan negara setelah mendapat persetujuan DPR.
6) Pemerintah Daerah dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan daerah setelah mendapat persetujuan DPRD.
7) Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR.

Pasal 25

1) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Pusat.
2) Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Daerah.
3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berlaku bagi badan pengelola dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari pemerintah.

BAB VII
PELAKSANAAN APBN DAN APBD
Pasal 26

1) Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
2) Setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.

Pasal 27

1) Pemerintah Pusat menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBN dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah Pusat.
3) Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi :

1. perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;
2. perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
3. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja;
4. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.
4) Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran.
5) Pemerintah Pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang Perubahan APBN tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

Pasal 28

1) Pemerintah Daerah menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah.
3) Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPRD dengan Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan prakiraan Perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi :

1. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD
2. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja.
3. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.
4) Dalam keadaan darurat Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia angga- rannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran.
5) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD tahun angga- ran yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk menda- patkan persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

Pasal 29

Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN dan APBD ditetapkan dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara.

BAB VIII
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN
APBN DAN APBD
Pasal 30

1) Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.

Pasal 31

1) Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Peme- riksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah.

Pasal 32

1) Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
2) Standar akuntansi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Pasal 33

Pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara diatur dalam undang-undang tersendiri.

BAB IX
KETENTUAN PIDANA, SANKSI ADMINISTRATIF,
DAN GANTI RUGI
Pasal 34

1) Menteri/Pimpinan lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.
2) Pimpinan Unit Organisasi Kementerian Negara/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.
3) Presiden memberi sanksi administratif sesuai dengan ketentuan undang-undang kepada pegawai negeri serta pihak-pihak lain yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini.

Pasal 35

1) Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.
2) Setiap orang yang diberi tugas menerima, menyimpan, membayar, dan/atau menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara adalah bendahara yang wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
3) Setiap bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara yang berada dalam pengurusannya.
4) Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara diatur di dalam undang-undang mengenai perbendaharaan negara.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 36
1) Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.
2) Batas waktu penyampaian laporan keuangan oleh pemerintah pusat/pemerintah daerah, demikian pula penyelesaian pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat/ pemerintah daerah oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31, berlaku mulai APBN/APBD tahun 2006.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37

Pada saat berlakunya undang-undang ini :

1) Indische Comptabiliteitswet (ICW), Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860);
2) Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 Nomor 419 jo. Stbl. 1936 Nomor 445;
3) Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 Nomor 381;

sepanjang telah diatur dalam undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 38

Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut undang-undang ini sudah selesai selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.

Pasal 39

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
RAY PRATAMA SIADARI S.H.,M.H.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.

---------------------------------------------

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 47

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2003
TENTANG
KEUANGAN NEGARA

1. UMUM


1. Dasar Pemikiran

Dalam rangka pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk pemerintahan negara yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang. Pembentukan pemerintahan negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara.

Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan keuangan negara harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII Hal Keuangan, antara lain disebutkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang, dan ketentuan mengenai pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara serta macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Hal-hal lain mengenai keuangan negara sesuai dengan amanat Pasal 23C diatur dengan undang-undang.

Selama ini dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara masih digunakan ketentuan perundang-undangan yang disusun pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang berlaku berdasarkan Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Indische Comptabiliteitswet yang lebih dikenal dengan nama ICW Stbl. 1925 No. 448 selanjutnya diubah dan diundangkan dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 6, 1955 Nomor 49, dan terakhir Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968, yang ditetapkan pertama kali pada tahun 1864 dan mulai berlaku pada tahun 1867, Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381. Sementara itu, dalam pelaksanaan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan negara digunakan Instructie en verdere bepalingen voor de Algemeene Rekenkamer (IAR) Stbl. 1933 No. 320. Peraturan perundang- undangan tersebut tidak dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, meskipun berbagai ketentuan tersebut secara formal masih tetap berlaku, secara materiil sebagian dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud tidak lagi dilaksanakan.

Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara.

Upaya untuk menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian Undang-undang tentang Keuangan Negara merupakan kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini dalam rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.

2. Hal-hal Baru dan/atau Perubahan Mendasar dalam Ketentuan Pengelolaan Keuangan Negara yang Diatur dalam Undang-undang ini

Hal-hal baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan keuangan negara yang diatur dalam undang-undang ini meliputi pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, asas-asas umum pengelolaan keuangan negara, kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga, susunan APBN dan APBD, ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara, perusahaan daerah dan perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat, serta penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.

Undang-undang ini juga telah mengantisipasi perubahan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan di Indonesia yang mengacu kepada perkembangan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan secara internasional.

3. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara

Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

4. Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara

Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain :

• akuntabilitas berorientasi pada hasil;
• profesionalitas;
• proporsionalitas;
• keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;
• pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.

Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam Undang-undang tentang Keuangan Negara, pelaksanaan Undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara

Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.

Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.

Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/ Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Demikian pula untuk mencapai kestabilan nilai rupiah tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh bank sentral.

6. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD

Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.

Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.

Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah. Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.

Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.

Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi.

Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.

Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.

7. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat

Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga-lembaga infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah, pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta dan badan pengelola dana masyarakat. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang-undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.

8. Pelaksanaan APBN dan APBD

Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan dimaksud meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.

Untuk memberikan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan APBN/APBD, pemerintah pusat/pemerintah daerah perlu menyampaikan laporan realisasi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan. Informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut menjadi bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan penyesuaian/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.

Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administratif antarkementerian negara/ lembaga di lingkungan pemerintah.

9. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara

Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.

Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan pertanggung-jawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian pula laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.

Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome). Sedangkan Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi barang dan/atau jasa yang disediakan (output). Sebagai konsekuensinya, dalam undang-undang ini diatur sanksi yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, serta Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN /Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan.

Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.



PASAL DEMI PASAL

Pasal 3 Ayat (1)

Setiap penyelenggara negara wajib mengelola keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Pengelolaan dimaksud dalam ayat ini mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan pertanggung-jawaban.

Ayat (4)

Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.

Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.

Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Pasal 6 Ayat (1)

Kekuasaan pengelolaan Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat ini meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus.

Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan Penerimaan Negara.

Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/ kebijakan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara.

Ayat (2) Huruf b

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan lembaga adalah lembaga negara dan lembaga pemerintah nonkementerian negara.

Di lingkungan lembaga negara, yang dimaksud dengan pimpinan lembaga adalah pejabat yang bertangguing jawab atas pengelolaan keuangan lembaga yang bersangkutan

Pasal 9 Huruf e

Piutang dimaksud dalam ayat ini adalah hak negara dalam rangka penerimaan negara bukan pajak yang pemungutannya menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.

Utang dimaksud dalam ayat ini adalah kewajiban negara kepada pihak ketiga dalam rangka pengadaan barang dan jasa yang pembayarannya merupakan tanggung jawab kementerian negara/lembaga berkaitan sebagai unit pengguna anggaran dan/atau kewajiban lainnya yang timbul berdasarkan undang-undang/keputusan pengadilan.

Huruf g

Penyusunan dan penyajian laporan keuangan dimaksud adalah dalam rangka akuntabilitas dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, termasuk prestasi kerja yang dicapai atas penggunaan anggaran.

Pasal 11 Ayat (5)

Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian negara/lembaga pemerintahan pusat.

Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial.

Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.

Pasal 12 Ayat (1)

Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

Ayat (3)

Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.

Ayat (4)

Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertang-gungjawaban antargenerasi sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.

Pasal 15 Ayat (3)

Perubahan Rancangan Undang-undang tentang APBN dapat diusulkan oleh DPR sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.

Pasal 16 Ayat (4)

Rincian belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat daerah/lembaga teknis daerah.

Rincian belanja daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan sosial.

Rincian belanja daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.

Pasal 17 Ayat (1)

Dalam menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

Ayat (3)

Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan.

Ayat (4)

Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antar generasi, sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.

Pasal 20 Ayat (3)

Perubahan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dapat diusulkan oleh DPRD sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.

Pasal 22 Ayat (2)

Pemerintah wajib menyampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan salinan setiap perjanjian pinjaman dan/atau hibah yang telah ditandatangani.

Pasal 23 Ayat (2)

Pemerintah wajib menyampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan salinan setiap perjanjian pinjaman dan/atau hibah yang telah ditandatangani.

Pasal 24 Ayat (1)

Pemerintah wajib menyampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan salinan setiap perjanjian pinjaman dan/atau hibah yang telah ditandatangani.

Pasal 25 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan badan pengelola dana masyarakat dalam ayat ini tidak termasuk perusahaan jasa keuangan yang telah diatur dalam aturan tersendiri.

Pasal 27 Ayat (4)

Pengeluaran tersebut dalam ayat ini termasuk belanja untuk keperluan mendesak yang kriterianya ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN yang bersangkutan.

Pasal 28 Ayat (4)

Pengeluaran tersebut dalam ayat ini termasuk belanja untuk keperluan mendesak yang kriterianya ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan.

Pasal 30 Ayat (1)

Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah Pusat.

Ayat (2)

Laporan Realisasi Anggaran selain menyajikan realisasi pendapatan dan belanja, juga menjelaskan prestasi kerja setiap kementerian negara/lembaga.

Pasal 31 Ayat (1)

Pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah Daerah.

Ayat (2)

Laporan Realisasi Anggaran selain menyajikan realisasi pendapatan dan belanja, juga menjelaskan prestasi kerja satuan kerja perangkat daerah.

Pasal 32 Ayat (2)

Apabila dalam waktu 2 (dua) bulan tidak memberikan pertimbangan yang diminta, Badan Pemeriksa Keuangan dianggap menyetujui sepenuhnya standar akuntansi pemerintahan yang diajukan oleh Pemerintah.

Pasal 34 Ayat (1)

Kebijakan yang dimaksud dalam ayat ini tercermin pada manfaat/hasil yang harus dicapai dengan pelaksanaan fungsi dan program kementerian negara/lembaga/pemerintahan daerah yang bersangkutan.

Pasal 38

Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan Undang-undang ini sudah harus selesai selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) tahun. Pelaksanaan penataan dimulai sejak ditetapkannya Undang-undang ini dan sudah selesai dalam waktu 2 (dua) tahun.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4286

PELANGGARAN HAM DITINJAU DARI SEGI HUKUM HUMANITER

PELANGGARAN HAM DITINJAU DARI SEGI HUKUM HUMANITER

Sebelumnya kita ketahui bahwa dalam hukum humaniter terdapat beberapa asas yang ada dalam hukum tersebut. Salah satunya adalah asas prikemanusiaan (humanity principle). Dalam asas tersebut dijelaskan bahwa tidak diperbolehkan dalam suatu peperangan,menimbulkan suatu luka-luka dan/atau penderitaan yang berlebihan atau tidak perlu ( pasal 23 konvensi). Ini menandakan bahwa walau dalam kondisi atau situasi peperangan, para pihak harus tetap memperhatikan asas-asas yang berkaitan dengan kemanusiaan. Namun, dalam kenyataannya kemudian bahwa terdapat beberapa pelanggaran yang bersentuhan dengan HAM itu sendiri. Sehingga diperlukannya adanya aturan dalam melindungi hak-hak yang terdapat pada diri sesorang meskipun dalam kondisi perang. Dalam Statuta Roma dikatakan dalam pasal 7, bahwa Kejahatan-kejahatan terhadap perikemanusiaan adalah serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan secara langsung terdapat penduduk sipil dengan tujuan:
1. Pembunuhan;
2. Pembasmian;
3. Perbudakan;
4. Deportasi atau pemindahan paksa terhadap populasi penduduk
5. Memenjarakan ataupun tindakan lain berupa merampas kebebasan seseorang
secara bertentangan dengan aturan dasar dari Hukum Internasional;
6. Menganiaya;
7. Memperkosa, perbudakan seksual, memaksa seorang menjadi pelacur, menghamili secara paksa, melakukan sterilisasi secara paksa, ataupun bentuk kejahatan
seksual lainnya ;
8. Penyiksaan terhadap kelompok berdasarkan alasan politik, ras, kebangsaan, etnis, kebudayaan, agama, jenis kelamin (gender) sebagaimana diatur dalam artikel 3 ICC ataupun adengan alasan-alasan lainnya yang secara umum diketahui sebagai suatu alasan yang dilarang oleh hukum internasional
9. Penghilangan seseorang secara paksa;
10. Kejahatan apartheid;
11. Perbuatan lainnya yang tak berperikemanusiaan yang dilakukan secara sengaja sehingga mengakibatkan penderitaan, luka parah baik tubuh maupun mental ataupun kesehatan fisiknya.

KONVENSI JENEWA TAHUN 1949 TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG YANG LUKA DAN SAKIT DIMEDAN PERTEMPURAN DARAT

I. KONVENSI JENEWA TAHUN 1949
TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA
ANGKATAN PERANG YANG LUKA DAN SAKIT DIMEDAN
PERTEMPURAN DARAT
Yang bertanda tangan dibawah ini, Wakil-wakil Kuasa Penuh dari Pemerintah-pemerintah yang hadir pada Konperensi Diplomatik yang diadakan di Jenewa dari tanggal 21 April 1949 sampai tanggal 21 Agustus 1949, dengan maksud meninjau kembali Konvensi Jenewa untuk pertolongan kepada yang Luka dan Sakit dalam Tentara di Medan Pertempuran Darat tanggal 27 Juli 1929, telah bermufakat sebagai berikut :
Bab I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pihak-pihak Peserta Agung berkewajiban untuk menghormati dan menjamin penghormatan atas Konvensi ini dalam segala keadaan.
Pasal 2
Sebagai tambahan atas ketentuan-ketentuan yang akan dilaksanakan dalam waktu damai, maka Konvensi ini akan berlaku untuk semua peristiwa perang yang diumumkan atau setiap sengketa bersenjata lainnya yang mungkin timbul antara dua atau lebih Pihak-pihak Peserta Agung, sekalipun keadaan perang tidak diakui oleh salah satu antara mereka.
Konvensi ini juga akan berlaku untuk semua peristiwa pendudukan sebagian atau seluruhnya dari wilayah Pihak Peserta Agung, sekalipun pendudukan tersebut tidak menemui perlawanan bersenjata.
Meskipun salah satu dari Negara-negara dalam sengketa mungkin bukan peserta Konvensi ini, Negara-negara yang jadi peserta Konvensi ini akan tetap sama terikat olehnya didalam hubungan antara mereka. Mereka selanjutnya terikat oleh Konvensi ini dalam hubungan dengan Negara bukan peserta, apabila Negara yang tersebut kemudian ini menerima dan melaksanakan ketentuan-ketentuan Konvensi ini.
Pasal 3

Dalam hal sengketa bersenjata yang tidak bersifat internasional yang berlangsung dalam wilayah salah satu dari Pihak Peserta Agung; tiap Pihak dalam sengketa itu akan diwajibkan untuk melaksanakan sekurang-kurangnya ketentuan-ketentuan berikut :
1. Orang-orang yang tidak turut serta aktip dalam sengketa itu, termasuk anggota angkatan perang yang telah meletakkan senjata-senjata mereka serta mereka yang tidak lagi turut serta (hors de combat) karena sakit, luka-luka, penahanan atau sebab lain apapun, dalam keadaan bagaimanapun harus diperlakukan dengan kemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga yang didasarkan atas suku, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan, atau setiap kriteria lainnya serupa itu. Untuk maksud ini, maka tindakan-tindakan berikut dilarang dan tetap akan dilarang untuk dilakukan terhadap orang-orang tersebut diatas pada waktu dan ditempat apapun juga :
(a) tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, terutama setiap macam pembunuhan, pengudungan, perlakuan kejam dan penganiayaan;
(b) penyanderaan;
(c) perkosaan atas kehormatan pribadi, terutama perlakuan yang menghina dan merendahkan martabat;
(d) menghukum dan menjalankan hukuman mati tanpa didahului keputusan yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang dibentuk secara teratur, yang memberikan segenap jaminan peradilan yang diakui sebagai keharusan oleh bangsa-bangsa beradab.
2. Yang luka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat.
Sebuah badan humaniter tidak berpihak, seperti Komite Palang Merah Internasional, dapat menawarkan jasa-jasanya kepada Pihak-pihak dalam sengketa.
Pihak-pihak dalam sengketa, selanjutnya harus berusaha untuk menjalankan dengan jalan persetujuan-persetujuan khusus, semua atau sebagian dari ketentuan lainnya dari Konvensi ini.
Pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut diatas tidak akan mempengaruhi kedudukan hukum Pihak-pihak dalam sengketa.
Pasal 4

Negara-negara netral harus melaksanakan secara analogi ketentuan-ketentuan Konvensi ini terhadap yang luka dan sakit, dan terhadap petugas dinas kesehatan serta rohaniwan dari angkatan perang dari Pihak-pihak dalam sengketa, yang diterima atau ditawan dalam wilayahnya, demikian pula terhadap orang-orang yang meninggal yang diketemukan.
Pasal 5
Bagi orang-orang yang dilindungi yang telah jatuh dalam tangan musuh, Konvensi ini akan berlaku hingga saat pemulangan mereka yang terakhir.




Pasal 6
Sebagai tambahan atas persetujuan-persetujuan yang sengaja ditentukan dalam Pasal-pasal 10,15,23,28,31,36,37, dan 52, maka Pihak-pihak Peserta Agung dapat mengadakan persetujuan-persetujuan khusus lainnya untuk semua hal, yang mereka mungkin anggap sesuai untuk diatur tersendiri. Tidak ada persetujuan khusus boleh merugikan keadaan yang luka dan sakit, petugas dinas kesehatan atau rohaniwan, sebagaimana disebut dalam Konvensi ini, maupun membatasi hak-hak yang oleh Konvensi ini diberikan kepada mereka.
Yang luka dan sakit, demikian pula petugas dinas kesehatan dan rohaniwan akan terus mendapat manfaat dari persetujuan tersebut selama Konvensi ini masih berlaku bagi mereka, kecuali apa bila termuat ketentuan-ketentuan yang jelas bertentangan dalam persetujuan-persetujuan tersebut diatas atau dalam persetujuan-pesetujuan yang dibuat kemudian, atau apabila tindakan-tindakan yang lebih menguntungkan telah diambil mengenai mereka oleh salah satu Pihak dalam sengketa.

Pasal 7

yang luka dan sakit, begitu pula petugas dinas kesehatan serta rohaniwan sekali-kali tidak boleh menolak sebagian atau seluruhnya hak-hak yang diberikan kepada mereka oleh Konvensi ini, serta oleh persetujuan-persetujuan khusus seperti tersebut dalam Pasal terdahulu, apabila ada.

Pasal 8

Konvensi ini harus dilaksanakan dengan kerjasama serta dibawah pengawasan dari Negara-negara Pelindung yang berkewajiban melindungi kepentingan-kepentingan Pihak-pihak dalam sengketa. Untuk maksud ini, Negara-negara Pelindung boleh mengangkat disamping staf diplomatik dan konsuler mereka, utusan-utusan yang dipilih dari antara warga negara mereka atau warga negara-warga negara Negara netral lainnya. Utusan tersebut harus mendapat persetujuan Negara dengan siapa mereka akan melakukan kewajiban-kewajiban mereka.
Pihak-pihak dalam sengketa akan memudahkan sejauh mungkin pelaksanaan tugas-tugas para wakil dan utusan Negara-negara Pelindung.
Para wakil atau utusan Negara-negara Pelindung bagaimanapun juga tidak boleh melampaui tugas mereka dibawah Konvensi ini.
Mereka terutama harus memperhatikan kepentingan-kepentingan keamanan yang sangat mendesak daripada Negara dimana mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka. Pembatasan-pembatasan terhadap kegiatan-kegiatan mereka hanya boleh diadakan sebagai suatu tindakan pengecualian dan sementara, apabila hal ini ternyata perlu karena adanya kepentingan-kepentingan militer yang sangat mendesak.


Pasal 9

Ketentuan-ketentuan Konvensi ini tidak merupakan penghalang bagi kegiatan-kegiatan perikemanusiaan, yang mungkin diusahakan oleh Komite Palang Merah Internasional atau tiap-tiap organisasi humaniter lainnya yang tidak berpihak, untuk melindungi dan menolong yang luka dan sakit, petugas dinas kesehatan dan rohaniwan, selama kegiatan-kegiatan itu mendapat persetujuan Pihak-pihak dalam sengketa bersangkutan.
Pasal 10
Pihak-pihak Peserta Agung setiap waktu dapat bermufakat untuk mempercayakan kepada suatu organisasi, yang memberi segala jaminan tentang sifat tidak berpihak dan kesanggupan bekerjanya, kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada Negara-negara Pelindung berdasarkan Konvensi ini.
Apabila karena alasan apapun juga yang luka dan sakit atau petugas dinas kesehatan dan rohaniwan tidak mendapat manfaat atau berhenti mendapat manfaat, dari kegiatan-kegiatan Negara Pelindung atau dari kegiatan-kegiatan organisasi sebagaimana ditentukan dalam paragrap pertama diatas, maka Negara Penahan harus meminta suatu Negara atau organisasi netral untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan dibawah Konvensi ini oleh Negara Pelindung yang ditunjuk oleh Pihak-pihak dalam sengketa.
Apabila perlindungan tersebut tidak dapat diusahakan secara demikian, maka Negara Penahan harus meminta atau menerima sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal ini, tawaran jasa-jasa suatu organisasi humaniter seperti Komite Palang Merah Internasional, untuk menyelenggarakan pekerjaan perikemanusiaan yang harus diselenggarakan oleh Negara Pelindung dibawah Konvensi ini.
Setiap Negara netral, atau organisasi yang diundang oleh Negara yang bersangkutan atau yang mengajukan diri untuk maksud-maksud itu, harus bertindak dengan rasa tanggung jawab terhadap Pihak dalam sengketa yang ditaati oleh orang-orang yang dilindungi oleh Konvensi ini, dan harus memberikan cukup jaminan-jaminan bahwa ia mampu untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang bersangkutan serta akan melakukannya secara tidak berpihak.
Penyimpangan dari ketentuan-ketentuan diatas dengan persetujuan khusus, tidak boleh dibuat bila salah stu negara walau sementara terbatas kebebasannya untuk berunding dengan Negara lain atau sekutu-sekutunya karena peristiwa-peristiwa militer, terutama bila seluruh atau sebagian besar dari wilayah Negara tersebut telah diduduki.
Dimanapun dalam Konvensi ini ada disebutkan suatu Negara Pelindung, sebutan itu juga berlaku bagi organisasi-organisasi pengganti dalam arti Pasal ini.

Pasal 11

Dalam hal-hal dimana oleh mereka dianggap perlu demi kepentingan-kepentingan orang-orang yang dilindungi, terutama dalam hal terdapatnya perbedaan pendapat antara Pihak-pihak dalam sengketa mengenai pelaksanaan atau penafsiran ketentuan-ketentuan Konvensi ini, maka Negara-negara Pelindung harus memberikan jasa-jasa baik mereka untuk menyelesaikan perbedaan pendapat itu.
Untuk maksud ini, tiap Negara Pelindung boleh, atau atas undangan salah satu Pihak atau atas inisiatip sendiri, mengusulkan kepada Pihak-pihak dalam sengketa suatu pertemuan antara wakil-wakil mereka, terutama penguasa-penguasa yang bertanggung jawab atas yang luka dan sakit, petugas dinas kesehatan dan rohaniwan, yang sedapat mungkin diadakan atas wilayah netral yang dipilih sepantasnya. Pihak-pihak dalam sengketa harus melaksanakan usul-usul yang diajukan kepada mereka untuk maksud ini. Negara-negara Pelindung dapat, apabila perlu, mengusulkan untuk disetujui oleh Pihak-pihak dalam sengketa, seorang yang berasal dari Negara Netral atau yang dikuasakan oleh Komite Palang Merah Internasional, yang akan diundang mengambil bagian dalam pertemuan tersebut.



BAB II

YANG LUKA DAN SAKIT

Pasal 12

Anggota angkatan perang dan orang-orang lain yang disebut dalam Pasal berikut, yang luka atau sakit wajib dihormati dan dilindungi dalam segala keadaan.
Mereka wajib diperlakukan secara perikemanusiaan dan dirawat oleh Pihak dalam sengketa dalam kekuasaan siapa mereka mungkin berada,tanpa perbedaan merugikan yang didasarkan atas kelamin, suku, kebangsaan, agama , pendapat-pendapat politik atau setiap kriteria lainnya serupa itu.
Tiap percobaan pembunuhan terhadap mereka atau tindakan kekerasan atas mereka harus dilarang keras;mereka khususnya tidak boleh dibunuh atau dimusnahkan, dijadikan objek penganiayaan atau percobaan biologis; mereka tidak boleh dengan sengaja ditinggalkan tanpa bantuan dan perawatan kesehatan, begitu pula tidak boleh ditimbulkan keadaan-keadaan yang mengakibatkan mereka mendapat penyakit menular atau infeksi.
Hanya alasan-alasan kesehatan yang mendesak dapat menentukan prioritas dalam urutan pengobatan yang diberikan.
Wanita harus diperlakuakan dengan segala kehormatan yang patut diberikan mengingat jenis kelamin mereka.
Pihak dalam sengketa yang terpaksa meninggalkan yang luka dan sakit ditangan musuh harus meninggalkan pada mereka sebagian dari anggota dan bahan dinas kesehatan untuk menolong perawatan mereka, sejauh pertimbangan-pertimbangan militer mengijinkannya.

Pasal 13

Konvensi ini akan berlaku terhadap yang luka dan yang sakit yang termasuk dalam golongan-golongan berikut :
(1) Anggota-anggota angkatan perang dari suatu Pihak dalam sengketa, begitu pula anggota-anggota milisi atau barisan sukarela,yang merupakan bagian dari angkatan perang itu;
(2) Anggota-anggota milisi serta anggota-anggota dari barisan sukarela lainnya termasuk gerakan perlawanan yang diorganisir, yang tergolong pada suatu Pihak dalam sengketa dan beroperasi didalam atau diluar wilayah mereka, sekalipun wilayah itu diduduki, asal saja milisi atau barisan sukarela tersebut, termasuk gerakan perlawanan yang diorganisir, memenuhi syarat-syarat berikut :
a dipimpin oleh seorang yang bertanggung jawab atas bawahannya;
b mempunyai tanda pengenal khusus yang tetap yang dapat dikenal dari jauh;
c membawa senjata terng-terangan;
d melakukan operasi-operasi mereka sesuai dengan hukum-hukum dan kebiasaan-kebiasaan perang.;

3) Anggota-anggota angkatan perang reguler tunduk pada suatu pemerintah atau kekuasaan yang tidak diakui Negara Penahan;
4) Orang-orang yang menyertai angkatan perang tanpa dengan sebenarnya menjadi anggota dari angkatan perang itu,seperti anggota sipil awak pesawat terbang militer, wartawan perang, pemasok perbekalan, anggota-anggota kesatuan kerja atau dinas-dinas yang bertanggung jawab atas kesejahteraan angkatan perang, asal saja mereka telah mendapat pengesahan dari angkatan perang yang mereka sertai;
5) Anggota awak kapal pelayaran niaga termasuk nahkoda,pemandu laut,taruna,dan awak pesawat terbang sipil dari Pihak-pihak dalam sengketa, yang tidak mendapat perlakuan yang lebih menguntungkan menurut ketentuan-ketentuan lain apapun dalam hukum internasinal.
6) Penduduk wilayah yang belum diduduki yang tatkala musuh mendekat, atas kemauan sendiri dan dengan serentak mengangkat senjata untuk melawan pasukan-pasukan yang menyerebu, tanpa mempunyai waktu untuk membentuk kesatuan-kesatuan bersenjata antara mereka yang teratur,asal saja mereka membawa senjata secara terang-terangan dan menghormati hukum-hukum dan kebiasaan-kebiasaan perang.

Pasal 14

Dengan mengingat ketentuan Pasal 12,yang luka dan yang sakit dari suatu pihak yang berperang yang jatuh kedalam tangan musuh, akan menjadi tawanan perang dan terhadap mereka akan berlaku ketentuan-ketentuan hukum internasional mengenai tawanan perang.




Pasal 15

Setiap waktu,dan terutama sesudah pertempuran,Pihak-pihak dalam sengketa, tanpa suatu penundaan,harus mengambil semua tindakan yang mungkin untuk mencari dan mengumpulkan yang luka dan sakit,untuk melindungi mereka terhadap perampokan dan perlakuan buruk,untuk menjamin perawatan yang cukup dan untuk mencari yang mati serta mecegah perampasan atas diri mereka.
Bilamana saja keadaan mengijinkan, suatu gencatan senjata atau penghentian tembak-menembak harus diusahakan,atau diadakan usaha-usaha setempat untuk memungkinkan pengambilan, penukaran dan pengangkutan yang luka dan sakit di medan pertempuran. Demikian pula dapat diadakan usaha-usaha setempat antara Pihak-pihak dalam sengketa untuk pengambilan atau penukaran yang luka dan sakit dari suatu daerah yang dikepung atau terkurung, dan untuk memberikan kesempatan lewat kepada anggota dan perlengkapan dinas kesehatan dan keagamaan dalam perjalanan mereka kedaerah itu.



Pasal 16

Pihak-pihak dalam sengketa harus selekas mungkin mencatat mengenai tiap orang yang luka,sakit atau mati dari Pihak lawan yang jatuh dalam tangannya setiap keterangan yang dapat membantu untuk mengenalnya.
Catatan-catatan ini sedapat mungkin harus meliputi :
(a) nama Negara yang ditaatinya;
(b) nomor tentara,resimen,pribadi atau nrp;
(c) nama keluarga;
(d) nama atau nama-nama kecil;
(e) tanggal lahir;
(f) tiap keterangan lainnya yang tercantum pada kartu atau tanda pengenalnya(identity card or disc);
(g) tanggal dan tempat penangkapan atau kematian;
(h) keterangan-keterangan mengenai luka-luka atau penyakit atau sebab kematian.
Keterangan-keterangan tersebut diatas selekas mungkin harus dikirimkan kepada Kantor Penerangan Yang tersebut dalam Pasal 122 dari Konvensi Jenewa tentang Perlakuan Tawanan Perang tanggal 12 Agustus 1949, yang harus meneruskan kepada Negara yang ditaati oleh orang-orang itu, dengan perantaraan Negara pelindung serta Kantor Pusat tawanan Perang.
Pihak-pihak dalam sengketa harus menyiapkan dan saling mengirimkan melalui kantor diatas, keterangan kematian atau daftar-daftar kematian yang disahkan sewajarnya. Mereka juga harus mengumpulkan dan mengirimkan melalui kantor yang sama separuh dari tanda pengenal rangkap, surat wasiat atau dokumen-dokumen lainnya yang penting bagi keluarga terdekat,uang dan pada umumnya semua barang yang bernilai intrinsik atau sentimentil, yang ditemukan pada jenazah. Barang-barang ini,bersama barang-barang yang tidak dikenal,harus dikirimkan dalam bungkusan-bungkusan yang disegel,disertai pernyataan-pernyataan yang memberikan segala keterangan yang perlu untuk mengenali pemiliknya yang meninggal beserta suatu daftar lengkap mengenai isi bungkusan itu.

Pasal 17

Pihak-pihak dalam sengketa harus menjamin bahwa pemakaman atau pembakaran jenazah diselenggarakan secara perseorangan sejauh keadaan mengijinkan,didahului oleh suatu pemeriksaan yang teliti, apabila mungkin oleh pemeriksaan kedokteran,atas jenazah untuk menegaskan kematian itu,menetapkan identitas, dan memungkinkan dibuatnya suatu laporan. Separuh dari tanda pengenal rangkap atau tanda pengenal itu sendiri apabila tanda pengenal tunggal harus tetap ditinggalkan pada tubuh itu. Jenazah tidak boleh dibakar kecuali karena alasan-alasan kesehatan yang mendesak atau karena sebab-sebab berdasarkan agama yang meninggal. Dalam hal pembakaran mayat,maka keadaan serta alasan-alasan pembakaran itu harus dicatat sampai detail-detailnya dalam keterangan kematian atau pada daftar kematian yang disahkan.
Mereka selanjutnya harus menjamin bahwa jenazah dimakamkan dengan hormat,apabila mungkin menurut upacara-upacara agama mereka,bahwa makam mereka dihormati,apabila mungkin dikumpulkan menurut kebangsaan yang meninggal,dipelihara sepatutnya serta diberi tanda agar makam-makam itu selalu dapat ditemukan. Untuk maksud ini,maka Pihak-pihak dalam sengketa harus mengorganisir pada permulaan permusuhan suatu Dinas Resmi Pendaftaran Kuburan untuk memungkinkan penggalian kembali dikemudian hari,serta untuk menjamin identifikasi jenazah-jenazah itu, dimanapun letek kuburan itu serta kemungkinan pengangkutannya ke negara asal.
Ketentuan-ketentuan ini berlaku pula bagi abu jenazah yang harus disimpan oleh Dinas Pendaftaran Kuburan sampai pada saat pengembaliannya dengan baik sesuai dengan keinginan-keinginan negara asal.
Segera setelah keadaan mengizinkan dan selambat-lambatnya pada ahir permusuhan,Dinas-dinas ini melalui kantor Penerangan yang disebutkan pada paragrap kedua dari Pasal 16 harus mengadakan pertukaran daftar-daftar yang menunjukan letak yang tepat serta pemberian tanda-tanda makam-makam itu berikut keterangan-keterangan men******************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************** para penduduk dan perhimpunan-perhimpunan penolong,walau didaerah yang diserbu atau didukung sekalipun, untuk secara spontan mengumpulkan dan merawat yang luka dan sakit yang berkebangsaan apapun. Penduduk sipil harus menghormati yang luka dan sakit ini dan khususnya tidak boleh bertindak dengan kekerasan terhadap mereka.
Seseorang tidak boleh dianiaya atau dihukum karena telah merawat yang luka dan sakit.
Ketentuan-ketentuan pasal ini tidak membebaskan Negara pendudukan dari kewajiban-kewajiban untuk memberikan perawatan jasmaniah dan rohaniah kepada yang luka dan sakit.
BAB III
KESATUAN-KESATUAN DAN BANGUNAN-BANGUNAN
KESEHATAN
Pasal 19

Bangunan-bangunan tetap dan kesatuan kesehatan bergerak dari Dinas Kesehatan dalam keadaan apapun tidak boleh diserang,tetapi selalu harus dihormati dan dilindungi oleh pihak-pihak dalam sengketa. Bilamana bangunan-bangunan tetap dan kesatuan-kesatuan kesehatan bergerak itu jatuh dalam tangan pihak lawan,maka anggota-anggotanya harus bebas untuk melanjutkan kewajiban-kewajiban mereka,selama negara yang menawan mereka tidak menjamin sendiri perawatan yang perlu bagi yang luka dan sakit yang terdapat dalam bangunan-bangunan berikut dan kesatuan-kesatuan tersebut.
Penguasa-penguasa yang bertanggung jawab harus menjamin bahwa bangunan-bangunan dan kesatuan-kesatuan kesehatan tersebut sedapat mungkin ditempatkan dengan cara sedemikian rupa sehingga penyerangan atas sasaran-sasaran militer tidak membahayakan keselamatan mereka.

Pasal 20

Kapal-kapal kesehatan yang berhak atas perlindungan dari konvensi Jenewa untuk Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Perang dilaut yang Luka,Sakit Dan Korban Karam tanggal 12 Agustus 1949,tidak boleh diserang dari daratan.
Pasal 21

Perlindungan dari serangan yang merupakan hak dari bangunan-bangunan tetap dan kesatuan-kesatuan kesehatan bergerak dari dinas kesehatan,tidak akan berahir,kecuali jika bangunan-bangunan dan kesatuan-kesatuan itu dipergunakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan diluar kewajiban-kewajiban perikemanusiaan mereka yang merugikan musuh. Tetapi perlindungan hanya dapat berakhir sesudah diberikan peringatan sepatutnya dengan menyebutkan dimana perlu suatu batas waktu yang pantas,dan setelah peringatan tersebut tetap tidak diindahkan.

Pasal 22

Keadaan-keadaan ini tidak akan dianggap sebagai meniadakan perlindungan atas kesatuan atau bangunan kesehatan yang dijamin oleh pasal 19 :
(1) Bahwa anggota kesatuan atau petugas bangunan kesehatan dipersenjatai dan bahwa mereka menggunakan senjata itu untuk membela diri atau untuk membela yang luka dan sakit yang ada dalam pemeliharaan mereka.
(2) Bahwa dalam ketiadaan prajurit kesehatan yang dipersenjatai,kesatuan atau bangunan dilindungi oleh piket atau penjaga-penjaga atau pengawal.
(3) Bahwa ditemukan dalam kesatuan atau bangunan itu senjata ringan dan amunisi yang telah diambil dari yang luka dan sakit,dan belum diserahkan kepada dinas yang bersangkutan.
(4) Bahwa anggota dan sarana dinas kesehatan ditemukan dalam kesatuan atau bangunan, tanpa menjadi bagian integral dari kesatuan atau bangunan itu.
(5) Bahwa kegiatan perikemanusiaan dari pada kesatuan-kesatuan dan bangunan-bangunan kesehatan atau anggota-anggotanya meluas sampai pada perawatan orang-orang sipil yang luka dan sakit.

Pasal 23

Dalam waktu damai,Pihak-pihak peserta agung,dan sesudah pecahnya permusuhan,Pihak-pihak dalam sengketa boleh membentuk didalam wilayahnya sendiri dan apabila perlu, dalam wilayah yang diduduki, daerah-daerah dan perkampungan kesehatan yang diorganisir sedemikian rupa sehingga melindungi yang luka dan sakit dari akibat-akibat perang, beserta petugas-petugas yang diserahi tugas organisasi dan administrasi daerah-daerah dan perkampungan tersebut serta perawatan orang-orang yang terhimpun didalamnya.
Pada pecahnya dan selama jalannya permusuhan Pihak-pihak bersangkutan dapat mengadakan persetujuan-persetujuan untuk saling mengakui derah-daerah dan perkampungan-perkampungan kesehatan yang telah mereka bentuk. Untuk maksud ini mereka dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan dari Rancangan persetujuan yang dilampirkan pada Konvensi ini,dengan perubahan-perubahan yang mereka anggap perlu.
Negara-negara pelindung dan Komite Palang Merah Internasional diminta untuk memberi jasa-jasa baik mereka untuk mempermudah pembentukan lembaga itu dan pengakuan atas daerah-daerah dan perkampungan-perkampungan kesehatan ini.






Bab IV
ANGGOTA DINAS KESEHATAN
Pasal 24

Anggota dinas kesehatan yang dipekerjakan khusus untuk mencari atau mengumpulkan,mengangkut atau merawat yang luka dan sakit,atau untuk mencegah penyakit,dan staf yang dipekerjakan khusus dalam administrasi kesatuan-kesatuan dan bangunan-bangunan kesehatan,demikian juga rohaniwan yang bertugas dalam angkatan perang,harus dihormati dan dilindungi dalam segala keadaan.
Pasal 25

Anggota-anggota angkatan perang yang khusus dilatih untuk dipekerjakan, kalau perlu sebagai pengawal rumah sakit, jururawat-jururawat atau pembantu-pembantu pengangkat tandu,dalam mencari atau mengumpulkan,mengangkut atau merawat yang luka dan sakit, juga harus dihormati dan dilindungi apabila mereka sedang melakukan kewajiban-kewajibannya pada saat mereka bertemu dengan musuh atau jatuh dalam tangan musuh.



Pasal 26

Anggota perhimpunan Palang Merah Nasional dan Anggota Perhimpunan Penolong Sukarela lainnya yang diakui dan disahkan sepatutnya oleh Pemerintahnya, yang mungkin menjalankan kewaiban-kewajiban yang sama seperti anggota dinas kesehatan yang disebut dalam pasal 24,mempunyai kedudukan yang sama seperti anggota dinas kesehatan yang disebut dalam pasal tersebut,asal saja anggota perhimpunan-perhimpunan itu tunduk pada hukum dan peraturan-peraturan militer.
Setiap Pihak Peserta Agung harus memberitahukan pihak lainnya baik dalam waktu damai ataupun pada permulaan atau selama berlangsungnya pemusuhan, tetapi senantiasa sebelum saat mempekerjakan mereka dengan sebenarnya, nama-nama dari perhimpunan-perhimpunan yang telah diberikan ijin untuk, atas tanggung jawabnya, memberiakn bantuan pada dinas kesehatan tetap angkatan perangnya.

Pasal 27

Suatu perhimpunan yang diakui dari suatu negara netral hanya boleh memperbantukan anggota dinas dan kesatuan kesehatannya kepada suatu Pihak dalam pertikaian setelah memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Pemerintahnya sendiri dan mendapat ijin dari Pihak dalam sengketa bersangkutan. Anggota dinas kesehatan dan kesatuan-kesatuan tersebut akan ditempatkan dibawah kekuasaan Pihak dalam sengketa itu.
Pemerintah netral itu harus memberitahukan persetujuannya itu kepada pihak lawan dari Negara yang menerima bantuan itu. Pihak dalam sengketa yang menerima bantuan tersebut diwajibkan untuk memberitahu Pihak lawan tentang bantuan itu sebelum menggunakannya.
Bantuan itu sekali-kali tidak boleh dianggap sebagai campur tangan dalam sengketa.
Anggota-anggota dinas kesehatan yang disebut dalam paragrap pertama,harus diperlengkapi seperlunya dengan kartu-kartu pengenal sebagaimana ditentukan dalam pasal 40 sebelum meninggalkan Negara netral dari mana mereka berasal.
Pasal 28

Anggota dinas kesehatan yang disebut dalam Pasal 24 dan 26,yang jatuh dalam tangan Pihak lawan, akan dipertahankan untuk dipekerjakan hanya sejauh keadaan kesehatan,keperluan rohani serta jumlah banyaknya tawanan perang membutuhkannya.
Anggota dinas kesehatan yang dipertahankan untuk dipekerjakan tersebut itu tidak akan dipandang sebagai tawanan perang. Walaupun demikian,mereka sedikit-dikitnya harus mendapat manfaat dari semua ketentuan-ketentuan Konvensi Jenewa tentang perlakuan tawanan perang tanggal 12 Agustus 1949. Dalam rangka hukum dan peraturan-peraturan militer negara penahan dan dibawah dinas yang kompeten, maka anggota dinas kesehatan itu boleh terus mengerjakan, sesuai dengan etika profesinya, kewajiban-kewajiban kesehatan dan kerohanian mereka untuk kepentingan para tawanan perang,sebaiknya untuk kepentingan para tawanan perang dari angkatan perang dalam mana mereka sendiri tergolong. Mereka selanjutnya harus mendapat fasilitas-fasilitas berikut untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban kesehatan dan kerohanian mereka :
a) Mereka akan diperbolehkan mengunjungi secara berkala para tawanan perang yang berada dalam kesatuan-kesatuan kerja atau rumah sakit-rumah sakit diluar tempat tawanan. Negara penahan harus menyediakan alat pengangkutan yang diperlukan mereka.
b) Dalam setiap tempat tawanan,perwira kesehatan senior dengan pangkat tertinggi,harus bertanggung jawab kepada penguasa-penguasa militer tempat tawanan itu untuk kegiatan jabatan dari anggota dinas kesehatan yang ditahan untuk dipekerjakan tersebut. Untuk maksud ini maka sejak permulaan pecahnya permusuhan,Pihak-pihak dalam sengketa harus bermufakat mengenai persamaan tingkat pangkat dari anggota dinas kesehatan mereka, termasuk dinas anggota kesehatan perhimpunan-perhimpunan yang disebut dalam pasal 26. Dalam semua persoalan yang timbul dari kewajiban-kewajiban mereka,maka perwira kesehatan dan pemuka agama harus dapat berhubungan langsung dengan penguasa-penguasa militer dan kesehatan dari tempat tawanan itu,yang harus memberikan kepada mereka fasilitas-fasilitas yang mereka mungkin perlukan untuk melakukan surat menyurat mengenai persoalan-persoalan ini.
c) Walaupun anggota dinas kesehatan dan pemuka agama dipekerjakan dalam tempat tawanan harus tunduk pada disiplin intern,namun mereka tidak boleh diwajibkan untuk melakukan pekerjaan apapun juga diluar kewajiban-kewajiban kesehatan dan keagamaan mereka.

Selama berlangsungnya permusuhan, Pihak-pihak dalam sengketa harus mengadakan pengaturan-pengaturan untuk membebastugaskan dimana mungkin anggota-anggota dinas kesehatan yang dipekerjakan dan menetapkan prosedur pembebasan itu.
Tiada ketentuan-ketentuan terdahulu membebaskan Negara Penahan dari kewajiban-kewajiban yang ada padanya berkenaan dengan kesejahteraan kesehatan dan rohani para tawanan perang.
Pasal 29

Anggota-anggota dinas kesehatan pembantu yang disebut dalam Pasal 25 yang telah jatuh dalam tangan musuh,adalah tawanan perang,tetapi harus dipekerjakan dalam kewajiban-kewajiban kesehatan mereka selama keadaan memerlukannya
Pasal 30

Anggota-anggota dinas kesehatan dan keagamaan yang penahanannya untuk dipekerjakan tidak sangat diperlukan menurut ketentuan-ketentuan Pasal 28,harus dikembalikan kepada Pihak dalam sengketa dimana mereka termasuk, sesegera suatu jalan terbuka untuk pengembaliannya itu dan kepentingan militer mengijinkannya.
Selama menunggu pengembaliannya,mereka tidak akan dianggap sebagai tawanan perang. Walaupun demikian mereka sedikit-dikitnya harus mendapat manfaat dari semua ketentuan Konvensi Jenewa tentang Perlakuan Tawanan Perang tanggal 12 Agustus 1949. Mereka harus terus memenuhi kewajiban-kewajiban mereka dibawah kekuasaan pihak lawan dan sebaiknya tetap melaksanakan perawatan bagi yang luka dan sakit dari Pihak dalam sengketa dimana mereka sendiri tergolong.
Pada saat keberangkatannya mereka harus membawa serta harta benda, milik pribadi, barang-barang berharga serta alat-alat kepunyaan mereka.

Pasal 31

Pemilihan anggota dinas kesehatan dan keagamaan untuk dikembalikan menurut Pasal 30 harus dilakukan dengan tidak mengindahkan pertimbangan apapun tentang suku,agama atau pendapat politik,akan tetapi sebaiknya sesuai dengan urutan waktu penangkapan serta keadaan kesehatan mereka.
Mulai dari saat pecahnya permusuhan, Pihak-pihak dalam sengketa dapat menetapkan dengan persetujuan khusus, presentase anggota dinas kesehatan dan keagamaan yang akan ditahan untuk dipekerjakan, menurut imbangan jumlah banyaknya tawanan dan pembagian anggota dinas-dinas tersebut dalam tempat-tempat tawanan.

Pasal 32

Orang-orang yang disebut dalam Pasal 27 yang telah jatuh dalam tangan Pihak lawan tidak boleh ditawan.
Kecuali jika ada persetujuan lain,mereka harus diberi ijin untuk kembali ke negara mereka, atau apabila hal ini tidak mungkin,ke wilayah Pihak dalam sengketa untuk siapa mereka bekerja,sesegera suatu jalan terbuka untuk pengembalian mereka dan pertimbangan-pertimbangan militer mengijinkannya.
Selama menunggu pembebasannya mereka harus melanjutkan pekerjaannya dibawah petunjuk pihak lawan;mereka sebaiknya bekerja dalam perawatan yang luka dan sakit dari pihak dalam sengketa untuk siapa mereka telah bekerja.
Pada waktu berangkat, mereka harus membawa serta harta benda, barang pribadi dan benda-benda berharga dan alat-alat, senjata-senjata dan apabila mungkin alat pengangkutan milik mereka.
Pihak-pihak dalam sengketa harus menjamin bagi anggota-anggota dinas kesehatan dan keagamaan ini, selama mereka berada dalam kekuasaannya, makanan, penginapan, tunjangan dan upah yang sama sepert yang diberikan kepada anggota dinas-dinas yang sama dari angkatan perang mereka. Makanan itu bagaimanapun harus cukup dalam kwantitas dan kwalitas dan variasinya untuk memelihara anggota-anggota tersebut dalam keadaan kesehatan normal.



Bab V
GEDUNG DAN PERLENGKAPAN
Pasal 33

Perlengkapan - perlengkapan kesatuan - kesatuan kesehatan bergerak angkatan perang yang jatuh dalam tangan musuh, harus disediakan untuk perawatan yang luka dan sakit.
Gedung-gedung, perlengkapan serta persediaan-persediaan bangunan-bangunan kesehatan tetap dari angkatan perang harus tetap tunduk pada hukum perang,akan tetapi tidak boleh dipergunakan untuk maksud yang lain selama diperlukan untuk perawatan yang luka dan sakit. Walaupun demikian,para komandan tentara di medan pertempuran boleh menggunakannya dalam hal keperluan militer yang mendesak,asal saja mereka terlebih dahulu mengadakan pengaturan-pengaturan untuk kesejahteraan yang luka dan sakit yang dirawat di dalamnya.
Bahan-bahan dan persediaan-persediaan yang disebut dalam Pasal ini tidak boleh dimusnahkan dengan sengaja.




Pasal 34

Benda bergerak dan tidak bergerak milik perhimpunan-perhimpunan penolong yang mendapat hak-hak istimewa menurut Konvensi ini,harus dianggap sebagai milik pribadi.
Hak Rekuisisi pihak-pihak berperang yang diakui oleh hukum-hukum dan kebiasaan-kebiasaan perang tidak boleh dilaksanakan kecuali dalam hal keperluan yang mendesak dan hanya setelah kesejahteraan yang luka dan sakit dijamin.


Bab VI
PENGANGKUTAN KESEHATAN
Pasal 35

Pengangkutan yang luka dan sakit atau alat-alat kedokteran harus dihormati dan dilindungi sama seperti kesatuan-kesatuan kesehatan bergerak.
Bilamana pengangkutan atau kendaraan demikian jatuh dalam tangan pihak lawan,maka pengangkutan dan kendaraan itu harus tunduk pada hukum perang,dengan syarat bahwa pihak dalam sengketa yang menangkapnya,harus dalam segala hal menjamin perawatan yang luka dan sakit yang ada didalamnya.
Anggota sipil dinas kesehatan serta semua alat pengangkutan yang diperoleh dengan jalan rekuisisi wajib tunduk pada ketentuan-ketentuan umum hukum internasional.


Pasal 36

Pesawat terbang kesehatan,yaitu pesawat terbang yang khusus dipergunakan untuk pemindahan yang luka dan sakit serta untuk pengangkutan anggota daln alat perlengkapan dinas kesehatan, tidak boleh diserang tapi harus dihormati oleh pihak-pihak berperang,selama terbang pada ketinggian, waktu dan rute yang khusus disetujui antara pihak-pihak berperang bersangkutan.
Pesawat terbang itu harus mamakai lambang-lambang pengenal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 38, yang dicantumkan dengan jelas bersama dengan bendera nasionalnya pada permukaan dibagian bawah, atas dan sisi tubuh pesawat. Pesawat terbang itu harus diperlengkapi dengan tanda atau alat pengenal lainnya yang mungkin telah disetujui antara pihak-pihak berperang pada waktu pecahnya atau selama berlangsungnya permusuhan.
Kecuali jika ada persetujuan lain, penerbangan-penerbangan diatas wilayah musuh atau diatas wilayah yang diduduki musuh adalah dilarang.
Pesawat terbang kesehatan harus mentaati setiap perintah untuk mendarat. Apabila terjadi pendaratan yang diperintahkan seperti itu, maka pesawat terbang dengan para penumpangnya dapat melanjutkan penerbangannya setelah dilakukan pemeriksaan kalau memang ada pemeriksaan.
Apabila terjadi suatu pendaratan terpaksa di wilayah musuh atau di wilayah yang diduduki musuh, yang luka dan sakit, demikian juga awak pesawat terbang itu akan menjadi tawanan perang. Anggota sipil dinas kesehatan harus diperlakukan sesuai dengan Pasal 24 dan pasal-pasal berikutnya.

Pasal 37

Kecuali jika diatur lain menurut ketentuan-ketentuan paragrap kedua,pesawat terbang kesehatan Pihak-pihak dalam sengketa boleh terbang diatas wilayah negara-negara netral, mendarat disitu dalam keadaan mendesak,atau menggunakan wilayah itu sebagai pelabuhan transit. Pesawat-pesawat terbang itu harus memberitahu Negara-negara netral itu terlebih dahulu tentang lintasan diatas wilayah tersebut, dan mentaati semua perintah untuk mendarat baik didarat atau dilaut. Pesawat terbang itu tidak boleh diserang hanya jika sedang terbang pada rute-rute, ketinggian dan waktu yang khusus disetujui antara pihak-pihak dalam sengketa dan negara netral bersangkutan.
Tetapi negara-negara netral dapat menetapkan syarat-syarat atau pembatasan-pembatasan mengenai lalu lintas atau pendaratan pesawat terbang kesehatan dalam wilayahnya. Syarat-syarat atau pembatasan yang mungkin diadakan itu harus berlaku sama terhadap semua pihak-pihak dalam sengketa.
Kecuali jika disetujui lain antara negara netral dan pihak-pihak dalam sengketa, yang luka dan sakit yang diturunkan di wilayah netral oleh pesawat terbang kesehatan dengan persetujuan penguasa-penguasa setempat, akan ditahan oleh negara netral jika hukum internasional mengharuskannya,dengan cara sedemikian rupa sehingga mereka itu tak dapat lagi mengambil bagian dalam operasi peperangan. Biaya penempatan dan internir********************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************************sar putih, lambang-lambang tersebut juga diakui dalam ketentuan-ketentuan Konvensi ini.

Pasal 39

Atas petunjuk penguasa militer yang berwenang, lambang itu harus tampak pada bendera-bendera,ban lengan dan pada semua alat perlengkapan yang dipakai dalam dinas kesehatan.

Pasal 40

Orang-orang yang ditugaskan sesuai Pasal 24 dan dalam pasal 26 dan 27 harus memakai pada lengan kiri suatu ban lengan tahan basah yang memuat lambang pengenal, yang dikeluarkan dan dicap oleh penguasa militer.
Orang-orang tersebut selain memakai tanda pengenal yang disebutkan dalam Pasal 16 juga harus membawa suatu kartu pengenal khusus yang memuat lambang pengenal itu. Kartu ini harus tahan basah dan sedemikan rupa besarnya sehingga dapat dibawa dalam saku. Kartu itu harus dituliskan dalam bahasa nasional, dan harus menyebut sekurang-kurangnya nama keluarga dan nama kecil,tanggal lahir, pangkat serta nomor dinas si pemegang dan harus menyatakan dalam kedudukan apa pemegangnya berhak atas perlindungan Konvensi ini.
Kartu itu harus memuat potret si pemilik, juga tanda tangan atau cap jarinya atau kedua-duanya. Kartu itu harus dibubuhi cap penguasa militer.
Diseluruh angkatan perang yang sama kartu pengenal tersebut harus seragam dan sedapat mungkin, serupa bentuknya dalam angkatan-angkatan perang Pihak-pihak Peserta Agung. Pihak-pihak dalam sengketa dapat berpedoman dalam contoh yang dilampirkan pada Konvensi ini. Pada pecahnya permusuhan mereka harus saling memberitahukan bentuk kartu yang mereka pergunakan. Apabila mungkin kartu pengenal harus dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap dua, satu helai disimpan dinegara asal.
Orang-orang tersebut dalam keadaan apapun tidak boleh dirampas lencana atau kartu pengenal mereka, maupun dicabut hak mereka untuk memakai ban lengan. Bilamana lencana atau kartu pengenal itu hilang, mereka berhak untuk menerima salinan kartu-kartu itu dan mendapat penggantian lencana.

Pasal 41

Orang-orang yang disebut dalam Pasal 25 harus memakai sebuah ban lengan putih yang memuat ditengah-tengahnya tanda pengenal dalam bentuk kecil, akan tetapi hanya selama mereka menjalankan kewajiban-kewajiban kesehatan; ban lengan itu harus dikeluarkan dan distempel oleh penguasa militer.
Tanda pengenal militer yang dimiliki oleh orang-orang yang termasuk golongan ini harus menyebutkan pendidikan khusus apa yang mereka telah dapat, sifat sementara daripada tugas yang mereka jalankan dan hak mereka untuk memakai ban lengan itu.




Pasal 42

Bendera pengenal Konvensi hanya boleh dikibarkan di atas kesatuan-kesatuan dan bangunan-bangunan kesehatan yang menurut Konvensi berhak dihormati dan hanya dengan izin penguasa militer.
Pada kesatuan-kesatuan bergerak, demikian juga pada bangunan-bangunan tetap, bendera itu dapat didampingi oleh bendera nasional Pihak dalam sengketa di mana kesatuan atau bangunan itu termasuk.
Walaupun demikian, kesatuan-kesatuan yang telah jatuh dalam tangan musuh tidak boleh mengibarkan bendera apapun selain bendera Konvensi.
Pihak-pihak dalam sengketa harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan, sejauh pertimbangan-pertimbangan militer mengizinkan agar supaya lambang-lambang pengenal yang menandakan kesatuan dan bangunan kesehatan itu tampak jelas bagi pasukan-pasukan darat, udara atau laut musuh untuk menghindarkan kemungkinan suatu tindakan permusuhan.
Pasal 43

Kesatuan-kesatuan kesehatan negara netral yang mungkin telah diizinkan untuk memberikan jasa-jasa mereka kepada salah satu pihak yang berperang menurut syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal 27, harus mengibarkan disamping bendera Konvensi, bendera nasional pihak berperang itu, dimana saja pihak itu menggunakan hak yang diberikan kepadanya oleh Pasal 42.
Kecuali jika diatur lain oleh penguasa-penguasa militer yang bertanggung jawab, maka kesatuan-kesatuan kesehatan negara netral tersebut setiap saat dapat mengibarkan bendera nasionalnya, sekalipun mereka jatuh dalam tangan Pihak lawan.

Pasal 44

Dengan pengecualian hal-hal yang disebutkan dalam paragrap-paragrap berikut dari pasal ini, lambang Palang Merah atas dasar putih dengan kata-kata "Palang Merah", atau "Palang Jenewa" tidak boleh dipergunakan, baik dalam waktu damai maupun dalam waktu perang, kecuali untuk menunjukkan atau melindungi kesatuan-kesatuan dan bangunan-bangunan kesehatan, anggota-anggota serta bahan perlengkapan yang dilindungi oleh Konvensi ini dan lain-lain Konvensi-konvensi yang mengatur hal-hal serupa.
Hal ini berlaku pula bagi lambang-lambang yang disebut dalam Pasal 38, paragrap kedua, mengenai negara-negara yang menggunakannya. Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah Nasional dan Perhimpunan-perhimpunan lainnya yang disebut dalam Pasal 26, berhak untuk memakai lambang pengenal yang menimbulkan perlindungan dari Konvensi ini hanya dalam rangka paragrap ini.
Selanjutnya, Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah Nasional(Bulan Sabit Merah, Singa dan Matahari Merah), dalam waktu damai, sesuai dengan perundang-undangan nasional mereka dapat menggunakan nama dan lambang Palang Merah untuk kegiatan-kegiatan lainnya yang sesuai dengan azas-azas yang ditetapkan oleh Konperensi-konperensi Palang Merah Internasional.
Apabila kegiatan-kegiatan itu dilaksanakan dalam waktu perang, maka syarat-syarat pemakaian lambang itu harus sedemikian rupa sehingga pemakaiannya itu tidak dapat diartikan sebagai pemberian perlindungan oleh Konvensi; lambang itu harus agak kecil ukurannya dan tidak boleh dibubuhkan pada ban lengan atau pada atap gedung-gedung.
Organisasi-organisasi Palang Merah Internasional beserta anggota-anggotanya yang telah disahkan dengan sepatutnya harus setiap waktu diizinkan untuk menggunakan lambang Palang Merah atas dasar putih.
Sebagai suatu tindakan pengecualian sesuai dengan perundang-undang Nasional serta dengan izin tegas dari salah satu Perhimpunan Palang Merah Nasional (Bulan Sabit Merah, Singa dan Matahari Merah), lambang Konvensi dapat dipakai dalam waktu damai untuk mengidentifikasi kendaraan-kendaraan yang digunakan sebagai ambulans dan untuk menandai letak pos-pos penolong yang khusus ditugaskan untuk memberikan pengobatan cuma-cuma kepada yang luka dan sakit.





Bab VIII
PELAKSANAAN KONVENSI

Pasal 45

Setiap Pihak dalam sengketa, melalui Komandan-komandan tertingginya harus menjamin pelaksanaan dari Pasal-pasal terdahulu secara rinci dan menetapkan ketentuan-ketentuan untuk mengatur hal-hal yang tak terduga, sesuai dengan azas-azas umum Konvensi ini.
Pasal 46
Tindakan-tindakan pembalasan terhadap yang luka, sakit, para petugas, bangunan-bangunan atau perlengkapan yang dilindungi oleh Konvensi ini dilarang.
Pasal 47
Pihak Peserta Agung berjanji untuk baik di waktu damai maupun di waktu perang, menyebarluaskan teks Konvensi ini seluas mungkin dalam negara mereka masing-masing, dan terutama untuk memasukkan pengajarannya dalam program-program pendidikan militer, dan jika mungkin dalam program pendidikan sipil, sehingga azas-azas Konvensi ini dapat dikenal oleh seluruh penduduk, terutama angkatan perang, oleh anggota dinas kesehatan, dan para rohaniwan.

Pasal 48

Pihak-pihak peserta Agung harus saling menyampaikan melalui Dewan Federal Swis dan selama berlangsungnya permusuhan, melalui Negara-negara Pelindung, terjemahan-terjemahan resmi dari Konvensi ini, begitu pula undang-undang dan peraturan-peraturan yang dibuatnya untuk menjamin pelaksanaan Konvensi ini.
Bab IX
TINDAKAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN DAN
PELANGGARAN

Pasal 49

Pihak Peserta Agung berjanji untuk menetapkan undang-undang yang diperlukan untuk memberi sanksi pidana effektip terhadap orang-orang yang melakukan atau memerintahkan untuk melakukan salah satu di antara pelanggaran berat atas Konvensi ini seperti ditentukan di dalam Pasal berikut.
Tiap Pihak Peserta Agung berkewajiban untuk mencari orang-orang yang disangka telah melakukan atau memerintahkan untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran berat yang dimaksudkan, dan harus mengadili orang-orang tersebut, dengan tidak memandang kebangsaannya. Pihak Peserta Agung dapat juga, jika dikehendakinya, dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan perundang-undangannya sendiri, menyerahkan kepada Pihak Peserta Agung lain yang berkepentingan, orang-orang tersebut untuk diadili, asal saja Pihak Peserta Agung tersebut dapat menunjukkan suatu perkara prima facie.
Tiap Pihak peserta Agung harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk memberantas selain pelanggaran berat yang ditentukan dalam Pasal berikut, segala perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Konvensi ini.
Dalam segala keadaan, orang-orang yang dituduh harus mendapat jaminan-jaminan peradilan dan pembelaan yang wajar, yang tidak boleh kurang menguntungkan dari jaminan-jaminan yang diberikan oleh Konvensi Jenewa tentang Perlakuan Tawanan Perang tanggal 12 Agustus, 1949 sebagaimana diatur dalam Pasal 105 dan seterusnya.

Pasal 50

Pelanggaran-pelanggaran berat yang dimaksudkan oleh Pasal yang terdahulu ialah pelanggaran-pelanggaran yang meliputi perbuatan-perbuatan berikut, apabila dilakukan terhadap orang-orang atau milik yang dilindungi oleh Konvensi: pembunuhan disengaja, penganiayaan atau perlakuan tak berperikemanusiaan, termasuk percobaan-percobaan biologis, menyebabkan dengan sengaja penderitaan besar atau luka berat atas badan atau kesehatan, serta penghancuran yang luas dan tindakan perampasan atas harta benda yang tidak dibenarkan oleh kepentingan militer dan yang dilaksanakan dengan melawan hukum serta dengan semena-mena.


Pasal 51

Tidak Pihak Peserta Agung diperkenankan membebaskan dirinya atau Pihak Peserta Agung lain manapun dari tanggung jawab apapun yang disebabkan olenya sendiri atau oleh Pihak Peserta Agung lainnya berkenaan dengan pelanggaran-pelanggaran yang termaksud dalam Pasal yang terdahulu.


Pasal 52

Atas permintaan suatu Pihak dalam sengketa akan diadakan suatu pemeriksaan menurut cara yang akan ditentukan antara Pihak-pihak yang berkepentingan mengenai setiap pelanggaran yang disangka telah dilakukan terhadap Konvensi.
Apabila tidak terdapat persetujuan mengenai prosedur pemeriksaan, maka Pihak-pihak harus bermufakat untuk memilih seorang wasit yang akan memutuskan prosedur yang akan diikuti.
Sekali pelanggaran telah ternyata dilakukan, Pihak-pihak dalam sengketa harus mengakhirinya dan harus memberantasnya tanpa ditunda-tunda lagi.
Pasal 53
Pemakaian lambang atau sebutan "Palang Merah" atau "Palang Jenewa", atau tanda atau sebutan apapun yang merupakan tiruan dari padanya oleh perseorangan, perkumpulan-perkumpulan, perusahaan atau perseroan dagang baik pemerintah maupun swasta, selain dari mereka yang berhak di bawah Konvensi ini selalu harus dilarang, apapun maksud daripada pemakaiannya itu dan tanpa mengindahkan tanggal penggunaanya.
Dengan adanya penghormatan kepada negara Swis atas penggunaan warna-warna Federasi yang dibalik dan kemungkinan timbulnya kekeliruan antara lambang negara Swis dan lambang pengenal Konvensi, maka pemakaian lambang negara Konfederasi Swis oleh swasta perseorangan, perkumpulan-perkumpulan atau perusahaan-perusahaan atau pemakaian tanda-tanda yang merupakan tiruan dari padanya, baik sebagai merk perusahaan atau merk dagang atau bagian dari merk-merk tersebut, atau pemakaian untuk maksud yang berlawanan dengan kejujuran dagang, atau pemakaian dalam keadaan-keadaan yang dapat melukai perasaan kenasionalan Swis, selalu harus dilarang.
Walaupun demikian, Pihak-pihak Peserta Agung yang bukan peserta Konvensi Jenewa tanggal 27 Juli 1929, dapat memberikan kepada pemakai-pemakai lama lambang-lambang, sebutan-sebutan atau tanda-tanda seperti disebut dalam paragrap pertama suatu batas waktu yang tidak melebihi tiga tahun mulai dari berlakunya Konvensi ini untuk menghentikan pemakaian tersebut, asal saja pemakaian tadi tidak sedemikian rupa sehingga dalam waktu perang seakan-akan meberikan perlindungan berdasarkan Konvensi ini.
Larangan yang ditetapkan dalam paragrap pertama dari Pasal ini akan berlaku juga untuk lambang-lambang dan tanda-tanda yang disebutkan dalam paragrap kedua Pasal 38, tanpa mempengaruhi hak apapun yang diperoleh karena pemakaiannya terlebih dahulu.
Pasal 54
Apabila perundang-undangan mereka belum juga sempurna, Pihak-pihak Peserta Agung pada setiap saat harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk pencegahan dan pemberantasan tindakan-tindakan penyalahgunaan seperti tersebut dalam Pasal 53.
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Pasal 55
Konvensi ini diadakan dalam bahasa Inggeris dan Perancis. Kedua Naskah itu sama kekuatannya.
Dewan Federal Swis akan mengusahakan dibuatnya terjemahan resmi Konvensi ini ke dalam bahasa Rusia dan Spanyol.
Pasal 56
Konvensi yang bertanggal hari ini, terbuka untuk penandatanganan sampai tanggal 12 Pebruari 1950, bagi Negara-negara yang diwakili pada Konperensi yang dibuka pada tanggal 21 April 1949 di Jenewa, selanjutnya bagi Negara-negara yang tidak diwakili pada Konperensi itu, tetapi yang menjadi penandatangan Konvensi Jenewa Tahun 1864, 1906 atau 1929 tentang Pertolongan bagi yang luka dan sakit dalam Tentara di medan Pertempuran Darat.
Pasal 57
Konvensi ini harus diratifikasi selekas mungkin dan dokumen-dokumen ratifikasi harus disimpan di Bern.
Mengenai penyimpanan setiap dokumen ratifikasi akan dibuat suatu catatan resmi dan salinan-salinan yang disahkan dari catatan ini akan dikirim oleh Dewan Federal Swis kepada semua Negara yang telah menandatangani Konvensi ini atau yang telah menyatakan turut serta.
Pasal 58
Konvensi akan mulai berlaku enam bulan sesudah paling sedikit dua dokumen ratifikasi telah disimpan.
Sesudah itu, Konvensi ini akan mulai berlaku bagi setiap Pihak Peserta Agung enam bulan sesudah penyimpanan dokumen ratifikasi olehnya.
Pasal 59
Konvensi ini menggantikan Konvensi-konvensi tanggal 22 Agustus 1864, 6 Juli 1906, dan 27 Juli 1929, dalam hubungan-hubungan antara Pihak-pihak Peserta Agung.



Pasal 60

Mulai tanggal berlakunya, Konvensi ini akan terbuka untuk pernyataan aksesi bagi tiap Negara yang belum menandatanganinya.
Pasal 61

Pernyataan aksesi harus diberitahukan secara tertulis kepada Dewan Federal Swis, dan akan mulai berlaku enam bulan sesudah tanggal penerimaan pemberitahuan itu.
Dewan Federal Swis akan memberitahukan pernyataan aksesi itu kepada semua Negara yang telah menandatangani Konvensi ini, atau yang telah menyatakan aksesi.
Pasal 62
Keadaan-keadaan seperti ditentukan dalam Pasal-pasal 2 dan 3 akan mengakibatkan segera berlakunya ratifikasi-ratifikasi yang telah disimpan dan pernyataan aksesi yang diberitahukan oleh Pihak-pihak dalam sengketa sebelum atau sesudah dimulainya permusuhan atau pendudukan. Dewan Federal Swis akan meneruskan dengan cara secepat-cepatnya tiap ratifikasi atau pernyataan aksesi yang diterima dari Pihak-pihak dalam sengketa.

Pasal 63
Tiap-tiap Pihak Peserta Agung bebas untuk menyatakan tidak terikat lagi oleh Konvensi ini.
Pernyataan tidak terikat lagi tersebut harus diberitahukan secara tertulis kepada Dewan Federal Swis, yang akan meneruskan hal itu kepada Pemerintah-pemerintah semua Pihak-Pihak Peserta Agung.
Pernyataan tidak terikat lagi tersebut akan mulai berlaku satu tahun sesudah pemberitahuannya dilakukan kepada Dewan Federal Swis. Namun suatu pernyataan tidak terikat lagi yang telah diberitahukan pada suatu saat ketika Negara yang memutuskan ikatan itu terlibat dalam sengketa, tidak akan berlaku sampai perdamaian telah dicapai dan sesudah operasi-operasi yang bersangkutan dengan pembebasan dan pemulangan dari orang-orang yang dilindungi oleh Konvensi ini telah diakhiri.
Pernyataan tidak terikat lagi seperti itu akan berlaku hanya bagi negara yang menyatakannya. Pernyataan tidak terikat lagi itu sekali-kali tidak mengurangi kewajiban-kewajiban Pihak-pihak dalam sengketa yang tetap diwajibkan memenuhi kewajiban-kewajiban itu berdasarkan azas-azas hukum antara bangsa sebagaimana ditetapkan oleh adat kebiasaan yang terdapat antara bangsa-bangsa yang beradab, hukum perikemanusiaan dan panggilan hati nurani manusia.

Pasal 64

Dewan Federal Swis harus mendaftarkan Konvensi ini pada Sekretariat Perserikatan Bangsa-bangsa. Dewan Federal Swis juga harus memberitahukan kepada Sekretariat Perserikatan Bangsa-bangsa tentang semua ratifikasi-ratifikasi, pernyataan-pernyataan aksesi dan pernyataan-pernyataan tidak terikat lagi yang diterima olehnya berkenaan dengan Konvensi ini.
UNTUK KESAKSIAN HAL-HAL TERSEBUT DI ATAS yang bertanda tangan di bawah ini, setelah menyerahkan kuasa penuhnya masing-masing, telah menandatangani Konvensi ini.
DIBUAT di Jenewa pada hari keduabelas bulan Agustus, 1949, dalam bahasa-bahasa Inggeris dan Perancis. Naskah aslinya akan disimpan dalam Arsip Konfederasi Swis. Dewan Federal Swis akan meneruskan salinan-salinan yang disahkan daripada Konvensi ini kepada Negara-negara penandatangan dan Negara yang telah menyatakan aksesi.
Lampiran I
RANCANGAN PERSETUJUAN MENGENAI DAERAH-DAERAH DAN
PERKAMPUNGAN KESEHATAN.

Pasal 1

Daerah-daerah Kesehatan harus khusus disediakan bagi orang-orang yang disebut dalam Pasal 23 dari Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Keadaan yang Luka dan Sakit dalam Angkatan Perang di Medan Pertempuran Darat tanggal 12 Agustus 1949 dan bagi para petugas yang dipercayakan dengan organisasi dan administrasi daerah dan tempat-tempat itu serta perawatan orang-orang yang ditampung di sana.
Walaupun demikian, orang-orang yang bertempat kediaman tetap dalam daerah-daerah tersebut akan berhak tetap tinggal di situ.

Pasal 2

Orang-orang yang berdiam dalam daerah kesehatan dalam kedudukan bagaimanapun, tidak boleh melakukan pekerjaan apapun, baik didalam maupun diluar perbatasan itu, yang berhubungan langsung dengan operasi-operasi militer atau dengan produksi bahan perlengkapan perang.

Pasal 3

Negara yang mengadakan daerah kesehatan harus mengambil segala tindakan yang perlu untuk melarang masuknya semua orang yang tidak berhak berdiam atau masuk disana.

Pasal 4

Daerah-daerah kesehata n harus memenuhi syarat-syarat berikut:
(a) Daerah-daerah itu harus meliputi hanya sebagian kecil dari wilayah yang diperintah oleh Negara yang mengadakan daerah-daerah kesehatan itu.
(b) Daerah-daerah itu harus berpenduduk sedikit dibandingkan dengan kemungkinan-kemungkinan tempat tinggal yang terdapat di situ.
(c) Daerah-daerah itu harus jauh letaknya dan tidak hubungannya dari semua obyek-obyek militer atau bangunan-bangunan industri dan administrasi besar.
(d) Daerah-daerah itu tidak boleh ditempatkan di daerah-daerah yang menurut perkiraan layak dapat menjadi penting untuk melakukan peperangan.

Pasal 5

Daerah-daerah kesehatan harus mematuhi kewajiban-kewajiban berikut:
(a) Jalan perhubungan dan alat pengangkutan yang dimiliki mereka itu tidak boleh digunakan untuk pengangkutan petugas atau alat militer, sekalipun hanya untuk perlintasan.
(b) Daerah itu sekali-kali tidak boleh dipertahankan dengan alat-alat kemiliteran.

Pasal 6

Daerah kesehatan harus ditandai dengan palang merah(bulan sabit merah, singa dan matahari merah) atas dasar putih yang ditempatkan di perbatasan daerah dan di atas atap gedung-gedung. Daerah kesehatan itu juga dapat ditandai pada malam hari dengan alat penerangan yang wajar.

Pasal 7

Negara-negara harus menyampaikan kepada semua Pihak Peserta Agung dalam waktu damai atau pada pecahnya permusuhan, suatu daftar dari daerah-daerah kesehatan dalam wilayah yang dikuasainya. Mereka juga harus memberitahu tentang setiap daerah kesehatan baru yang didirikan selama berlangsungnya permusuhan.
Segera setelah Pihak lawan menerima pemberitahuan tersebut diatas, maka daerah itu harus dianggap telah terbentuk dengan sah.
Tetapi apabila Pihak lawan menganggap bahwa syarat-syarat persetujuan ini tidak dipenuhi, maka ia boleh menolak untuk mengakui daerah itu dengan jalan segera memberitahukan penolakan itu kepada Pihak yang bertanggung jawab atas daerah tersebut, atau dapat menggantungkan pengakuan dari perbatasan tersebut pada komisi khusus pengawasan seperti ditentukan dalam pasal 8.

Pasal 8

Tiap Negara yang telah mengakui satu atau beberapa daerah kesehatan yang diadakan oleh Pihak lawan berhak untuk menuntut pengawasan oleh satu atau lebih Komisi-komisi Khusus, untuk memeriksa apakah daerah-daerah itu memenuhi syarat-syarat dan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam persetujuan ini.
Untuk maksud tersebut, anggota Komisi-komisi Khusus itu setiap waktu bebas masuk keluar di berbagai daerah itu dan bahkan boleh menetap di sana.
Mereka harus diberikan segala fasilitas yang perlu untuk tugas pemeriksaan mereka.

Pasal 9

Apabila Komisi-komisi Khusus itu mendapatkan fakta-fakta yang menurut mereka bertentangan dengan ketentuan-ketentuan persetujuan ini, mereka harus segera minta perhatian Negara yang menguasai daerah tersebut akan kenyataan-kenyataan itu, dan harus menetapkan suatu batas waktu lima hari, dalam waktu mana masalah itu harus diperbaiki. Mereka harus memberitahukan seperlunya Negara yang telah mengakui daerah itu.
Jika setelah batas waktu telah berakhir, Negara yang menguasai daerah itu tidak memenuhi peringatan tersebut, Pihak lawan boleh menyatakan bahwa ia tidak lagi terikat oleh persetujuan ini mengenai daerah tersebut.

Pasal 10

Setiap Negara yang mengadakan satu atau lebih daerah-daerah dan perkampungan kesehatan, dan Pihak lawan yang telah diberitahukan tentang adanya daerah-daerah dan perkampungan-perkampungan itu harus menunjuk atau menyuruh agar ditunjuk oleh Negara-negara netral, orang-orang yang akan menjadi anggota Komisi-komisi Khusus yang disebut dalam Pasal-pasal 8 dan 9.




Pasal 11

Daerah kesehatan dalam keadaan apapun tidak boleh menjadi sasaran serangan. Daerah itu harus dilindungi dan dihormati setiap waktu oleh Pihak-pihak dalam sengketa.

Pasal 12

Dalam hal pendudukan suatu wilayah, maka daerah-daerah kesehatan yang ada di dalam wilayah itu harus tetap dihormati dan dipergunakan sedemikian.
Tetapi tujuannya dapat dirubah oleh Negara Pendudukan, dengan syarat bahwa semua tindakan harus diambil untuk menjamin keselamatan orang-orang yang ditampung di situ.




Pasal 13

Persetujuan ini akan juga berlaku bagi perkampungan-perkampungan yang boleh dipergunakan oleh Negara-negara dengan tujuan sama seperti daerah-daerah rumah sakit











II. KONVENSI JENEWA TAHUN 1949
TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA
ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT DAN
KORBAN KARAM



Yang bertandatangan dibawah ini, Wakil-wakil Kuasa Penuh dari Pemerintah-pemerintah yang hadir pada Konferensi Diplomatik yang diadakan di Jenewa dari tanggal 21 April sampai dengan tanggal 12 Agustus 1949, dengan maksud meninjau kembali Konvensi Den Haag ke-X tanggal 18 Oktober 1907 mengenai Penyesuaian Azas-asas Konvensi Jenewa dari 1906, kepada Peperangan di Laut, telah bermufakat sebagai berikut :
Bab I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Pihak-pihak Peserta Agung berkewajiban untuk menghormati dan menjamin penghormatan atas Konvensi ini dalam segala keadaan.

Pasal 2

Sebagai tambahan atas ketentuan-ketentuan yang akan dilaksanakan dalam waktu damai, maka Konvensi ini akan berlaku untuk semua peristiwa perang yang diumumkan atau setiap sengketa bersenjata lainnya yang mungkin timbul antara dua atau lebih Pihak-pihak Peserta Agung, sekalipun keadaan perang tidak diakui oleh salah satu antara mereka.
Konvensi ini juga akan berlaku untuk semua peristiwa pendudukan sebagian atau seluruhnya dari wilayah Pihak Peserta Agung, sekalipun pendudukan tersebut tidak menemui perlawanan bersenjata.
Meskipun salah satu dari Negara yang bersengketa mungkin bukan peserta Konvensi ini, Negara-negara yang menjadi peserta Konvensi ini akan sama tetap terikat olehnya didalam hubungan antara mereka. Mereka selanjutnya terikat oleh Konvensi ini dalam hubungan dengan Negara tersebut, apabila Negara yang tersebut kemudian ini menerima dan melaksanakan ketentuan-ketentuan Konvensi ini.

Pasal 3

Dalam hal sengketa bersenjata yang tidak bersifat internasional yang berlangsung dalam wilayah salah satu Pihak Peserta Agung, tiap Pihak dalam sengketa itu akan diwajibkan untuk melaksanakan sekurang-kurangnya ketentuan-ketentuan berikut :
(1) Orang-orang yang tidak turut serta aktip dalam sengketa itu, termasuk anggota-anggota angkatan perang yang telah meletakkan senjata-senjata mereka serta mereka yang tidak lagi turut serta (hors de combat) karena sakit, luka-luka, penahanan atau sebab lain apapun, dalam keadaan bagaimanapun harus diperlakukan dengan perikemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga yang didasarkan atas suku, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin, turunan atau kekayaan, atau setiap kriteria lainnya serupa itu.
Untuk maksud ini, maka tindakan-tindakan berikut dilarang dan tetap akan dilarang untuk dilakukan terhadap orang-orang tersebut diatas pada waktu dan ditempat apapun juga.
(a) tindakan kekerasan atas jiwa raga, terutama setiap macam pembunuhan, pengudungan, perlakukan kejam dan penganiayaan;
(b) penyanderaan;
(c) perkosaan atas kehormatan pribadi, terutama perlakuan yang menghina dan merendahkan martabat;
(d) menghukum dan menjalankan hukuman mati tanpa didahului keputusan yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang dibentuk secara teratur yang memberikan segenap jaminan peradilan yang diakui sebagai keharusan oleh bangsa yang beradab.

(2) Yang luka, sakit dan korban karam harus dikumpulkan dan dirawat. Sebuah badan humaniter tidak berpihak, seperti Komite Palang Merah Internasional, dapat menawarkan jasa-jasanya kepada pihak-pihak dalam sengketa. Pihak-pihak dalam sengketa, selanjutnya harus berusaha untuk menjalankan dengan jalan persetujuan-persetujuan khusus, semua atau sebagian dari ketentuan lainnya dari Konvensi ini. Pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut diatas tidak akan mempengaruhi kedudukan hukum pihak-pihak dalam sengketa.

Pasal 4
Dalam hal permusuhan antara angkatan darat dan laut dari pihak-pihak dalam sengketa, maka ketentuan-ketentuan Konvensi ini akan berlaku hanya bagi angkatan perang yang berada dikapal.
Angkatan perang yang telah didaratkan dengan segera harus tunduk pada ketentuan-ketentuan Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Keadaan yang Luka dan Sakit dalam Angkatan Perang di Medan Pertempuran Darat tanggal 12 Agustus 1949.

Pasal 5
Negara-negara netral harus melaksanakan secara analogi ketentuan-ketentuan Konvensi ini terhadap yang luka, sakit dan korban karam, dan terhadap petugas dinas kesehatan serta rohaniwan dari angkatan perang pihak-pihak dalam sengketa, yang diterima atau ditawan dalam wilayahnya, demikian pula terhadap orang-orang yang meninggal yang diketemukan.



Pasal 6

Sebagai tambahan atas persetujuan-persetujuan yang sengaja ditentukan dalam pasal-pasal 10, 18, 31, 38, 39, 40, 43 dan 53, maka Pihak-pihak Peserta Agung dapat mengadakan persetujuan-persetujuan khusus lainnya untuk semua hal yang mereka mungkin anggap sesuai untuk mengadakan ketentuan tersendiri. Tidak ada persetujuan khusus boleh merugikan keadaan orang-orang luka, sakit dan korban karam, petugas dinas kesehatan atau rohaniwan, sebagaimana disebut dalam Konvensi ini, maupun membatasi hak-hak yang oleh Konvensi ini diberikan kepada mereka.
Yang luka, sakit dan korban karam, demikian pula petugas dinas kesehatan dan rohaniwan akan terus mendapat manfaat dari persetujuan tersebut selama Konvensi ini masih berlaku bagi mereka, kecuali apabila termuat ketentuan-ketentuan yang jelas bertentangan dalam persetujuan-persetujuan tersebut diatas atau dalam persetujuan-persetujuan yang dibuat kemudian, atau apabila tindakan yang lebih menguntungkan, telah diambil mengenai mereka oleh salah satu pihak dalam sengketa.

Pasal 7

Yang luka, sakit dan korban karam, begitupula petugas dinas kesehatan dan rohaniwan sekali-kali tidak boleh menolak sebagian atau seluruhnya hak-hak yang diberikan kepada mereka oleh Konvensi ini, serta oleh persetujuan-persetujuan khusus sebagai tersebut dalam pasal terdahulu, apabila ada.

Pasal 8
Konvensi ini harus dilaksanakan dengan kerjasama serta dibawah pengawasan dari negara-negara pelindung yang berkewajiban melindungi kepentingan-kepentingan pihak-pihak dalam sengketa. Untuk maksud ini, negara-negara pelindung boleh mengangkat disamping staf diplomatik dan konsuler mereka, utusan-utusan yang dipilih dari antara warga negara mereka atau warga negara- warga negara Negara netral lainnya. Utusan tersebut harus mendapat persetujuan negara dengan siapa mereka akan melakukan kewajiban-kewajiban mereka.
Pihak-pihak dalam sengketa akan memudahkan sejauh mungkin pelaksanaan tugas-tugas para wakil dan utusan negara-negara pelindung.
Para wakil atau utusan negara-negara pelindung bagaimanapun juga tidak boleh melampaui tugas mereka dibawah Konvensi ini. Mereka terutama harus memperhatikan kepentingan-kepentingan keamanan yang sangat mendesak daripada negara dimana mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka. Pembatasan-pembatasan terhadap kegiatan-kegiatan mereka hanya boleh diadakan sebagai suatu tindakan perkecualian dan sementara, apabila hal ini ternyata perlu karena adanya kepentingan-kepentingan militer yang sangat mendesak.

Pasal 9

Ketentuan-ketentuan Konvensi ini tidak merupakan penghalang bagi kegiatan-kegiatan perikemanusiaan, yang mungkin diusahkan oleh Komite Palang Merah Internasional, atau tiap organisasi humaniter lainnya yang tidak berpihak, untuk melindungi dan menolong orang yang luka, sakit dan korban karam, petugas dinas kesehatan dan rohaniwan, selama kegiatan-kegiatan itu mendapat persetujuan pihak-pihak dalam sengketa bersangkutan.

Pasal 10

Pihak-Pihak Peserta Agung setiap waktu dapat bermufakat untuk mempercayakan kepada suatu organisasi yang memberi segala jaminan tentang sifat tidak berpihak dan kesanggupan bekerjanya, kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada negara pelindung berdasarkan Konvensi ini.
Apabila karena alasan apapun juga yang luka, sakit dan korban karam atau petugas dinas kesehatan dan rohaniwan tidak mendapat manfaat atau berhenti mendapat manfaat, dari kegiatan-kegiatan negara pelindung atau dari kegiatan-kegiatan organisasi sebagaimana ditentukan dalam paragraf pertama diatas, maka Negara Penahan harus minta suatu negara atau organisasi netral untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi yang harus dilaksankan dibawah Konvensi ini oleh Negara Pelindung yang ditunjuk oleh pihak-pihak dalam sengketa.
Apabila perlindungan tersebut tidak dapat diusahakan secara demikian, maka Negara Penahan harus meminta atau menerima, sesuai dengan ketentuna-ketentuan pasal ini, tawaran jasa-jasa suatu organisasi humaniter seperti Komite Palang Merah Internasional, untuk menyelenggarakan pekerjaan perikemanusiaan yang harus diselenggarakan oleh Negara Pelindung dibawah Konvensi ini.
Setiap negara netral, atau organisasi yang diundang oleh negara yang bersangkutan atau yang mengajukan diri untuk maksud-maksud itu, harus bertindak dengan rasa tanggung jawab terhadap pihak dalam sengketa yang ditaati oleh orang-orang yang dilindungi oleh Konvensi ini, dan harus memberikan cukup jaminan bahwa ia mampu untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang bersangkutan serta akan melakukannya secara tidak berpihak
Penyimpangan dari ketentuan-ketentuan diatas dengan persetujuan khusus, tidak boleh dibuat bila salah satu negara walau sementara terbatas kebebasannya untuk berunding dengan negara lain atau sekutu-sekutunya karena peristiwa-peristiwa militer, terutama bila seluruh atau sebagian besar dari wilayah negara tersebut telah diduduki.
Dimanapun dalam Konvensi ini ada disebutkan suatu Negara Pelindung sebutan itu juga berlaku bagi organisasi-organisasi pengganti dalam arti pasal ini.




Pasal 11

Dalam hal-hal dimana oleh mereka dianggap perlu demi kepentingan orang-orang yang dilindungi, terutama dalam hal terdapatnya perbedaan pendapat antara pihak-pihak dalam sengketa mengenai pelaksanaan atau penafsiran ketentuan-ketentuan Konvensi ini, maka Negara-negara Pelindung harus memberikan jasa-jasa baik mereka untuk menyelesaikan perbedaan pendapat itu.
Untuk maksud itu, tiap Negara Pelindung boleh, atau atas undangan salah satu Pihak atau atas inisiatif sendiri, mengusulkan kepada pihak-pihak dalam sengketa suatu pertemuan dari wakil-wakil mereka, terutama dari penguasa yang bertanggung jawab terhadap yang luka, sakit dan korban karam, petugas dinas kesehatan dan rohaniwan, yang sedapat mungkin diadakan atas wilayah netral yang dipilih sepantasnya. Pihak-pihak dalam sengketa harus melaksanakan usul-usul yang diajukan kepada mereka untuk maksud ini. Negara-negara Pelindung dapat, apabila perlu, mengusulkan untuk disetujui oleh pihak-pihak dalam sengketa, seorang yang berasal dari Negara netral atau yang dikuasakan oleh Komite Palang Merah Internasional, yang akan diundang untuk mengambil bagian dalam pertemuan tersebut.



Bab II
YANG LUKA, SAKIT DAN KORBAN KARAM

Pasal 12

Anggota angkatan perang dan orang-orang lain yang disebut dalam Pasal berikut yang berada di laut dan yang luka, sakit atau korban karam, harus dihormati dan dilindungi dalam segala keadaan, dengan pengertian bahwa istilah "karam" berarti karam karena sebab apapun termasuk pendaratan terpaksa di laut oleh atau dari pesawat terbang.
Orang-orang tersebut itu harus diperlakukan dengan perikemanusiaan dan dirawat oleh pihak dalam sengketa dalam kekuasaan siapa mereka mungkin berada, tanpa perbedaan merugikan yang didasarkan atas jenis kelamin, suku, kebangsaan, agama, pendapat politik, atau setiap kriteria lainnya yang serupa. Tiap serangan atas jiwa mereka atau tindakan kekerasan atas diri mereka harus dilarang dengan keras; mereka terutama tidak boleh dibunuh atau dimusnahkan, dijadikan obyek penganiayaan atau percobaan-percobaan biologis; mereka tidak boleh dengan sengaja ditinggalkan tanpa bantuan dan perawatan kesehatan, begitu pula tidak boleh ditimbulkan keadaan-keadaan yang mengakibatkan mereka mendapat penyakit menular atau infeksi.
Hanya alasan-alasan kesehatan yang mendesak dapat membenarkan pengutamaan dalam urutan pengobatan yang diberikan.
Wanita harus diperlakukan dengan segala kehormatan yang patut diberikan mengingat jenis kelamin mereka.

Pasal 13

Konvensi ini akan berlaku terhadap yang luka, sakit dan korban karam dilaut yang termasuk dalam kategori-kategori berikut ini :
(1) Anggota angkatan perang dari suatu Pihak yang bersengketa, begitu pula anggota-anggota milisi atau prajurit cadangan sukarela, yang merupakan bagian dari angkatan perang itu;
(2) Anggota-anggota milisi serta anggota-anggota dari prajurit cadangan sukarela lainnya, termasuk gerakan perlawanan yang diorganisir, yang tergolong pada suatu pihak dalam sengketa dan beroperasi di dalam atau di luar wilayah mereka, sekalipun wilayah itu diduduki, asal saja milisi atau prajurit cadangan sukarela tersebut, termasuk gerakan perlawanan yang diorganisir, memenuhi syarat-syarat berikut :
(a) dipimpin oleh seorang yang bertanggung jawab atas bawahannya;
(b) mempunyai tanda pengenal khusus yang tetap yang dapat dikenal dari jauh;
(c) membawa senjata secara terang-terangan;
(d) melakukan operasi-operasi mereka sesuai dengan hukum dan kebiasaan perang;
(3) Anggota-anggota angkatan perang reguler yang tunduk pada suatu pemerintah atau kekuasaan yang tidak diakui oleh Negara Penahan;
(4) Orang-orang yang menyertai angkatan perang tanpa dengan sebenarnya menjadi anggota dari angkatan perang itu, seperti anggota sipil awak pesawat terbang militer, wartawan perang, pemasok barang perbekalan, anggota-anggota kesatuan kerja atau dinas-dinas yang bertanggung jawab atas kesejahteraan angkatan perang, asal saja mereka telah menerima kewenangan dari angkatan perang yang mereka sertai;
(5) Anggota awak kapal pelayaran niaga termasuk nakhoda, pemandu laut, taruna, dan awak pesawat terbang sipil dari pihak-pihak yang bersengketa yang tidak mendapat perlakuan yang lebih menguntungkan menurut ketentuan-ketentuan lain apapun dalam hukum internasional;
(6) Penduduk wilayah yang belum diduduki yang tatkala musuh mendekat, atas kemauan sendiri dan dengan serentak mengangkat senjata untuk melawan pasukan-pasukan yang menyerbu, tanpa mempunyai waktu untuk membentuk kesatuan-kesatuan bersenjata yang teratur, asal saja mereka membawa senjata secara terang-terangan dan menghormati hukum dan kebiasaan perang.




Pasal 14

Semua kapal perang dari Pihak yang berperang berhak menuntut agar yang luka, sakit dan korban karam yang ada di dalam kapal-kapal kesehatan militer, dan kapal kesehatan milik perhimpunan penolong atau orang-orang swasta, demikian juga yang ada di dalam kapal-kapal niaga, kapal pesiar dan kapal-kapal lainnya, diserahkan, apapun kebangsaannya, asal saja yang luka dan sakit itu cukup sehat untuk dipindahkan dan jika kapal perang itu dapat menyediakan fasilitas-fasilitas yang cukup untuk perawatan kesehatan yang diperlukan.

Pasal 15

Apabila yang luka, sakit dan korban karam dinaikkan ke kapal perang netral atau ke pesawat terbang militer netral, maka harus dijamin, jika hukum internasional menghendaki demikian, bahwa mereka tidak dapat lagi turut serta dalam operasi-operasi perang.

Pasal 16

Kecuali jika diatur lain menurut Pasal 12, yang luka, sakit dan korban karam dari suatu pihak yang berperang yang jatuh dalam tangan musuh, menjadi tawanan perang, dan terhadap mereka akan berlaku ketentuan-ketentuan hukum internasional mengenai tawanan perang. Pihak penawan dapat menentukan, sesuai dengan keadaan, apakah lebih tepat untuk menahan mereka, atau untuk membawa mereka ke suatu pelabuhan dalam wilayah pihak penawan sendiri, ke suatu pelabuhan netral atau bahkan ke suatu pelabuhan dalam wilayah musuh. Dalam hal yang terakhir ini, maka tawanan perang yang dikembalikan ke negera asalnya tersebut tidak boleh berdinas militer selama berlangsung perang.

Pasal 17

Apabila tidak diperjanjikan lain antara Negara netral dan Negara-negara yang bersengketa, maka orang-orang yang luka, sakit atau karam yang telah didaratkan di pelabuhan netral dengan persetujuan penguasa setempat, harus dijaga sedemikan rupa oleh Negara netral, jika hukum internasional menghendaki demikian, sehingga orang-orang tersebut tidak dapat lagi turut serta dalam operasi perang.
Biaya-biaya penempatan dalam rumah sakit dan interniran harus dipikul oleh negara yang ditaati oleh orang-orang yang luka, sakit atau korban karam.



Pasal 18

Sesudah berakhirnya tiap pertempuran, Pihak-pihak dalam sengketa, tanpa menunda-nunda lebih lama lagi harus mengambil segala tindakan yang mungkin untuk mencari dan mengumpulkan korban karam, yang luka dan sakit, melindungi mereka terhadap perampokan dan perlakukan buruk, menjamin perawatan yang cukup dan untuk mencari yang mati dan mencegah perampasan atas diri mereka.
Bilamana saja keadaan mengizinkan, pihak-pihak dalam sengketa harus mengadakan usaha-usaha setempat untuk pemindahan yang luka dan sakit dilaut dari suatu daerah yang dikepung atau terkurung, dan untuk memberikan kesempatan lewat kepada anggota dan perlengkapan dinas kesehatan dan keagamaan dalam perjalanan mereka ke daerah itu.



Pasal 19

Pihak-pihak dalam sengketa harus selekas mungkin mencatat mengenai tiap orang yang karam, luka, sakit dan mati dari pihak lawan yang telah jatuh dalam tangannya setiap keterangan yang dapat membantu untuk mengenalinya. Catatan-catatan ini sedapat mungkin harus meliputi :
(a) nama negara yang ditaatinya;
(b) nomor tentara, resimen, pribadi atau n.r.p.;
(c) nama keluarga;
(d) nama atau nama-nama kecil;
(e) tanggal lahir;
(f) tiap keterangan lainnya yang tercantum pada kartu atau tanda pengenalnya;
(g) tanggal dan tempat penangkapan atau kematian;
(h) keterangan-keterangan mengenai luka-luka atau penyakit atau penyebab kematian.

Keterangan-keterangan tersebut di atas selekas mungkin harus dikirim kepada Biro Penerangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 dari Konvensi Jenewa tentang Perlakuan Tawanan Perang tanggal 12 Agustus 1949, yang harus meneruskannya kepada negara yang ditaati oleh orang-orang itu, dengan perantaraan Negara Pelindung serta Biro Pusat Tawanan Perang.
Pihak-pihak dalam sengketa harus menyiapkan dan saling mengirimkan melalui Biro diatas, Keterangan kematian atau daftar-daftar kematian yang disahkan sewajarnya. Mereka juga harus mengumpulkan dan mengirimkan melalui biro yang sama separuh dari tanda pengenal rangkap, atau tanda pengenal itu sendiri apabila tanda pengenal tunggal, surat wasiat atau dokumen-dokumen lainnya yang penting bagi keluarga terdekat; uang dan pada umumnya semua barang-barang yang bernilai intrinsik atau sentimentil, yang ditemukan pada jenazah. Barang-barang ini, bersama dengan barang-barang yang tak dikenal, harus dikirm dalam bungkusan-bungkusan yang disegel, disertai pernyataan-pernyataan yang memberikan segala keterangan yang perlu untuk mengenali pemiliknya yang meninggal, dan suatu daftar lengkap mengenai isi bungkusan itu.

Pasal 20

Pihak-pihak dalam sengketa harus menjamin bahwa pemakaman jenazah di laut, diselenggarakan secara perseorangan sejauh keadaan-keadaan mengizinkan, didahului oleh suatu pemeriksaan teliti, apabila mungkin pemeriksaan kedokteran medis atas jenazah untuk menegaskan kematian itu, menetapkan identitas dan untuk memungkinkan dibuatnya suatu laporan. Jika suatu tanda pengenal rangkap dipergunakan, maka separuh dari tanda itu harus tetap ditinggalkan pada jenazah itu.
Apabila jenazah didaratkan, maka ketentuan Konvensi Jenewa tentang Perbaikan Keadaan yang Luka dan Sakit dalam Angkatan Perang di Medan Pertempuran Darat tanggal 12 Agustus 1949 akan berlaku.

Pasal 21

Pihak-pihak dalam sengketa dapat mohon kemurahan hati para nakhoda kapal niaga netral, kapal pesiar atau kapal lainnya, untuk menaikkan ke kapal mereka dan merawat orang-orang yang luka, sakit atau karam, dan untuk mengumpulkan yang meninggal.
Kapal-kapal macam apapun yang memenuhi permohonan ini, dan kapal-kapal yang atas kemauan sendiri telah mengumpulkan orang-orang yang luka, sakit atau karam, harus mendapat perlindungan dan fasilitas istimewa untuk menjalankan bantuan tersebut.
Mereka sekali-kali tidak boleh ditangkap karena pengangkutan tersebut; tetapi mereka tetap dapat ditangkap atas tiap pelanggaran netralitas yang mungkin mereka lakukan, bila tidak ada sesuatu janji yang bertentangan dengan itu.
Bab III
KAPAL KESEHATAN

Pasal 22

Kapal kesehatan militer, yaitu kapal-kapal yang dibuat atau diperlengkapi oleh negara-negara khusus dan terutama dengan maksud untuk membantu yang luka, sakit dan korban karam, untuk mengobati mereka dan untuk mengangkut mereka dalam keadaan apapun tidak boleh diserang atau ditangkap, tetapi setiap saat harus dihormati dan dilindungi, dengan syarat bahwa nama-nama dan tanda-tanda kapal itu telah diberitahukan kepada pihak-pihak dalam sengketa sepuluh hari sebelum kapal-kapal itu dipergunakan.
Ciri-ciri kapal yang harus tercantum dalam pemberitahuan itu harus meliputi ukuran besar kapal seluruhnya yang daftarkan, panjang kapal dari haluan sampai ke buritan dan jumlah layar dan cerobong asap.
Pasal 23

Bangunan-bangunan di darat yang berhak atas perlindungan dari Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Keadaan yang Luka dan Sakit dalam Angkatan Perang di Medan Pertempuran Darat tanggal 12 Agustus 1949, harus dilindungi dari pengeboman atau serangan dari laut.

Pasal 24

Kapal kesehatan yang dipergunakan oleh Perhimpuan-perhimpunan Palang Merah Nasional, oleh perhimpunan-perhimpunan penolong yang diakui resmi atau oleh orang-orang swasta, harus mendapat perlindungan yang sama seperti perlindungan yang diberikan kepada kapal kesehatan militer dan harus dikecualikan dari penangkapan, apabila Pihak dalam sengketa yang mereka taati telah memberikan mereka suatu tugas resmi dan selama ketentuan Pasal 22 mengenai pemberitahuan telah dipenuhi.
Kapal-kapal itu harus dilengkapi dengan surat-surat keterangan dari penguasa-penguasa yang bertanggungjawab, yang menerangkan bahwa kapal-kapal selama diperlengkapi dan pada waktu berangkat ada dibawah pengawasan mereka.

Pasal 25

Kapal kesehatan yang dipergunakan oleh Perhimpunan Palang Merah Nasional, oleh Perhimpunan Penolong yang diakui resmi oleh orang-orang swasta dari negara-negara netral, harus mendapat perlindungan yang sama seperti perlindungan yang diberikan kepada kapal kesehatan militer dan harus dikecualikan dari penangkapan, dengan syarat bahwa mereka telah menempatkan diri mereka dibawah pengawasan salah satu pihak dalam sengketa, dengan persetujuan terlebih dahulu dari pemerintah mereka serta dengan kewenangan dari pihak dalam sengketa bersangkutan, selama ketentuan Pasal 22 mengenai pemberitahuan telah dipenuhi.

Pasal 26

Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 22, 24 dan 25 akan berlaku bagi kapal-kapal kesehatan dari tiap ukuran berat dan bagi sekoci-sekoci penolongnya, dimana saja kapal-kapal itu berlayar. Walaupun demikian, untuk menjamin kesenangan dan keamanan yang maksimal, Pihak-pihak yang bertikai harus berusaha menggunakan hanya kapal-kapal kesehatan yang melebihi 2.000 ton penuh untuk pengangkutan yang luka,sakit dan korban karam dalam jarak jauh dan di laut lepas.
pasal 27

Berdasarkan syarat-syarat yang sama seperti yang ditentukan dalam Pasal-psal 22 dan 24, kapal-kapal kecil yang dipergunakan oleh Negara atau oleh badan-badan penolong korban karam yang diakui resmi untuk operasi pertolongan sepanjang pantai, harus juga dihormati dan dilindungi sejauh kepentingan-kepentingan operasionil mengizinkannya.
Keadaan di atas mungkin berlaku bagi instalasi pantai tetap yang melulu dipakai oleh kapal-kapal itu untuk tugas-tugas perikemanusiaan mereka.

Pasal 28

Bilamana pertempuran terjadi di kapal perang, ruangan-ruangan pengobatan/perawatan kesehatan harus dihormati dan sedapat mungkin tidak diganggu. Ruangan pengobatan/kesehatan dan perlengkapannya akan tetap tunduk pada hukum perang, tapi tak dapat dipisahkan dari tujuannya selama ruangan itu masih dibutuhkan bagi yang luka dan sakit. Walaupun demikian, komandan ke dalam tangan siapa ruangan-ruangan itu jatuh, dalam hal keperluan militer mendesak, dapat menggunakan ruangan-ruangan itu untuk maksud-maksud lain, setelah menjamin perawatan yang layak terhadap yang luka dan sakit yang ditampung dalam ruangan pengobatan/kesehatan itu.


Pasal 29

Setiap kapal kesehatan yang berada di pelabuhan yang jatuh dalam tangan musuh harus diperkenankan untuk meninggalkan pelabuhan tersebut.

Pasal 30

Kapal-kapal yang disebut dalam Pasal-pasal 22, 24, 25 dan 27 harus memberikan pertolongan dan bantuan kepada yang luka, sakit dan korban karam tanpa perbedaan kebangsaan.
Pihak-pihak Peserta Agung berjanji tidak akan menggunakan kapal-kapal itu untuk tujuan kemiliteran apapun.
Kapal-kapal demikian sekali-kali tidak boleh menghambat gerakan-gerakan pihak-pihak yang berperang.
Selama dan sesudah berakhirnya tiap pertempuran segala tindakan itu menjadi tanggung jawabnya sendiri.




Pasal 31

Pihak-pihak yang bertikai berhak mengawasi serta memeriksa kapal-kapal yang tersebut dalam Pasal-pasal 22, 24, 25 dan 27. Mereka boleh menolak bantuan kapal-kapal itu, memerintahkan kapal-kapal itu berangkat, menyuruh kapal-kapal itu mengambil arah tertentu, mengawasi pemakaian radio dan alat perhubungan lainnya, bahkan menahan kapal-kapal itu selama jangka waktu yang tidak melampau tujuh hari sejak waktu pencegahan itu, apabila kegawatan menghendaki demikian.
Mereka dapat menempatkan seorang petugas di atas kapal itu untuk sementara waktu, yang khusus bertugas untuk melihat pelaksanaan perintah yang diberikan berdasarkan ketentuan-ketentuan dari paragrap diatas.
Pihak-pihak yang bersengketa sedapat mungkin mencantumkan dalam buku catatan kapal kesehatan perintah-perintah yang mereka berikan kepada nakhoda kapal itu, dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh nakhoda kapal itu,
Pihak-pihak yang bertikai, baik secara unilateral atau dengan persetujuan khusus, dapat menempatkan di kapal mereka peninjau-peninjau netral yang akan mengawasi pengindahan yang teliti dari ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Konvensi ini.



Pasal 32

Kapal-kapal yang disebutkan dalam Pasal-pasal 22,24,25 dan 27 tidak digolongkan dalam kapal perang apabila berlabuh di pelabuhan netral.

Pasal 33

Kapal-kapal niaga yang telah dirubah menjadi kapal-kapal kesehatan tak dapat dipergunakan untuk maksud-maksud lain selama permusuhan berlangsung.

Pasal 34

Perlindungan yang merupakan hak kapal kesehatan dan ruangan pengobatan/kesehatan tidak akan berakhir, kecuali jika kapal dan ruangan itu dieprgunakan untuk melakukan perbutan-perbuatan yang berada di luar kewajiban-kewajiban perikemanusiaan mereka yang merugikan musuh. Tetapi perlindungan hanya dapat berakhir setelah diberikan peringatan sepatutnya denan menyebutkan dimana perlu suatu batas waktu yang pantas, dan setelah peringantan demikian tetap tidak diindahkan.
Kapal kesehatan terutama tak boleh memiliki atau memakai kode rahasia untuk radio atau alat komunikasi lainnya.

Pasal 35

Keadaan-keadaan berikut ini tidak boleh dianggap sebagai meniadakan perlindungan atas kapal kesehatan dan ruangan pengobatan/kesehatan kapal-kapal :
(1) Kenyataan bahwa awak kapal-kapal kesehatan atau ruangan-ruangan pengobatan dipersenjati untuk memelihara keamanan, untuk membela diri, atau untuk membela yang sakit dan luka.
(2) Adanya alat-alat yang melulu dimaksudkan untuk memudahkan pelayaran atau komunikasi di atas kapal.
(3) Penemuan di kapal kesehatan atau dalam ruangan pengobatan senjata ringan dan mesiu yang diambil dari yang luka, sakit dan korban karam dan yang belum diserahkan kepada dinas yang bersangkutan.
(4) Kenyataan bahwa kegiatan-kegiatan perikemanusiaan dari kapal-kapal kesehatan dan ruangan-ruangan pengobatan/kesehatan atau awaknya meluas sampai pada perawatan orang-orang sipil yang luka, sakit atau karam.
(5) Pengangkutan alat perlengkapan dan anggota-anggota yang melulu diperuntukan keperluan kesehatan yang jauh melampau kebutuhan-kebutuhan normal.


Bab IV
ANGGOTA DINAS KEAGAMAAN, KESEHATAN
DAN RUMAH SAKIT

Pasal 36

Personal dinas rohani, kesehatan dan rumah sakit yang ditunjuk untuk perawatan kesehatan atau kerohanian dari orang-orang yang disebut dalam Pasal-pasal 12 dan 13, harus dihormati dan dilindungi apabila mereka jatuh dalam tangan musuh; mereka boleh terus melakukan kewajiban-kewajiban mereka selama hal itu diperlukan untuk perawatan yang luka dan sakit. Setelah melakukan kewajiban-kewajibannya, mereka harus dikirim kembali secapatnya Panglima Angkatan Bersenjata, dibawah kekuasaan siapa mereka berada, menganggap hal itu dapat dilakukan. Mereka dapat membawa serta harta pribadi mereka pada waktu meninggalkan kapal.
Tetapi apabila ternyata perlu untuk menahan beberapa di antara personel itu karena kebutuhan-kebutuhan kesehatan dan rokhani daripada tawanan perang, maka segala sesuatu yang mungkin harus dilakukan supaya mereka didaratkan secepat mungkin.
Personel yang ditahan pada waktu pendaratan, akan tunduk pada ketentuan-ketentuan Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Keadaan yang Luka dan Sakit dalam Angkatan Bersenjata di Medan Pertempuran Darat tertanggal 12 Agustus, 1949.

Bab v
PENGANGKUTAN KESEHATAN

Pasal 28

Kapal-kapal yang disewa untuk maksud ini harus diperkenankan untuk mengangkut alat perlengkapan yang melulu dimaksudkan untuk pengobatan anggota-anggota angkatan bersenjata yang luka dan sakit atau untuk pencegahan penyakit, asal saja keterangan-keterangan mengenai perjalanan mereka telah diberitahukan kepada Negara lawan dan telah disetujui oleh Negara itu. Negara lawan tetap berhak untuk menahan kapal-kapal pengangkut itu, tetapi tidak dapat menangkap kapal-kapal itu atau merampas perlengkapan yang diangkut.
Dengan persetujuan antara Pihak-pihak yang bertikai, peninjau-peninjau netral dapat ditempatkan di kapal demikian untuk memeriksa perlengkapan yang diangkut. Untuk ini izin harus diberikan untuk memeriksa perlengkapan itu.

Pasal 39

Pesawat terbang kesehatan, yaitu pesawat terbang yang melulu dipergunakan untuk memindahkan yang luka, sakit dan korban karam, dan untuk pengangkutan personel dinas serta alat perlengkapan kesehatan, tidak dapat menjadi sasaran serangan, tetapi harus dihormati oleh Pihak yang bertikai, selama terbang pada tinggi, waktu dan jalan khusus disetujui antara Pihak-pihak yang bertikai.
Pesawat terbang itu harus memakai lambang pengenal yang ditandai dengan jelas sebagaimana ditentukan dalam Pasal 41, bersama dengan warna nasionalnya, pada dataran bawah, atas dan sisi. Pesawat terbang itu harus diperlengkapi dengan tiap tanda atau alat pengenal lainnay yang mungkin disetujui antara Pihak-pihak yang bertikai pada pecahnya atau selama berlangsungnya pertempuran.
Kecuali apabila ditentukan lain dengan persetujuan, penerbangan di atas wilayah musuh atau wilayah yang diduduki musuh, adalah dilarang.
Pesawat terbang kesehatan harus mentaati setiap perintah untuk mendarat di dara atau di laut. Pada peristiwa pendaratan demikian, pesawat terbang beserta penumpangnya dapat melanjutkan penerbangan setelah diperiksa, apabila ada pemeriksaan.
Apabila terjadi pendaratan terpaksa di darat atau di laut dalam wilayah musuh atau wilayah yang diduduki musuh, maka yang luka, sakit dan korban karam, demikian juga awak pesawat terbang itu, menjadi tawanan perang. Personel dinas kesehatan harus diperlakukan menurut Pasal 36 dan 37.


Pasal 40

Kecuali apabila diatur lain menurut ketentuan-ketentuan paragrap kedua, pesawat terbang kesehatan Pihak-pihak yang bertikai boleh terbang di atas wilayah Negara netral, mendarat di situ dalam keadaan mendesak atau menggunakan wilayah itu sebagai pelabuhan singgahan. Pesawat terbang itu harus memberitahukan Negara-negara netral itu terlebih dulu tentang lintasannya di atas wilayah tersebut, dan mentaati setiap perintah untuk mendarat baik di darat atau di laut. Pesawat terbang itu tidak boleh diserang hanya jika terbang pada jalan, tinggi dan waktu yang khusus disetujui antara Pihak-pihak yang bertikai dan Negara netral bersangkutan.
Tetapi Negara netral dapat menetapkan syarat-syarat atau pembatasan-pembatasan atas pelayanan atau pendaratan dari pesawat terbang kesehatan di atas wilayahnya. Syarat-syarat atau pembatasan-pembatasan yang mungkin diadakan itu harus dilaksanakan secara sama terhadap semua Pihak-pihak yang bertikai.
Kecuali apabila disetujui lain antara Negara-negara neteral dan Pihak-pihak yang bertikai, yang luka, sakit dan korban karam yang didaratkan dengan persetujuan penguasa-penguasa setempat di wilayah netral oleh pesawat terbang kesehatan, akan ditahan oleh Negara netral, jika hukum internasional menghendaki hal itu, dengan cara demikian rupa sehingga mereka tak dapat lagi mengambil bagian dalam operasi-operasi perang. Biaya penempatan dan interniran mereka harus dipikul oleh Negara yang mereka taati.

Bab VI
LAMBANG PENGENAL

Pasal 41

Atas petunjuk penguasa militer yang berwenang, lambang palang merah dia atas dasar putih, harus diperlihatkan pada bendera-bendera, ban lengan, dan pada semua perlengkapan yang dipakai dalam Dinas Kesehatan.
Walaupun demikian, mengenai negara-negara yang telah memakai sebagai lambang bulan sabit merah atau singa dan matahari merah di atas dasar putih sebagai pengganti palang merah, lambang-lambang itu juga diakui dalam arti Konvensi ini.




Pasal 42

Personel dinas rohani, kesehatan dan rumah sakit, yang disebut dalam Pasal-pasal 36 dan 37 harus memakai pada lengan kiri ban lengan yang tahan basah, dan memuat lambang pengenal, yang dikeluarkan dan dicap oleh penguasa militer.
Personel demikian harus juga membawa suatu kartu identitas khusus yang memuat lambang pengenal itu, sebagai tambahan pada cakram pengenal yang disebut dalam Pasal 19. Kartu ini harus tahan basah dan sedemikian besarnya sehingga dapat dibawa dalam saku. Kartu harus ditulis dalam bahasa nasional, ahrus menyebut sekurang-kurangnya nama keluarga dan nama kecil, tanggal lahir, pangkat serta nomor dinas pemegangnya, dan harus menyatakan dalam kedudukan apa pemegangnya berhak akan perlindungan Konvensi ini. Kartu itu harus memuat potret pemiliknya dan juga tanda tangan atau cap jari atau kedua-duanya. Kartu itu dibubuhi stempel penguasa militer.
Kartu identitas harus seragam di seluruh angkatan bersenjata yang sama dan, sedapat mungkin berbentuk serupa dalam angkatan bersenjata Pihak-pihak Peserta Agung. Pihak-pihak yang bertikai dapat berpedoman pada contoh yang dilampirkan pada Konvensi ini. Pada pecahnya pertempuran mereka harus saling memberitahukan bentuk kartu yang dipergunakan. Apabila mungkin kartu-kartu identitas harus dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap dua, satu salinan disimpan di negara asal.
Personel tersebut dalam keadaan apapun tidak boleh dirampas lencana atau kartu identitas itu hilang, mereka berhak untuk menrima salinan-salinan kartu-kartu itu dan mendapat penggantian lencana.


Pasal 43

Kapal-kapal yang disebut dalam Pasal-pasal 22, 24, 25 dan 27 harus ditandai dengan jelas sebagai berikut :
(a) Semua dataran luar harus putih,
(b) Pada tiap sisi badan kapal dan pada dataran horisontal, harus digambarkan dan diperhatikan satu atau lebih palang berwarna merah tua sebesar mungkin, ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat kelihatan sejelas-jelasnya dari laut dan dari udara.

Semua kapal kesehatan harus memperkenalkan diri dengan menaikkan bendera nasionalnya dan selanjutnya benderal Pihak yang bertikai yang pimpinannya telah mereka terima, apabila kapal kesehatan itu tergolong pada negara netral. Sebuah bnederal putih dengan palang merah harus dikibarkan setinggi mungkin pada tiang utama.
Sekoci kapal kesehatan, sekoci pantai dan semua kapal kecil yang dipergunakan oleh DInas Kesehatan harus digambar putih dengan palang merah tua yang diperlihatkan demikian rupa agar menarik perhatian, dan pada umumnya harus memenuhi sistim pengenalan yang ditentukan diatas bagi kapal kesehatan.
Kapal-kapal dan kapal-kapal kecil tersebut diatas, yang pada malam hari dan pada waktu penglihatan kurang terang, mungkin ingin menjamin perlindungan yang menjadi hak mereka, harus mengambil tindakan-tindakan seperlunya untuk menjadikan gambar dan lambang pengenal itu cukup terang. Tindakan-tindakan itu harus disetujui oleh Pihak yang bertikai di dalam kekuasaan siapa mereka berada.
Kapal kesehatan yang untuk sementara waktu ditahan oleh musuh sesuai dengan Pasal 31, harus menurunkan benderal Pihak yang bertikai dalam dinas siapa mereka berada, atau pimpinan siapa mereka telah terima
Apabila sekoci-koci pantai terus beroperasi dengan persetujuan Negara Pendudukan dari suatu pangkalan yang diduduki, sekoci-koci itu dapat diperkenankan untuk terus mengibarkan warna-warna nasionalnya sendiri bersama dengan bendera bersama dengan bendera palang merah di atas dasar putih, jika berada di luar pangkalannya, yang harus terlebih dahulu diberitahukan kepada semua Pihak-pihak yang bertikai bersangkutan.
Semua ketentuan dalam Pasal ini mengenai palang merah akan berlaku secara sama terhadap lambang-lambang lainnya yang disebut dalam Pasal 41.
Pihak-pihak dalam pertikaian setiap waktu harus berusaha untuk mengadakan persetujuan-persetujuan timbal-balik supaya mempergunakan cara-cara yang paling modern yang dapat diperoleh untuk memudahkan identifikasi kapal-kapal kesehatan.


Pasal 44

Tanda-tanda pengenal yang disebutkan dalam Pasal 43 hanya boleh dipakai untuk menandakan atau melindungi kapal-kapal yang disebut disitu, baik di waktu damai maupun diwaktu perang, kecuali apa yang mungkin ditentukan dalam tiap Konvensi internasional lainnya atau dengan persetujuan antara Pihak-pihak yang bertikai bersangkutan.


Pasal 45

Apabila perundang-undang mereka belum juga sempurna, Pihak-pihak Peserta Agung pada setiap saat harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk pencegahan dan penindakan dari tiap penyalahgunaan tanda-tanda pengenal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 43

Bab VII
PELAKSANAAN KONVENSI

Pasal 46

Setiap pihak yang bertikai, melalui Panglima Angkatan Bersenjatanya, harus menjamin pelaksanaan dari Pasal-pasal terdahulu dengan setepat-tepatnya dan menetapkan ketentuan-ketentuan untuk mengatur hal-hal yang tak terduga, sesuai dengan azas-azas umum Konvensi ini.


Pasal 47

Tindakan-tindakan balasan terhadap yang luka, sakit dan korban karam, para pegawai, kapal-kapal atau perlengkapan yang dilindungi oleh Konvensi ini dilarang.




Pasal 48

Pihak Peserta Agung berjanji untuk baik diwaktu damai maupun diwaktu perang menyebarkan teks Konvensi ini seluas mungkin dalam negara mereka masing-masing, dan terutama untuk memasukkan pengajarannya dalam program-program pendidikan militer, dan jika mungkin dalam program pendidikan sipil, sehingga azas-azas Konvensi ini dapat dikenal oleh seluruh penduduk, terutama oleh angkatan bersenjata oleh personel dinas kesehatan dan rohaniawan.

Pasal 49

Pihak Peserta Agung harus saling menyampaikan melalui Dewan Fedearl Swis dan selama berlangsungnya pertempuran, melalui Negara-negara Pelindung, terjemahan-terjemahan resmi dari Konvensi ini, begitu pula undang-undang dan peraturan-peraturan yang dikeluarkannya untuk menjamin pelaksanaan Konvensi ini.




Bab VIII
TINDAKAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN DAN
PELANGGARAN

Pasal 50

Pihak Peserta Agung berjanji untuk menetapkan peraturan yang diperlukan untuk memberi sanksi pidana effektip terhadap orang-orang yang melakukan atau memerintahkan untuk melakukan salah satu di antara pelanggaran berat atas Konvensi ini sebagaimana ditentukan di dalam Pasal berikut.
Tiap Pihak Peserta Agung berkewajiban untuk mencari orang-orang yang disangka telah melakukan atau memerintahkan untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran berat yang dimaksudkan, dan harus mengadili orang-orang demikian, dengan tak memandang kebangsaanya. Pihak Peserta Agung dapat juga, jika dikehendakinya, dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan perundang-undangan sendiri, menyerahkan kepada Pihak Peserta Agung lain yang berkepentingan, orang-orang demikian untuk diadili, asal saja Pihak Peserta Agung itu dapat menunjukkan suatu perkara prima facie.
Tiap Pihak Peserta Agung harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk memberantas selain pelanggaran berat yang ditentukan dalam Pasal berikut, segala perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Konvensi ini.
Dalam segala keadaan, orang yang dituduh harus mendapat jaminan-jaminan peradilan dan pembelaan yang wajar, yang tak boleh kurang menguntungkan dari jaminan-jaminan yang diberikan oleh Pasal 105 dan jaminan-jaminan yang diberikan oleh Konvensi Jenewa mengenai Perlakuan Tawanan Perang tertanggal 12 Agustus 1949.

Pasal 51

Pelanggaran-pelanggaran berat yang dimaksudkan oleh Pasal terdahulu ialah pelanggaran yang meliputi perbuatan-perbuatan berikut apabila dilakukan terhadap orang atau harta benda yang dilindungi oleh Konvensi : pembunuhan disengaja, penganiayaan atau perlakuan tak berperikemanusiaan, termasuk percobaan-percobaan biologis, menyebabkan dengan sengaja penderitaan besar atau luka berat atas badan atau kesehatan, serta pembinasaan yang meluas dan tindakan pemilikan atsa harta benda yang tidak dibenarkan oleh kepentingan militer dan dilakukan dengan melawan hukum dan dengan semena-mena.





Pasal 52

Tiada Pihak Peserta Agung diperkenankan membebaskan dirinya atau Pihak Agung lain manapun dari tanggung jawab apapun yang disebabkan olehnya sendiri atau oleh Pihak Peserta Agung lain berkenaan dengan pelanggaran-pelanggaran yang termaktub dalam Pasal yang terdahulu.


Pasal 53

Atas permintaan satu pihak yang bertikai harus diadakan suatu pemeriksaan menurut cara yang akan ditentukan antara Pihak-pihak yang berkepentingan, mengenai tiap pelanggaran yang disangka telah dilakukan terhadap Konvensi.
Apabila tidak dicapai persetujuan mengenai prosedur pemeriksaan, maka Pihak-pihak harus bermufakat untuk memilih seorang wasit yang akan memutuskan prosedur yang akan diikuti.
Sekali pelanggaran telah ternyata dilakukan, Pihak-pihak yang bertikai harus mengakhiri dan harus menindaknya tanpa ditunda-tunda lagi.







KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54

Konvensi ini dibuat dalam bahasa Inggeris dan Perancis. Kedua teks itu sama kekuatannya.
Dewan Federal Swis akan mengusahakan dibuatnya terjemahan resmi Konvensi ini ke dalam bahasa Rusia dan Spanyol.

Pasal 55

Konvensi ini yang bertanggal hari ini, terbuka untuk penandatangan sampai Pebruari 12, 1950, bagi Negara-negara yang diwakili pada Konperensi yang dibuka pada tanggal 21 April 1949 di Jenewa; selanjutnya bagi Negara-negara Konvensi Den Haag ke X tanggal 18 Oktober, 1907, mengenai penyesuaian Azas-asas Konvensi Jenewa 1906 dengan Peperangan di Laut, atau Konvensi-konvensi Jenewa tahun 1864, 1906 atau 1929 mengenai Pertolongan yang luka dan Sakit dalam Angkatan Darat di Medan Pertempuran Darat.

Pasal 56

Konvensi ini harus diratifikasi selekas mungkin dan dokumen-dokumen ratifikasi harus disimpan di Bern.
Mengenai penyimpanan setiap dokumen ratifikasi akan dibuat suatu catatan resmi dan salinan-salinan yang disahkan dari catatan ini akan dikirim oleh Dewan Federal Swis, kepada semua Negara yang telah menandatangani Konvensi itu atau yang telah menyatakan turut serta.

Pasal 57

Konvensi ini akan berlaku enam bulan sesudah tidak kurang dari dua dokumen ratifikasi telah disimpan.
Sesudah itu, Konvensi ini akan berlaku bagi tiap Pihak Peserta Agung enam bulan sesudah penyimpanan dokumen ratifikasi olehnya.


Pasal 58

Konvensi ini menggantikan Konvensi Den Haag ke X tertanggal 18 Oktober 1907, untuk menyesuaikan Azas-azas Konvensi Jenewa dari 1906 dengan Peperangan di Laut dalam hubungan antara Pihak-pihak Peserta Agung.



Pasal 60

Pernyataan turut serta harus diberitahukan secara tertulis kepada Dewan Federal Swis, dan akan berlaku enam bulan sesudah tanggal penerimaan pemberitahuan itu,
Dewab Federal Swis akan meneruskan pernyataan turut serta itu kepada semua Negara yang telah menandatangani Konvensi ini, atau yang telah menyatakan turut serta.





Pasal 61

Keadaan-keadaan seperti ditentukan dalam Pasal-pasal 2 dan 3 akan mengakibatkan segera berlakunya ratifikasi-ratifikasi yang telah disimpan dan pernyataan turut serta yang telah diberitahukan oleh Pihak-pihak yang bertikai sebelum atau sesudah dimulainya pertempuran atau pendudukan. Dewan Federal Swis akan meneruskan dengan cara secepat-cepatnya tiap ratifikasi atau pernyataan turut serta yang diterima dari Pihak-pihak yang bertikai.

Pasal 62

Tiap Pihak Peserta Agung bebas untuk menyatakan tidak terikat lagi oleh Konvensi ini.
Pernyataan tidak terikat lagi ini harus diberitahukan secara tertulis kepada Dewan Federal Swis, yang akan meneruskan hal itu kepada Pemerintah-pemerintah semua Pihak-pihak Peserta Agung.
Pernyataan tidak terikat lagi mulai berlaku satu tahun sesudah pemberitahuannya disampaikan kepada Dewan federal Swis. Namun suatu pernyataan tidak terikat lagi yang diberitahukan pada suatu saat ketika Negara yang memutuskan ikatan itu terlibat dalam pertikaian, tidak akan berlaku sampai perdamaian telah dicapai dan sesudah operasi yang bersangkutan dengan pembebasan dan pemulangan dari orang-orang yang dilindungi oleh Konvensi ini telah diakhiri.
Pernyataan tidak terikat lagi akan berlkau hanya bagi Negara yang menyatakannya. Pernyataan tidak terikat lagi sekali-kali tidak mengurangi kewajiban Pihak-pihak yang bertikai untuk memenuhi kewajiban-kewajiban berdasarkan azas-azas hukum antar bangsa yang beradab, hukum perikemanusiaan dan panggilan hati nurani manusia.

Pasal 63

Dewan Federal Swis harus mendaftarkan Konvensi ini pada Sekretariat Perserikat Bangsa-bangsa. Dewan Federal Swis juga harus memberitahukan Sekretariat Perserikat Bangsa-bangsa tentang semua ratifikasi-ratifikasi, pernyataan turut serta dan pernyataan-pernyataan tidak terikat lagi yang diterima olehnya berkenaan dengan Konvensi ini.
UNTUK KESAKSIAN HAL-HAL TERSEBUT DIATAS yang bertanda tangan di bawah ini, setelah jelas kuasa penuhnya masing-masing telah menandatangani Konvensi ini.
DIBUAT di Jenewa hari keduabelas Agustus 1949, dalam bahasa-bahasa Inggreris dan Perancis. Naskah asli akan disimpan dalam Arsip Konfederasi Swis. Dewan Federal Swis akan meneruskan salinan-salinan yang disahkan daripada Konvensi ini kepada negara-negara penandatangan dan negara-negara yang telah menyatakan turut serta.

III. KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS TAHUN 1949
TENTANG PERLAKUAN TERHADAP TAWANAN PERANG


Yang bertandatangan dibawah ini, Wakil-wakil Kuasa Penuh dari Pemerintah-pemerintah yang hadir pada Konferensi Diplomatik yang diadakan di Jenewa dari tanggal 21 April sampai dengan tanggal 12 Agustus 1949, dengan maksud meninjau kembali Konvensi yang diadakan di Jenewa pada tanggal 27 Juli, 1929 mengenai Perlakuan Tawanan Peranga telah berjanji sebagai berikut :

Bagian I
KETENTUAN-KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Pihak-pihak Peserta Agung berjanji untuk menghormati dan menjamin penghormatan Konvensi ini dalam segala keadaan.



Pasal 2

Sebagai tambahan atas ketentuan-ketentuan yang akan dilaksanakan dalam waktu damai, maka Konvensi ini akan berlaku untuk semua peristiwa perang yang diumumkan atau setiap pertikaian bersenjata lainnya yang mungkin timbul antara dua atau lebih Pihak-pihak Peserta Agung, sekalipun keadaan perang tidak diakui oleh salah satu antara mereka.
Konvensi ini juga akan berlaku untuk semua peristiwa pendudukan sebagian atau seluruhnya dari wilayah Pihak Peserta Agung, sekalipun pendudukan tersebut tidak menemui perlawanan bersenjata.
Meskipun salah satu dari Negara-negara dalam pertikaian mungkin bukan peserta Konvensi ini, Negara-negara yang menjadi perserta Konvensi ini akan sama tetap terikat olehnya didalam hubungan antara mereka. Mereka selanjutnya terikat oleh Konvensi ini dalam hubungan dengan Negara bukan peserta, apabila Negara yang tersebut kemudian ini menerima dan melaksanakan ketentuan-ketentuan Konvensi ini.


Pasal 3

Dalam hal pertikaian bersenjata yang tidak bersifat internasional yang berlangsung dalam wilayah salah satu Pihak Peserta Agung, tiap Pihak dalam.
Setiap Negara netral, atau organisasi yang diundang oleh Negara yang bersangkutan atau yang mengajukan diri untuk maksud-maksud itu, harus bertindak dengan rasa tanggung jawab terhadap Pihak dalam pertikaian yang ditaati oleh orang-orang yang dilindungi oleh Konvensi ini, dan harus memberikan cukup jaminan-jaminan bahwa ia mampu untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang bersangkutan serta akan melakukannya secara tak berpihak.
Penyimpangan dari ketentuan-ketentuan diatas dengan persetujuan khusus, tidak boleh dibuat bila salah satu negara walau sementara terbatas kebebasannya untuk berunding dengan Negara lain atau sekutu-sekutunya karena peristiwa-peristiwa militer, terutama bila seluruh atau sebagian besar dari wilayah Negara tersebut telah diduduki.
Di manapun dalam Konvensi ini ada disebutkan suatu Negara Pelindung sebutan itu juga berlaku bagi organisasi-organisasi pengganti dalam arti Pasal ini.

Pasal 11

Dalam hal-hal di mana oleh mereka dianggap perlu demi kepentingan orang-orang yang dilindungi, terutama dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Pihak-Pihak dakan pertikaian mengenai pelaksanaan atau penafsiran ketentuan-ketentuan Konvensi ini, maka Negara-negara Pelindung harus memberikan jasa-jasa baik mereka untuk menyelesaikan perbedaan pendapat itu.
Untuk maksud itu, tiap Negara Pelindung boleh, baik atas undangan salah satu Pihak atau atas inisiatip sendiri, mengusulkan kepada Pihak-pihak dalam pertikaian suatu pertemuan antara wakil-wakil mereka, terutama penguasa-penguasa yang bertanggung jawab atas tawanan perang, yang sedapat mungkin diadakan di wilayah netral yang telah dipilih sepantasnya. Pihak-Pihak dalam pertikaian harus melaksanakan usul-usul yang diajukan kepada mereka untuk maksud ini. Negara-negara Pelindung dapat, apabila perlu, mengusulkan untuk disetujui oleh Pihak-Pihak dalam pertikaian, seorang yang berasal dari Negara netral atau yang dikuasakan oleh Komite Internasional Palang Merah, yang akan diundang untuk mengambil bagian dalam pertemuan demikian.

Bagian II
PERLINDUNGAN UMUM BAGI TAWANAN PERANG

Pasal 12

Tawanan perang adalah tawanan Negara musuh, bukan tawanan orang-perorangan atau kesatuan-kesatuan militer yang telah menawan mereka. Lepas dari tanggung jawab perseorangan yang mungkin ada, Negara Penahan bertanggung jawab atas perlakuan yang diberikan kepada mereka.
Tawanan perang hanya dapat dipindahkan oleh Negara Penahan ke suatu Negara yang menjadi peserta Konvensi , dan setelah Negara Penahan mendapat kepastian bahwa negara yang disertai tawanan itu berkehendak dan sanggup untuk melaksanakan Konvensi. Apabila tawanan perang dipindahkan dalam keadaan tersebut, maka tanggung jawab tentang pelaksanaan Konvensi terletak pada Negara yang telah menerima mereka, selama mereka berada di bawah pengawasannya.
Walaupun demikian, apabila Negara itu gagal dalam menerapkan ketentuan-ketentuan Konvensi dalam sesuatu hal yang penting, maka setelah pemberitahuan tentang hal tersebut oleh Negara Pelindung, Negara yang memindahkan tawanan perang itu harus mengambil tindakan-tindakan effektip untuk memperbaiki keadaan atau harus meminta pengembalian dari tawanan perang itu. Permintaan itu harus dikabulkan.

Pasal 13

Tawanan perang harus diperlakukan dengan perikemanusiaan. Setiap perbuatan yang bertentangan dengan hukum, atau kelalaian Negara Penahan yang mengakibatkan kematian atau yang benar-benar membahayakan kesehatan tawanan perang yang berada di bawah pengawasannya, adalah dilarang dan harus dianggap sebagai pelanggaran berat dari Konvensi ini. Tawanan perang terutama tidak boleh dijadikan obyek pengudungan jasmani, percobaan-percobaan kedokteran atau ilmiah dalam bentuk apapun juga yang tidak dibenarkan oleh pengobatan kedokteran, kedokteran gigi atau kesehatan dari tawanan bersangkutan dan dilakukan demi kepentingannya.
Tawanan perang juga harus selalu dilindungi, terutama terhadap tindakan-tindakan kekerasan atau ancaman-ancaman, dan terhadap penghinaan-penghinaan serta tontonan umum.
Tindakan-tindakan pembalasan terhadap tawanan perang dilarang.

Pasal 14

Tawanan perang dalam segala keadaan berhak akan penghormatan terhadap pribadi dan martabatnya.
Wanita harus diperlakukan dengan segala kehormatan yang patut diberikan mengingat jenis kelamin mereka, dan dalam segala hal harus mendapat perlakuan sebaik dengan yang diberikan kepada pria.
Tawanan perang akan tetap memiliki kemampuan keperdataan penuh yang mereka miliki pada saat penangkapan mereka. Negara Penahan tidak boleh membatasi penggunaan hak-hak yang timbul dari kemampuan tersebut, baik di dalam maupun diluar wilayahnya sendiri, kecuali sejauh yang diperlukan oleh penawan yang bersangkutan.


Pasal 15

Negara yang menahan tawanan perang wajib menjamin pemeliharaan mereka dan perawatan kesehatan yang dibutuhkan oleh mereka dengan cuma-cuma.

Pasal 16

Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Konvensi ini mengenai pangkat dan jenis kelamin, dan dengan tidak mengurangi perlakuan istimewa yang dapat diberikan kepada mereka karena keadaan kesehatan, umur atau keahlian mereka, maka semua tawanan perang harus diperlakukan sama oleh Negara Penahan, tanpa perbedaan merugikan yang didasarkan atas suku, kebangsaan, kepercayaan, agama atau pandangan-pandangan politik, atau perbedaan lainnya yang didasarkan atas kriteria serupa itu.






Bagian III
PENAWANAN
SEKSI I
PERMULAAN PENAWANAN

Pasal 17

Setiap tawanan perang, apabila ditanyakan mengenai hal itu, hanya wajib memberikan nama keluarga, nama kecil dan pangkat, tanggal lahir, dan nomor tentara, resimen, data personel atau nomor registrasi pokok, atau jika tidak mungkin, keterangan yang serupa.
Jika ia dengan sengaja melanggar ketentuan ini, ia dapat dikenakan pembatasan atas hak-hak istimewa yang diberikan kepadanya berdasarkan pangkat atau kedudukannya.
Setiap Pihak dalam sengketa harus melengkapi orang-orang di bawah kekuasaannya yang mungkin menjadi tawanan perang musuh, dengan suatu kartu pengenal yang memuat nama keluarga, nama kecil, pangkat, nomor tentara, resimen, data personel atau nomor registrasi pokok atau keterangan serupa serta tanggal lahir pemegang. Kartu pengenal itu selanjutnya dapat memuat tanda tangan atau cap jari pemegang atau kedua-duanya, dan dapat juga setiap keterangan lainnya, yang mungkin hendak ditambahkan oleh Pihak peserta sengketa tentang orang-orang yang termasuk dalam angkatan bersenjata. Kartu itu sedapat mungkin harus berukuran 6,5 X 10 cm serta harus dikeluarkan dalam rangkap dua. Kartu pengenal itu harus diperlihatkan oleh tawanan perang apabila diminta, akan tetapi sekali-kali tidak dapat diambil dari padanya.
Penganiayaan jasmani atau rohani atau paksaan lain dalam bentuk apapun, tidak boleh dilakukan atas diri tawanan perang untuk memperoleh dari mereka keterangan-keterangan jenis apapun. Tawanan perang yang menolak menjawab, tidak boleh diancam, dihina, atau dikenakan perlakuan yang tidak menyenangkan atau merugikan dalam bentuk apapun.
Tawanan perang yang tidak sanggup menyatakan identitasnya karena keadaan jasmani atau rohani mereka, harus diserahkan kepada dinas kesehatan. Identitas tawanan tersebut akan ditetapkan dengan segala cara yang memungkinkan dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan paragrap diatas.
Pemeriksaan tawanan perang harus dilakukan dalam bahasa yang mereka fahami.


Pasal 18

Semua benda dan barang-barang untuk keperluan pribadi, kecuali senjata, kuda, perlengkapan militer dan dokumen-dokumen militer, harus tetap dimiliki tawanan perang, begitu pula topi baja dan kedok gas serta barang-barang serupa itu telah disediakan untuk perlindungan pribadi. Benda dan barang-barang yang digunakan untuk pakaian atau makanan mereka harus juga tetap mereka miliki, sekalipun benda dan barang-barang tersebut termasuk dalam perlengkapan militer mereka.
Tawanan perang pada waktu apapun juga tidak boleh dibiarkan tanpa dokumen-dokumen identitas. Negara Penahan harus memberikan dokumen-dokumen tersebut kepada tawanan perang yang tidak memilikinya.
Tanda-tanda pangkat dan kebangsaan, tanda-tanda jasa dan barang-barang yang khususnya mempunyai nilai pribadi atau barang kenangan tidak boleh diambil dari tawanan perang.
Uang yang dibawa tawanan perang tidak boleh diambil atau dirampas dari mereka, kecuali atas perintah seorang perwira dan setelah jumlah uang dan keterangan-keterangan tentang pemiliknya dicatat dalam suatu daftar khusus dan setelah diberikan suatu tanda terima yang diperinci, yang dengan jelas memuat nama, pangkat serta kesatuan dari orang yang mengeluarkan tanda terima itu. Jumlah uang dalam mata uang Negara Penahan, atau yang telah ditukarkan ke dalam mata uang tersebut atas permintaan tawanan, akan dicatat sebagai kredit dalam rekening koran tawanan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 64.
Negara Penahan hanya dapat mengambil barang-barang berharga dari tawanan perang berdasarkan alasan-alasan keamanan; apabila barang-barang tersebut diambil, maka prosedur yang ditetapkan untuk pengambilan jumlah uang akan berlaku.
Benda-benda tersebut demikian juga jumlah uang dalam mata uang apapun selain mata uang Negara Penahan yang diambil, dan yang penukarannya tidak diminta oleh pemiliknya, harus ditempatkan dibawah pengawasan Negara Penahan dan harus dikembalikan dalam bentuk semula kepada tawanan perang pada akhir penahanan mereka.

Pasal 19

Setelah ditangkap, tawanan perang harus segera dievakuasi ke kamp-kamp tawanan yang letaknya dalam suatu daerah yang cukup jauh dari medan pertempuran yang berada diluar bahaya.
Hanya tawanan perang yang karena luka atau sakit akan mengalami bahaya lebih besar bila dievakuasi daripada bila tetap tinggal di mana mereka berada, untuk sementara dapat ditahan dalam daerah yang berbahaya.
Selagi menunggu pengungsian dari medan pertempuran, harus dijaga agar tawanan perang tidak menghadapi bahaya yang tidak perlu.

Pasal 20

Evakuasi tawanan perang selalu harus diselenggarakan dengan perikemanusiaan dan dalam kondisi yang serupa dengan keadaan tentara Negara Penahan dalam perpindahannya.
Negara Penahan harus memberi makanan dan air yang dapat diminum yang cukup, serta pakaian dan pemeliharaan kesehatan yang diperlukan kepada Tawanan Perang yang sedang dievakuasi. Negara Penahan harus mengambil segala tindakan pencegahan yang wajar untuk menjamin kesehatan mereka selama dievakuasi, dan harus selekas mungkin membuat suatu daftar dari tawanan perang yang dievakuasi.
Apabila tawanan perang selama pengevakuasian harus melalui kamp-kamp tawanan transit, maka keberadaan mereka dalam tempat tawanan tersebut harus sesingkat mungkin.

SEKSI II
PENGASINGAN TAWANAN PERANG
Bab I
KETENTUAN UMUM

Pasal 21

Negara Penahan dapat menempatkan tawanan perang dalam pengasingan. Negara Penahan dapat mewajibkan mereka untuk tidak meninggalkan tempat tawanan dimana mereka diasingkan melewati jarak-jarak tertentu, atau apabila tempat tawanan tersebut dipagari, melarang mereka keluar dari pemagaran itu. Kecuali apabila diatur lain menurut ketentuan-ketentuan Konvensi ini mengenai sanksi-sanksi pidana dan disiplin, tawanan perang tidak boleh ditahan dalam tutupan, kecuali bila perlu untuk melindungi kesehatan mereka dan juga hanya selama keadaan yang menyebabkan tutupan itu perlu terus diberlakukan.
Tawanan perang dapat dibebaskan sebagian atau seluruhnya dengan syarat atau perjanjian, sejauh hal itu diperkenankan oleh undang-undang Negara yang mereka taati. Tindakan-tindakan tersebut akan diambil khusus dalam hal-hal yang dapat menambah perbaikan keadaan kesehatan mereka. Tidak ada tawanan perang boleh dipaksa untuk menerima pembebasan bersyarat atau dengan perjanjian.
Pada waktu pecahnya permusuhan, setiap pihak peserta dalam sengketa bersenjata harus memberitahukan kepada pihak lawan, undang-undang dan peraturannya yang membolehkan atau melarang warga negaranya untuk menerima pembebasan bersyarat atau dengan perjanjian.
Tawanan perang yang dibebaskan bersyarat atau yang telah memberikan janji mereka, sesuai dengan undang-undang serta peraturan-peraturan yang telah diberitahukan menurut cara tersebut di atas, harus memenuhi dengan seksama kewajiban yang timbul dari pembebasan-pembebasan bersyarat atau dengan perjanjian itu atas dasar kehormatan pribadi baik terhadap Negara yang mereka taati maupun terhadap Negara yang telah menangkap mereka. Dalam hal-hal tersebut, Negara yang mereka taati tidak boleh meminta maupun menerima dari mereka suatu jasa yang tidak sesuai dengan syarat pembebasan atau dengan janji yang diberikan.



Pasal 22

Tawanan perang hanya dapat diasingkan dalam bangunan-bangunan yang terletak di daratan dan yang memberikan segala jaminan kebersihan dan kesehatan. Kecuali dalam hal-hal khusus yang dibenarkan oleh kepentingan tawanan itu sendiri, tawanan tidak boleh diasingkan dalam penjara.
Tawanan perang yang diasingkan di daerah-daerah yang tidak sehat atau di daerah-daerah yang iklimnya merugikan kesehatan mereka, harus dipindahkan selekas mungkin ke daerah yang lebih baik iklimnya.
Negara Penahan harus menampung tawanan perang dalam kamp-kamp tawanan atau daerah kamp-kamp tawanan menurut kebangsaan, bahasa dan kebiasaannya, dengan syarat-syarat bahwa tawanan-tawanan itu tidak boleh dipisahkan dari tawanan perang yang tergolong dalam angkatan perang di mana mereka tergabung pada saat penangkapan mereka, kecuali dengan persetujuan mereka.


Pasal 23

Tawanan perang sekali-kali tidak boleh dikirim ke daerah atau ditahan dalam daerah di mana ia mungkin terkena tembakan dari medan pertempuran; begitupun keberadaan tawanan perang tidak boleh dipergunakan untuk menjadikan tempat-tempat atau daerah-daerah tertentu kebal dari operasi-operasi militer.
Tawanan perang harus mendapat perlindungan terhadap pemboman dari udara dan bahaya-bahaya perang lainnya, sebagaimana halnya dengan penduduk sipil setempat. Kecuali mereka yang bertugas melindungi tempat tinggal mereka terhadap bahaya-bahaya yang disebutkan diatas, maka tawanan perang boleh memasuki tempat perlindungan segera setelah ada tanda bahaya. Tiap tindakan perlindungan lainnya yang diambil guna manfaat penduduk, berlaku pula bagi tawanan perang.
Negara-negara Penahan harus memberikan kepada Negara-negara yang bersangkutan, melalui perantaraan Negara-negara Pelindung, semua keterangan yang berguna mengenai letak geografis tempat-tempat tawanan perang.
Bilamana pertimbangan-pertimbangan militer mengizinkan kamp-kamp tawanan perang harus ditandai dengan huruf-huruf PW atau PG pada siang hari, yang ditempatkan sedemikian rupa, sehingga dapat dilihat dengan jelas dari udara.
Walaupun demikian Negara-negara yang bersangkutan dapat mengadakan persetujuan untuk mempergunakan sistim penandaan lainnya. Hanya kamp-kamp tawanan perang yang boleh diberi tanda tersebut.



Pasal 24

Kamp-kamp tawanan transit atau saringan yang bersifat tetap harus diperlengkapi menurut syarat-syarat yang sama dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam Seksi ini, dan tawanan yang berada di dalamnya harus mendapat perlakuan sama dengan perlakuan di kamp-kamp tawanan lainnya.


Bab II
TEMPAT TINGGAL, MAKANAN DAN PAKAIAN
TAWANAN PERANG

Pasal 25

Tawanan perang harus diberi tempat tinggal menurut syarat-syarat sebaiknya syarat-syarat yang diberikan kepada tentara Negara Penahan yang ditempatkan di daerah yang sama. Syarat-syarat tersebut harus memperhitungkan adat-istiadat dan kebiasaan-kebiasaan tawanan dan sekali-kali tidak boleh merugikan kesehatan mereka.
Ketentuan-ketentuan di atas terutama akan berlaku bagi asrama-asrama tawanan perang, mengenai luas keseluruhan dan daya tampung minimum (cubic space), instalasi umum, tempat tidur dan perlengkapannya serta selimut.
Tempat-tempat yang disediakan untuk dipakai oleh tawanan perang secara perorangan atau kolektip, harus dilindungi seluruhnya dari keadaan lembab yang terutama antara senja dan malam hari diberi penghangat dan penerangan yang memadai.
Semua tindakan-tindakan pencegahan harus diambil terhadap bahaya kebakaran.
Pada setiap kamp tawanan yang menampung tawanan perang wanita dan laki-laki, harus disediakan bagi mereka, asrama yang terpisah.

Pasal 26

Rangsum makanan harian pokok harus cukup berkwalitas, kwantitas dan macam-macamnya untuk memelihara kesehatan yang baik dari tawanan perang dan untuk mencegah berkurangnya berat badan atau timbulnya penyakit kekurangan makanan. Juga harus diperhatikan susunan makanan menurut kebiasaan tawanan perang.
Negara Penahan harus memberikan kepada tawanan perang yang bekerja, rangsum tambahan yang diperlukan untuk pekerjaan yang mereka lakukan.
Air minum yang cukup harus diberikan kepada tawanan perang. Pemakaian tembakau harus diizinkan.
Tawanan perang sedapat mungkin akan diikut-sertakan dalam pengolahan makanan mereka; untuk maksud itu mereka dapat dipekerjakan di dapur.
Selanjutnya mereka harus diberikan alat-alat untuk menyiapkan sendiri makanan tambahan yang ada pada mereka.
Tempat-tempat yang memadai harus disediakan untuk ruang makan.
Tindakan-tindakan disiplin yang bersifat kolektip yang berkaitan dengan makanan dilarang.


Pasal 27

Pakaian, pakaian dalam dan sepatu harus diberikan kepada tawanan perang dalam jumlah yang cukup oleh Negara Penahan, dengan memperhatikan iklim daerah tempat tawanan ditahan. Pakaian seragam angkatan perang musuh yang jatuh ke dalam tangan Negara Penahan harus digunakan untuk pakaian bagi tawanan perang, apabila pakaian itu sesuai dengan iklim.
Negara Penahan harus menjamin diadakannya penggantian dan pembetulan barang-barang tersebut di atas secara teratur, selanjutnya tawanan perang yang bekerja harus menerima pakaian yang cocok apabila sifat pekerjaan itu memerlukannya.


Pasal 28

Kantin-kantin harus diadakan di semua tempat tawanan di mana tawanan perang dapat memperoleh bahan makanan, sabun dan tembakau serta barang kebutuhan sehari-hari. Harganya sekali-kali tidak boleh melebihi harga-harga pasaran setempat.
Keuntungan yang diperoleh kantin-kantin tempat tawanan harus dipergunakan untuk kesejahteraan tawanan; suatu dana khusus akan diadakan untuk maksud ini. Perwakilan dari tawanan perang berhak untuk turut serta dalam pengurusan kantin dan dana itu.
Jika kamp tawanan ditutup, neraca kredit dana khusus itu harus diserahkan kepada suatu organisasi kesejahteraan internasional dan dipergunakan untuk kesejahteraan tawanan perang yang berkebangsaan sama dengan tawanan perang yang telah menyumbang dana itu. Dalam hal pemulangan tawanan umum, keuntungan tersebut akan disimpan oleh Negara Penahan kecuali apabila ditentukan lain dalam suatu persetujuan antara negara-negara yang bersangkutan.



Bab III
KESEHATAN DAN PENGAMATAN KESEHATAN

Pasal 29

Negara Penahan wajib mengambil segala tindakan kesehatan yang diperlukan untuk menjamin kebersihan serta kesehatan tempat tawanan dan untuk mencegah wabah-wabah menular.
Bagi tawanan perang harus disediakan untuk dipakai siang dan malam tempat-tempat pemandian dan kakus yang memenuhi syarat-syarat kesehatan dan yang terus menerus dipelihara dalam keadaan bersih. Di tiap kamp tawanan di mana tawanan perang wanita ditampung, harus disediakan bagi mereka tempat-tempat pemandian dan kakus yang terpisah.
Selanjutnya di samping tempat-tempat mandi yang tersedia dalam kamp tawanan, tawanan perang harus juga diberikan air dan sabun yang cukup untuk keperluan kamar kecil dan untuk mencuci pakaian pribadinya. Bagi mereka harus disediakan instalasi-instalasi, fasilitas-fasilitas dan waktu yang diperlukan untuk maksud itu.



Pasal 30

Setiap kamp tawanan harus mempunyai rumah sakit yang cukup memenuhi syarat di mana tawanan perang dapat memperoleh pengamatan kesehatan yang mereka perlukan, begitupun juga makanan yang tepat. Ruangan-ruangan yang terpisah harus disediakan apabila perlu untuk kasus-kasus penyakit menular atau penyakit jiwa.
Tawanan perang yang menderita penyakit berat atau yang keadaannya memerlukan pengobatan khusus, pembedahan atau perawatan di rumah sakit,harus diperkenankan memasuki setiap kesatuan kesehatan militer atau sipil di mana pengobatan tersebut dapat diberikan, sekalipun mereka itu sedang dipertimbangkan untuk dipulangkan dalam waktu yang dekat. Fasilitas khusus harus disediakan untuk perawatan dan rehabilitasi yang akan diberikan kepada orang-orang yang cacat, terutama orang-orang buta, selama menunggu pengembalian.
Tawanan perang harus memperoleh pengamatan kesehatan sebaik-baiknya dari anggota dinas kesehatan Negara yang mereka taati, dan apabila mungkin dari orang yang sebangsa.
Tawanan perang tidak boleh dicegah untuk meminta kepada petugas-petugas kesehatan agar diperiksa. Apabila diminta, pejabat-pejabat Negara Penahan harus memberikan kepada setiap tawanan yang telah mendapat pengobatan atau perawatan, suatu sertipikat resmi yang menunjukkan sifat penyakit atau lukanya, dan lamanya serta macam pengobatan atau perawatan yang telah diperoleh. Salinan dari sertifikat ini harus dikirim kepada Kantor Pusat Tawanan Perang.
Biaya pengobatan akan dipikul oleh Negara Penahan, termasuk biaya setiap alat yang diperlukan untuk memelihara tawanan perang dalam keadaan kesehatan yang baik, terutama gigi buatan dan alat-alat buatan lain serta kacamata.


Pasal 31

Pemeriksaan kesehatan tawanan perang harus diadakan sekurang-kurangnya sekali sebulan. Pemeriksaan itu akan meliputi penelitian dan pencatatan berat badan setiap tawanan perang. Maksud pemeriksaan-pemeriksaan itu terutama adalah untuk mengawasi keadaan kesehatan secara umum, pemberian makanan dan kebersihan tawanan perang, serta untuk menemukan penyakit-penyakit menular, teristimewa penyakit tuberculosis, malaria dan penyakit kelamin.
Untuk maksud ini akan digunakan metode-metode yang paling bermanfaat yang tersedia, misalnya radiografi miniatur massal untuk menemukan tuberculosis secara dini.

Pasal 32

Tawanan perang yang menjadi dokter, ahli bedah, dokter gigi, perawat atau tenaga pembantu kesehatan, dapat diwajibkan oleh Negara Penahan untuk menjalankan fungsi mereka dibidang kesehatan mereka bagi kepentingan tawanan perang yang menaati Negara yang sama, walaupun mereka itu tidak tergolong dalam dinas kesehatan angkatan perangnya. Dalam hal itu mereka tetap merupakan tawanan perang, tetapi mereka akan menerima perlakuan yang sama dengan perlakuan yang diperoleh anggota dinas kesehatan yang ditahan oleh Negara Penahan. Mereka harus dibebaskan dari tiap pekerjaan lainnya sesuai Pasal 49.


Bab IV
ANGGOTA DINAS KESEHATAN DAN ROKHANIWAN YANG DITAHAN UNTUK MEMBANTU TAWANAN PERANG

Pasal 33

Anggota dinas kesehatan dan para Rokhaniwan, selama ditahan oleh Negara Penahan dengan maksud untuk membantu tawanan perang tidak akan dianggap sebagai tawanan perang. Tetapi mereka paling sedikit harus menerima manfaat dan perlindungan dari Konvensi ini, dan harus juga diberikan semua fasilitas yang diperlukan untuk perawatan kesehatan dan bantuan keagamaan kepada tawanan perang.
Mereka harus terus menjalankan fungsi kesehatan dan kerohanian mereka untuk kepentingan tawanan perang, diutamakan tawanan yang tergolong dalam angkatan perang yang mereka taati, dalam lingkup undang-undang dan peraturan-peraturan Negara Penahan dan di bawah pengawasan dari dinas-dinas yang berwenang, sesuai dengan etika profesi mereka. Dalam menjalankan fungsi-fungsi kesehatan dan kerohanian mereka, mereka harus juga mendapatkan manfaat fasilitas-fasilitas dibawah ini :
(a) Mereka harus diperkenankan mengunjungi secara berkala tawanan perang yang berada dalam detasemen-detasemen kerja atau rumah sakit di luar tempat tawanan mereka. Untuk maksud ini, Negara Penahan harus menyediakan alat-alat pengangkutan yang diperlukan.
(b) Perwira kesehatan tertua dalam setiap kamp tawanan akan bertanggung jawab kepada penguasa-penguasa militer kamp tawanan, atas segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan anggota dinas kesehatan yang ditahan. Untuk maksud ini maka pada saat pecahnya permusuhan, Pihak-pihak dalam sengketa harus bermufakat mengenai persamaan tingkat pangkat-pangkat dari anggota dinas kesehatan, termasuk perhimpunan yang disebut dalam Pasal 26 dari Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Keadaan yang Luka dan Sakit dalam Angkatan Perang di Medan Pertempuran di Darat tanggal 12 Agustus 1949. Perwira Kesehatan Tertua ini, begitu pula para rohaniwan berhak untuk berhubungan dengan penguasa-penguasa kamp tawanan yang berwenang, mengenai semua soal yang berkenaan dengan tugas mereka. Penguasa-penguasa tersebut harus memberikan semua fasilitas yang diperlukan untuk melakukan surat-menyurat mengenai soal itu.
(c) Walaupun mereka harus tunduk pada disiplin intern dari tempat tawanan di mana mereka ditahan, mereka tidak boleh dipaksa untuk melakukan pekerjaan apapun selain pekerjaan yang berhubungan dengan tugas kesehatan dan keagamaan mereka.
Selama berlangsungnya permusuhan, Pihak-pihak dalam sengketa harus mengadakan persetujuan mengenai kemungkinan pembebasan anggota dinas kesehatan yang ditahan dan harus menetapkan prosedur yang akan diturut.
Tidak ada dari ketentuan terdahulu membebaskan Negara Penahan dari kewajiban-kewajibannya terhadap tawanan perang dipandang dari sudut kesehatan atau kerohanian.


Bab V
KEGIATAN KEAGAMAAN, INTELEKTUAL
DAN JASMANI

Pasal 34

Tawanan perang harus memperoleh kebebasan penuh dalam mejalankan kewajiban keagamaan mereka, termasuk menghadiri upacara keagamaan mereka, dengan syarat bahwa mereka memenuhi peraturan disiplin yang ditentukan oleh penguasa-penguasa militer.
Tempat-tempat yang memadai harus disediakan untuk melangsungkan upacara-upacara keagamaan.


Pasal 35

Para Rokhaniawan yang jatuh dalam tangan Negara musuh dan berdiam atau ditahan dengan maksud membantu tawanan perang, harus diperkenankan untuk menyelenggarakan dan menjalankan secara bebas bantuan-bantuan keagamaan di antara tawanan perang dari agama yang sama, sesuai dengan hati nurani keagamaan mereka. Mereka harus ditempatkan diberbagai kamp-kamp tawanan dan detasemen kerja yang memuat tawanan perang yang tergolong dalam tentara yang sama, berbahasa sama atau menganut agama yang sama. Mereka harus memperoleh fasilitas-fasilitas yang diperlukan, termasuk alat-alat pengangkutan, sebagaimana ditentukan dalam pasal 33, untuk mengunjungi tawanan perang yang berada di luar kamp tawanan mereka. Mereka harus bebas melakukan surat-menyurat dengan penguasa-penguasa gereja di negara penahan dan dengan organisasi keagamaan internasional, tentang hal-hal yang mengenai kewajiban-kewajiban keagamaan mereka, dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya penyensoran atas surat menyurat itu. Surat-surat dan kartu-kartu yang mereka boleh kirim untukmaksud ini akan ditambahkan pada jatah yang ditentukan dalam Pasal 71.




Pasal 36

Tawanan perang yang menjadi petugas-petugas keagamaan, tanpa menjadi Rokhaniwan dalam tentara mereka sendiri, harus bebas untuk memberikan bantuan kerohanian kepada angauta-anggota mereka, apapun juga golongannya. Untuk maksud ini, mereka harus menerima perlakuan yang sama seperti perlakuan rokhaniwan yang ditahan oleh Negara Penahan. Mereka tidak boleh diwajibkan melakukan pekerjaan lain apapun.

Pasal 37

Jika tawanan perang tidak mendapat bantuan dari seorang rohaniwan yang ditahan atau dari seorang tawanan perang yang menjadi petugas keagamaan mereka, maka atas permintaan tawanan-tawanan yang bersangkutan, harus diangkat untuk mengisi jabatan itu, seorang petugas keagamaan yang termasuk dalam golongan kepercayaan tawanan atau golongan serupa, atau apabila tidak ada petugas tersebut, seorang biasa yang cakap, apabila jalan itu dapat ditempuh dipandang dari sudut keagamaan. Pengangkatan ini yang harus mendapat persetujuan Negara Penahan, harus dilakukan dengan persetujuan kelompok tawanan yang bersangkutan, dan di mana perlu dengan persetujuan pejabat-pejabat keagamaan setempat yang satu kepercayaan. Orang yang diangkat tersebut harus memenuhi semua peraturan-peraturan yang diadakan oleh Negara Penahan demi kepentingan disiplin dan keamanan militer.

Pasal 38

Dengan menghormati keinginan perorangan setiap tawanan, Negara Penahan harus memberikan dorongan pada kegiatan-kegiatan intelektual, pendidikan, hiburan, olah raga serta permainan-permainan bersama di antara tawanan, dan harus mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menjamin dilakukannya kegiatan itu dengan menyediakan tempat-tempat yang memadai serta perlengkapan yang diperlukan.
Tawanan harus memperoleh kesempatan untuk menjalankan latihan jasmani, termasuk olah raga dan permainan bersama serta untuk bergerak di udara terbuka. Untuk maksud ini harus disediakan lapangan terbuka yang cukup dalam semua kamp-kamp tawanan.





Bab VI
DISIPLIN

Pasal 39

Setiap kamp tawanan perang harus berada di bawah kekuasaan langsung seorang perwira yang bertanggung jawab, anggota angkatan bersenjata reguler dari Negara Penahan. Perwira tersebut harus memiliki sebuah naskah dari Konvensi ini; ia harus menjamin bahwa ketentuan-ketentuan Konvensi diketahui oleh anggota staf kamp tawanan dan penjaga serta akan bertanggung jawab atas pelaksanaan Konvensi, di bawah petunjuk pemerintahnya.
Tawanan perang, dengan pengecualian para perwira, harus memberi hormat dan menunjukkan tanda penghormatan lahir kepada semua perwira Negara Penahan sebagaimana ditentukan dalam peraturan-peraturan yang berlaku dalam tentara mereka sendiri.
Tawanan perang yang berpangkat perwira harus memberi hormat hanya kepada perwira-perwira Negara Penahan yang lebih tinggi pangkatnya; tetapi mereka harus memberi hormat kepada komandan kamp tawanan, apapun pangkatnya.


Pasal 40

Pemakaian tanda-tanda pangkat dan kebangsaan, begitupun tanda-tanda jasa, harus diizinkan.

Pasal 41

Teks Konvensi ini dan Lampiran-lampirannya serta isi tiap persetujuan khusus sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6, harus ditempelkan di setiap kamp tawanan pada tempat-tempat di mana semua dapat membacanya dalam bahasa tawanan itu sendiri. Salinan Naskah Konvensi serta Lampiran-lampirannya, akan diberikan, atas permintaan, kepada tawanan yang tidak berkesempatan membaca salinan naskah yang telah ditempelkan pada tempat pengumuman.
Peraturan - peraturan, perintah - perintah, peringatan-peringatan dan pengumuman dari setiap hal yang berhubungan dengan kelakuan tawanan perang akan dikeluarkan dalam bahasa yang difahami oleh tawanan perang. Peraturan-peraturan, perintah-perintah dan pengumuman-pengumuman tersebut harus ditempelkan menurut cara yang ditentukan di atas dan salinan-salinannya harus disampaikan kepada perwakilan tawanan perang. Setiap perintah dan komando yang ditujukan kepada tawanan perang secara perseorangan, juga harus diberikan dalam bahasa yang difahami mereka.


Pasal 42

Penggunaan senjata terhadap tawanan perang, terutama terhadap mereka yang melarikan diri atau mencoba melarikan diri, akan merupakan suatu tindakan yang ekstrem, yang selalu harus didahului oleh peringatan-peringatan yang sesuai dengan keadaan.


Bab VII
PANGKAT TAWANAN PERANG

Pasal 43

Pada saat pecahnya permusuhan, Pihak-pihak dalam sengketa harus saling memberitahukan sebutan pangkat semua orang-orang yang disebutkan dalam Pasal 4 dari Konvensi ini, untuk menjamin persamaan perlakuan antara tawanan dengan pangkat yang sederajat. Sebutan dan pangkat yang diadakan kemudian harus juga dimasukkan dalam pemberitahuan serupa itu.
Negara Penahan harus mengakui kenaikan pangkat yang diberikan kepada tawanan perang dan yang telah diberitahukan dengan wajar oleh Negara yang ditaati oleh tawanan itu.


Pasal 44

Perwira-perwira dan tawanan yang berkedudukan sederajat harus diperlakukan dengan kehormatan, sesuai dengan pangkat dan usia mereka.
Untuk menjamin pelayanan dalam kamp-kamp tawanan perwira, maka prajurit lainnya dari angkatan perang yang sama, yang sedapat mungkin berbahasa sama, harus dipekerjakan dalam jumlah yang cukup, dengan memperhatikan tingkat pangkat perwira-perwira dan tawanan-tawanan dengan kedudukan yang sederajat. Prajurit-prajurit tersebut tidak boleh diwajibkan melakukan pekerjaan lainnya.
Segala bantuan harus diberikan untuk memungkinkan pengawasan ruang makan oleh para perwira sendiri.
Pasal 45

Tawanan perang, selain para perwira dan tawanan dengan kedudukan yang sederajat, harus diperlakukan dengan kehormatan yang sesuai dengan pangkat-pangkat dan usia mereka.
Segala bantuan harus diberikan untuk memungkinkan pengawasan ruang makan oleh para tawanan sendiri.
Bab VIII
PEMINDAHAN TAWANAN PERANG SETELAH MEREKA TIBA
DI TEMPAT TAWANAN

Pasal 46

Dalam mempertimbangkan pemindahan tawanan perang, Negara Penahan harus memperhatikan kepentingan-kepentingan tawanan itu sendiri, lebih diutamakan agar tidak menambah kesulitan pemulangan mereka.
Pemindahan tawanan perang harus selalu dilaksanakan dengan perikemanusiaan dan dalam keadaan yang tidak kurang baik dari kondisi pemindahan tentara Negara Penahan. Perhatian harus selalu diberikan mengenai keadaan iklim yang sudah terbiasa bagi tawanan perang, dan kondisi pemindahan itu tidak boleh merugikan kesehatan mereka.
Selama pemindahan, negara Penahan harus menyediakan bagi tawanan perang makanan dan air minum yang cukup untuk menjaga mereka agar dalam keadaan sehat. Harus pula disediakan pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan yang diperlukan. Negara Penahan harus mengambil langkah-langkah persiapan yang cukup, teristimewa pada pengangkutan di laut atau udara, untuk menjamin keselamatan mereka selama pemindahan, dan harus membuat daftar lengkap dari segenap tawanan yang dipindahkan sebelum mereka berangkat.


Pasal 47

Tawanan perang yang sakit atau luka tidak boleh dipindahkan, selama perjalanan tersebut dapat membahayakan kesembuhan mereka, kecuali apabila keselamatan mereka sangat memerlukan kepindahan tersebut.
Apabila daerah pertempuran kian mendekati kamp tawanan, tawanan perang yang ada dalam kamp tawanan tersebut tidak boleh dipindahkan, kecuali apabila pemindahan itu dapat dilaksanakan menurut syarat-syarat keselamatan yang memadai, atau apabila mereka dihadapkan bahaya yang lebih besar bila ditinggalkan di tempat itu daripada bila dipindahkan.


Pasal 48

Pada waktu dilakukan pemindahan, tawanan perang harus diberitahu dengan resmi tentang keberangkatan mereka dan tentang alamat pos mereka yang baru. Pemberitahuan-pemberitahuan tersebut harus dilakukan pada waktunya, sehingga mereka sempat mengepak barang-barang mereka dan memberitahu keluarga terdekat mereka.
Mereka harus diperkenankan membawa serta barang-barang pribadi mereka, dan surat-surat serta paket-paket yang telah tiba untuk mereka. Berat barang-barang tersebut dapat dibatasi, apabila keadaan pemindahan menghendaki demikian, sampai pada jumlah yang dapat diangkut dengan layak oleh setiap tawanan, yang sekali-kali tidak boleh melebihi duapuluh lima kilogram untuk setiap orang.
Surat-surat dan paket-paket yang dialamatkan ke kamp tawanan lama harus segera diteruskan kepada mereka. Komandan kamp tawanan dengan persetujuan wakil tawanan, harus mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk menjamin pengangkutan milik bersama tawanan dan barang-barang yang tidak sanggup mereka angkut sendiri karena pembatasan-pembatasan yang diadakan berdasarkan paragrap kedua dari Pasal ini.
Biaya pengangkutan akan dipikul oleh Negara Penahan.






SEKSI III
TENAGA KERJA TAWANAN PERANG

Pasal 49

Negara Penahan dapat menggunakan tenaga kerja tawanan perang yang sehat jasmaninya, dengan memperhatikan umur, jenis kelamin, pangkat dan pembawaan jasmani mereka, dan dengan maksud untuk terutama memelihara mereka dalam keadaan kesehatan jasmani dan rohani yang baik.
Tawanan perang berpangkat bintara hanya boleh diwajibkan melakukan pekerjaan pengawasan. Mereka yang tidak diwajibkan melakukan pekerjaan tersebut dapat minta pekerjaan lain yang sesuai, yang sedapat mungkin harus diadakan bagi mereka.
Apabila perwira atau orang-orang dengan kedudukan sederajat minta pekerjaan yang sesuai, maka pekerjaan itu sedapat mungkin harus diadakan bagi mereka, tetapi mereka sekali-kali tidak boleh dipaksa untuk bekerja.




Pasal 50

Disamping pekerjaan yang berhubungan dengan administrasi kamp tawanan, instalasi atau pemeliharaan kamp tawanan, tawanan perang hanya dapat dipaksa melakukan pekerjaan yang termasuk dalam golongan-golongan di bawah ini:
(a) pertanian;
(b) industri yang berhubungan dengan produksi atau pengambilan bahan-bahan baku, dan industri-industri pabrik dengan perkecualiaan industri logam, mesin dan kimia;
pekerjaan-pekerjaan biasa dan usaha-usaha bangunan yang tidak mempunyai sifat dan tujuan militer;
(c) pengangkutan dan pengurusan gudang-gudang yang tidak mempunyai sifat atau tujuan militer;
(d) urusan dagang dan pertukangan serta kerajinan tangan;
(e) pelayanan;
(f) dinas-dinas umum yang tidak bersifat atau bertujuan militer;
Bilamana ketentuan-ketentuan tersebut di atas dilanggar, maka tawanan perang harus diperkenankan melaksanakan hak mengadu mereka, sesuai dengan pasal 78.



Pasal 51

Tawanan perang harus diberikan kondisi kerja yang pantas, terutama mengenai tempat tinggal, makanan, pakaian dan perlengkapan; kondisi itu tidak akan lebih daripada kondisi yang diberikan kepada warga negara Negara Penahan yang dipekerjakan dalam pekerjaan serupa; keadaan-keadaan iklim harus juga diperhatikan.
Negara Penahan dalam menggunakan tenaga kerja tawanan perang harus menjamin bahwa di daerah-daerah di mana tawanan itu dipekerjakan, perundang-undangan nasional mengenai perlindungan kerja, dan lebih-lebih lagi peraturan-peraturan mengenai keselamatan para pekerja, dilaksanakan dengan sewajarnya.
Tawanan perang harus mendapat latihan dan harus diberikan alat-alat perlindungan yang sesuai dengan pekerjaan yang akan mereka lakukan, serupa dengan latihan dan alat-alat perlindungan yang diberikan kepada warga negara Negara Penahan. Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 52, tawanan dapat dihadapkan pada risiko biasa yang dihadapi oleh pekerja-pekerja sipil.
Kondisi kerja sekali-kali tidak boleh dibuat lebih berat dengan tindakan-tindakan disiplin.




Pasal 52

Seorang tawanan perang tidak boleh dipekerjakan pada pekerjaan yang bersifat tidak sehat atau berbahaya, kecuali apabila ia seorang sukarelawan.
Seorang tawanan perang tidak dapat ditugaskan melakukan pekerjaan yang akan dipandang sebagai merendahkan bagi seorang anggota tentara Negara Penahan itu sendiri.
Pengambilan ranjau-ranjau atau alat-alat sejenisnya harus dianggap sebagai pekerjaan berbahaya.


Pasal 53

Lamanya pekerjaan sehari-hari tawanan perang, termasuk waktu perjalanan pulang-pergi, tidak boleh berlebihan; dan sekali-kali tidak boleh melebihi waktu kerja yang diizinkan dalam distrik itu bagi pekerja-pekerja sipil yang menjadi warga negara-warga negara Negara Penahan dan dipekerjakan pada pekerjaan yang sama.
Tawanan perang harus diberikan waktu istirahat yang tidak kurang dari satu jam dalam pertengahan pekerjaan sehari-hari itu. Waktu istirahat ini harus sama seperti istirahat yang diperoleh pekerja-pekerja Negara Penahan, apabila waktu istirahat yang tersebut kemudian itu lebih lama. Mereka harus diberikan sebagai tambahan waktu istirahat duapuluh empat jam berturut-turut setiap minggu, sebaiknya pada hari minggu, atau pada hari istirahat yang berlaku di negara asal mereka.
Selanjutnya setiap tawanan yang telah bekerja selama setahun akan diberikan istirahat delapan hari berturut-turut. Selama waktu itu upah kerja mereka harus dibayar.
Apabila dipergunakan cara kerja seperti pekerjaan borongan, maka lama waktu bekerja tidak boleh menjadi berlebihan terlalu jauh karenanya.

Pasal 54

Upah kerja yang dibayarkan kepada tawanan perang harus ditetapkan sesuai dengan ketentuan Pasal 62 dari Konvensi ini.
Tawanan perang yang mengalami kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan, atau yang mendapat penyakit selama masa kerja atau sebagai akibat pekerjaan mereka, harus menerima segala perawatan yang dibutuhkan keadaan kesehatan mereka. Negara Penahan selanjutnya harus memberikan kepada tawanan perang tersebut sebuah sertipikat kesehatan yang memungkinkan mereka mengajukan tuntutan-tuntutan mereka kepada Negara yang mereka taati, dan salinan kepada Pusat Perwakilan Tawanan Perang yang diatur oleh Pasal 123.

Pasal 55

Kemampuan tawanan perang untuk bekerja harus diperiksa secara berkala dengan jalan pemeriksaan kesehatan paling sedikit sekali sebulan. Pemeriksaan itu terutama akan memperhatikan sifat pekerjaan yang harus dilakukan oleh tawanan perang.
Apabila ada tawanan perang yang menganggap dirinya tidak mampu bekerja, maka orang itu harus diizinkan menghadap pejabat kesehatan dari tempat tawanannya. Dokter atau ahli bedah dapat menasehatkan supaya tawanan perang yang menurut pendapat mereka tidak sanggup bekerja, dibebaskan dari pekerjaan.


Pasal 56

Organisasi dan administrasi detasemen-detasemen kerja harus serupa dengan organisasi dan administrasi kamp-kamp tawanan perang.
Setiap detasemen kerja harus tetap berada di bawah pengawasan kamp tawanan perang dan merupakan suatu bagian administratip dari suatu kamp tawanan perang. Penguasa-penguasa militer dan komandan kamp tawanan tersebut harus bertanggung jawab sesuai dengan petunjuk-petunjuk dari pemerintah tersebut atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan Konvensi ini dalam detasemen kerja.
Komandan kamp tawanan harus menyimpan suatu daftar paling akhir dari detasemen-detasemen kerja yang berada di bawah kampnya dan harus memberitahukan daftar-daftar ini kepada utusan-utusan Negara Pelindung, kepada utusan-utusan Komite Palang Merah Internasional, atau utusan-utusan badan-badan lainnya pemberi pertolongan kepada tawanan perang, yang mungkin mengunjungi kamp tawanan.

Pasal 57

Perlakuan tawanan perang yang bekerja untuk orang-orang swasta sekalipun orang-orang tersebut bertanggung jawab atas penjagaan dan perlindungan mereka, tidak boleh kurang baik daripada perlakuan yang telah ditentukan oleh Konvensi ini. Negara Penahan, penguasa-penguasa militer dan komandan kamp tawanan yang bersangkutan bertanggung jawab sepenuhnya atas pemeliharaan, perawatan, pengobatan dan pembayaran upah kerja tawanan perang tersebut. Tawanan-tawanan perang tersebut berhak untuk tetap berhubungan dengan perwakilan tawanan di dalam kamp tawanan dimana mereka berada.






SEKSI IV
SUMBER-SUMBER KEUANGAN TAWANAN PERANG

Pasal 58

Pada saat pecahnya permusuhan, dan selama menunggu penyelesaian mengenai hal ini dengan Negara Pelindung, Negara Penahan dapat menentukan jumlah maksimum uang tunai atau uang dalam bentuk lain, yang dapat dimiliki oleh tawanan. Tiap jumlah yang berlebihan, yang mereka miliki dengan sebenarnya dan yang telah diambil dari atau tidak dibayarkan kepada mereka, harus dimasukkan dalam rekening mereka bersama-sama dengan uang-uang yang telah mereka setor. Uang-uang itu tidak boleh dipertukarkan ke dalam mata uang lain manapun, tanpa izin mereka. Apabila tawanan perang diizinkan untuk membeli jasa-jasa atau barang-barang di luar kamp tawanan dengan pembayaran tunai, maka pembayaran-pembayaran tersebut harus dilakukan oleh tawanan itu sendiri atau oleh administrasi kamp tawanan yang akan memperhitungkannya dengan rekening tawanan yang bersangkutan. Negara Penahan akan mengadakan peraturan-peraturan yang diperlukan mengenai hal itu.


Pasal 59

Uang tunai yang diambil dari tawanan perang, sesuai dengan pasal 18, pada saat penangkapan mereka, dan yang merupakan mata uang Negara Penahan, harus dimasukkan dalam rekening-rekening mereka yang terpisah sesuai dengan ketentuan Pasal 64 dari Seksi ini.
Jumlah uang dalam mata uang Negara Penahan, yang harus dibayar, karena penukaran jumlah mata uang lainnya, yang telah diambil dari tawanan perang pada saat yang sama, harus juga dimasukkan sebagai kredit pada rekening terpisah mereka.

Pasal 60

Negara Penahan harus membayar uang muka bulanan, kepada semua tawanan perang. Jumlahnya akan diatur dengan penukaran dalam mata uang Negara Penahan, dari jumlah tersebut dibawah ini :
Golongan I : Tawanan dengan pangkat di bawah
Sersan: delapan Franc Swis.
Golongan II : Sersan dan bintara lainnya atau
Tawanan dengan pangkat sederajat:
duabelas Franc Swis.
Golongan III : Perwira pertama dan perwira dengan
Pangkat di bawah mayor atau tawanan
dengan pangkat sederajat: limapuluh
Franc Swis.
Golongan IV : Mayor, letnan kolonel, kolonel atau
tawanan dengan pangkat sederajarat:
enampuluh Franc Swis.
Golongan V : Jenderal-jenderal atau tawanan
perang dengan pangkat sederajat:
tujuhpuluh lima Franc Swis.

Tetapi Pihak-pihak dalam sengketa yang bersangkutan dapat dengan persetujuan khusus, merubah jumlah uang muka yang harus dibayarkan kepada tawanan dari golongan-golongan di atas.
Selanjutnya, apabila jumlah tersebut dalam paragrap pertama diatas, ternyata terlampau tinggi jika dibandingkan dengan upah angkatan perang Negara Penahan, atau karena alasan apapun akan benar-benar menyusahkan Negara Penahan, maka sambil menunggu diadakannya suatu persetujuan khusus dengan Negara yang ditaati tawanan itu untuk merubah jumlah tersebut di atas, Negara Penahan:
(a) harus terus mengkreditkan jumlah tersebut dalam paragrap pertama di atas dalam rekening tawanan;
(b) dapat untuk sementara membatasi hingga jumlah yang patut, jumlah yang dipisahkan dari uang muka tawanan perang, untuk pemakaian mereka sendiri. Tetapi bagi Golongan I jumlah bagian uang muka yang diberikan untuk pemakaian sendiri ini, bagaimanapun juga tidak boleh lebih rendah daripada jumlah yang diberikan oleh Negara Penahan kepada anggota-anggota angkatan perangnya sendiri.
Alasan-alasan untuk setiap pembatasan harus diberitahukan kepada Negara Pelindung dengan segera.


Pasal 61

Negara Penahan harus menerima jumlah uang yang diberikan oleh Negara yang ditaati tawanan itu untuk dibagikan sebagai upah tambahan kepada tawanan perang, dengan syarat bahwa jumlah uang yang akan dibayarkan itu harus sama untuk tiap tawanan dari golongan yang sama, harus dibayarkan kepada semua tawanan dari golongan itu yang ada di bawah kekuasaannya dan harus sesegera mungkin dimasukkan dalam rekening terpisah mereka, sesuai dengan ketentuan Pasal 64. Pembayaran upah tambahan tersebut tidak akan membebaskan Negara Penahan dari kewajiban apapun menurut Konvensi ini.



Pasal 62

Tawanan perang harus menerima suatu jumlah upah kerja yang pantas yang harus dibayar langsung oleh penguasa-penguasa penahan. Jumlah upah kerja akan ditentukan oleh penguasa-penguasa tersebut, tetapi bagaimanapun juga tidak boleh lebih kurang dari seperempat dari satu franc Swis untuk satu hari kerja penuh. Negara Penahan akan memberitahukan kepada para tawanan perang dan dengan perantaraan Negara Pelindung, juga negara yang ditaati oleh tawanan itu jumlah ukuran upah kerja harian yang telah ditentukannya.
Upah kerja harus juga dibayar oleh penguasa-penguasa penahan kepada tawanan perang yang secara permanen dipekerjakan pada tugas-tugas atau pekerjaan terlatih (Skilled) atau setengah terlatih (Semi Skilled) yang berhubungan dengan administrasi, instalasi atau pemeliharaan kamp tawanan, dan kepada tawanan yang harus melakukan kewajiban-kewajiban kerohanian atau kesehatan untuk kepentingan kawan-kawan mereka.
Upah kerja wakil para tawanan, penasehat-penasehatnya, apabila ada serta pembantu-pembantunya, akan dibayar dari dana yang diperoleh dari keuntungan kantin. Skala upah kerja ini akan ditentukan oleh perwakilan tawanan dan disetujui oleh komandan kamp tawanan.
Apabila tidak ada dana tersebut, penguasa-penguasa penahan akan membayar tawanan itu suatu upah kerja yang pantas.

Pasal 63

Tawanan perang harus diizinkan menerima kiriman-kiriman uang yang dialamatkan kepada mereka secara perorangan atau kolektip.
Setiap tawanan perang harus dapat menggunakan neraca kredit dari rekeningnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal berikut, di dalam batas-batas yang ditentukan oleh Negara Penahan, yang harus melakukan pembayaran-pembayaran menurut permintaan. Kecuali diatur lain menurut pembatasan-pembatasan finansial atau moneter yang dianggap sangat perlu oleh Negara Penahan, maka tawanan-tawanan perang boleh mengadakan pembayaran-pembayaran ke luar negeri. Dalam hal ini pembayaran-pembayaran yang dilakukan oleh tawanan perang kepada keluarga tanggungan mereka akan diutamakan.
Bagaimanapun juga dan dengan persetujuan Negara yang ditaati mereka, tawanan dapat melakukan pembayaran di dalam negerinya sendiri, sebagai berikut: Negara Penahan akan mengirimkan kepada Negara tersebut pertama melalui Negara Pelindung suatu pemberitahuan yang memuat segenap keterangan-keterangan mengenai tawanan perang, mengenai penerima pembayaran-pembayaran itu, serta jumlah-jumlah banyaknya uang yang akan dibayarkan dinyatakan dalam mata uang Negara Penahan, Pemberitahuan tersebut harus ditandatangani oleh tawanan dan turut ditandatangani oleh komandan kamp tawanan. Negara Penahan akan mendebitir rekening tawanan dengan jumlah yang sesuai; jumlah uang yang didebitir tersebut akan dimasukkan dalam kredit Negara yang ditaati tawanan itu.
Untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan di atas, Negara Penahan dapat mengambil sebagai Contoh Peraturan dalam Lampiran V dari Konvensi ini.


Pasal 64

Negara Penahan harus mengadakan suatu rekening untuk setiap tawanan perang, yang memperlihatkan sekurang-kurangnya sebagai berikut ini:
(1) Jumlah yang harus dibayarkan kepada tawanan atau yang telah diterima tawanan itu sebagai uang muka upah kerja, sebagai upah kerja atau penghasilan yang diperoleh dari sumber lain; jumlah uang dalam mata uang Negara Penahan yang diambil dari padanya; jumlah uang yang diambil dari padanya dan dipertukarkan atas permintaannya ke dalam mata uang Negara Penahan.
(2) Pembayaran tunai yang dilakukan kepada tawanan, atau setiap pembayaran dalam bentuk lain serupa itu; pembayaran-pembayaran yang dilakukan atas nama dan atas permintaannya; jumlah uang yang dipindahkan sesuai dengan Pasal 63, paragrap 3.




Pasal 65

Setiap pos yang dimasukkan dalam rekening seorang tawanan perang harus turut ditandatangani atau diparap oleh tawanan itu, atau oleh wakil tawanan yang bertindak atas namanya.
Para tawanan perang setiap waktu harus diberikan kelonggaran-kelonggaran yang patut untuk memeriksa dan memperoleh salinan rekening-rekening mereka juga dapat diperiksa oleh perwakilan Negara Pelindung pada waktu berkunjung ke kamp tawanan.
Jika tawanan perang dipindahkan dari satu kamp tawanan ke kamp tawanan lain, rekening pribadi mereka harus ikut dipindahkan. Dalam hal pemindahan dari satu Negara Penahan ke Negara Penahan lainnya, maka uang yang mereka miliki yang tidak dinyatakan dalam mata uang Negara Penahan, akan ikut dipindahkan dengan mereka. Mereka harus diberikan sertipikat-sertipikat untuk setiap mata uang lainnya yang terdapat dalam kredit rekening mereka.
Pihak-pihak dalam sengketa yang bersangkutan dapat bermufakat untuk saling memberitahukan pada waktu-waktu tertentu melalui Negara Pelindung jumlah uang dalam rekening-rekening tawanan perang.





Pasal 66

Pada akhir penawanan, karena pembebasan tawanan perang atau pemulangan ke negara asalnya, Negara Penahan harus memberikan tawanan itu suatu pernyataan yang ditandatangani oleh perwira yang berwenang dari Negara itu, yang memperlihatkan neraca kredit yang menjadi haknya pada waktu itu. Negara Penahan harus juga mengirimkan melalui Negara Pelindung daftar-daftar yang berisikan segala keterangan mengenai semua tawanan perang yang telah diakhiri penawanannya karena pemulangan, pembebasan, pelarian, kematian atau cara-cara lain apapun, dan yang memperlihatkan jumlah uang dalam neraca kredit mereka. Daftar-daftar tersebut harus disahkan dengan penandatanganan setiap helai oleh seorang wakil dari Negara Penahan yang berwenang.
Ketentuan-ketentuan dalam Pasal tersebut diatas dapat diubah dengan suatu persetujuan bersama antara kedua belah Pihak dalam sengketa.
Negara yang ditaati oleh tawanan perang bertanggung jawab atas penyelesaian setiap saldo kredit yang harus dibayarkan kepadanya oleh Negara Penahan pada akhir penawanannya.





Pasal 67

Pembayaran uang muka yang diberikan kepada tawanan perang sesuai dengan Pasal 60, akan dianggap sebagai dilakukan atas nama Negara yang mereka taati. Pembayaran uang muka tersebut, begitupun segala pembayaran-pembayaran yang dilakukan oleh Negara tersebut menurut Pasal 63, paragrap ketiga dan menurut Pasal 68, akan menjadi pokok penyelesaian antara Negara-negara bersangkutan, setelah permusuhan berakhir.



Pasal 68

Tiap tuntutan tawanan perang untuk mendapat ganti kerugian berkenaan dengan tiap luka atau cacat lainnya yang timbul dari pekerjaan, harus disampaikan melalui Negara Pelindung kepada Negara yang ditaatinya. Sesuai dengan Pasal 54, Negara Penahan, dalam segala hal,akan memberikan kepada tawanan perang yang bersangkutan suatu pernyataan yang memperlihatkan sifat luka atau cacat itu, keadaan-keadaan dalam mana luka atau cacat itu terjadi dan keterangan mengenai perlakuan kesehatan atau rumah sakit yang telah diberikan. Pernyataan ini harus ditandatangani oleh seorang perwira yang bertanggungjawab dari Negara Penahan dan keterangan - keterangan kesehatan yang disahkan oleh perwira kesehatan.
Tiap tuntutan ganti kerugian dari tawanan perang mengenai barang-barang pribadi atau barang-barang berharga yang diambil oleh Negara Penahan menurut Pasal 18 dan tidak dikembalikan pada saat pemulangan tawanan perang, atau yang berkaitan dengan kehilangan yang disangka disebabkan oleh Kesalahan Negara Penahan atau salah satu pegawainya, juga harus diteruskan kepada Negara yang ditaati oleh tawanan perang itu. Walaupun demikian, barang-barang pribadi yang diperlukan oleh tawanan perang selama dalam tawanan harus diganti atas biaya Negara Penahan. Dalam segala hal tersebut diatas Negara Penahan akan memberikan kepada tawanan perang suatu pernyataan, yang ditandatangani oleh perwira yang bertanggung jawab, yang memperlihatkan semua keterangan yang dapat diperoleh mengenai alasan-alasan mengapa harta benda, uang atau barang berharga tidak dikembalikan kepadanya. Sebuah salinan dari pernyataan ini harus diteruskan kepada Negara yang ditaati tawanan itu melalui Pusat Perwakilan Tawanan Perang, yang ditentukan dalam Pasal 123.






SEKSI VI
HUBUNGAN TAWANAN PERANG DENGAN DUNIA LUAR

Pasal 69

Negara Penahan harus memberitahukan tawanan perang dan Negara yang mereka taati, melalui Negara Pelindung, tentang tindakan-tindakan yang diambil untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan Seksi ini segera sesudah tawanan itu jatuh dalam kekuasaannya. Negara Penahan harus juga memberitahukan pihak-pihak bersangkutan tentang tiap perubahan yang diadakan kemudian atas tindakan-tindakan tersebut.


Pasal 70

Segera sesudah penawanan atau tidak lebih lama dari seminggu setelah tiba dikamp tawanan, sekalipun kamp tawanan transit, begitupun dalam hal sakit atau pemindahan ke rumah sakit atau ke kamp tawanan lainnya, setiap tawanan perang harus diperkenankan untuk langsung menulis kepada keluarganya, dan kemudian kepada Pusat Perwakilan Tawanan Perang, suatu kartu yang apabila mungkin serupa dengan contoh yang dilampirkan pada Konvensi ini, yang memberitahukan keluarga-keluarganya tentang penawanannya, alamat serta keadaan kesehatannya. Kartu tersebut harus diteruskan secepat mungkin dengan cara apapun tidak boleh ditunda pengirimannya.


Pasal 71

Tawanan perang harus diperkenankan mengirim serta menerima surat-surat dan kartu. Apabila Negara Penahan menganggap perlu untuk membatasi surat-surat serta kartu-kartu yang dikirim oleh setiap tawanan perang, maka jumlah tersebut tidak boleh kurang dari dua surat dan empat kartu tiap bulan, tidak terhitung kartu-kartu tawanan yang dikirim tawanan perang kepada keluarganya dan kepada pusat Perwakilan Tawanan Perang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 70, dan sedapat-dapatnya sesuai dengan contoh-contoh yang dilampirkan pada Konvensi ini. Pembatasan-pembatasan selanjutnya hanya dapat diadakan apabila Negara Pelindung yakin bahwa pembatasan itu diadakan demi kepentingan tawanan perang bersangkutan, disebabkan oleh kesulitan terjemahan yang timbul karena ketidakmampuan Negara Penahan untuk mendapatkan cukup ahli-ahli bahasa yang cakap untuk menjalankan sensor yang diperlukan. Apabila harus diadakan pembatasan-pembatasan atas surat-surat yang dialamatkan kepada tawanan perang, maka pembatasan itu hanya dapat diperintahkan oleh Negara yang ditaati tawanan perang itu, yang mungkin diadakan atas permintaan Negara Penahan. Surat-surat dan kartu-kartu tersebut harus diangkut dengan cara tercepat yang tersedia pada Negara Penahan; surat-surat serta kartu-kartu itu tidak dapat ditunda atau ditahan karena alasan-alasan disiplin.
Tawanan perang yang sudah lama tidak menerima berita, atau yang tidak dapat menerima berita dari keluarga terdekat atau tidak sanggup memberi kabar kepada mereka melalui pos biasa, begitupun mereka yang berada pada jarak jauh dari tempat kediaman, harus diperkenankan mengirim telegram. Biaya telegram akan diperhitungkan dengan rekening tawanan perang yang ada pada Negara Penahan, atau dibayar dengan uang yang ada pada mereka. Mereka akan juga mendapat manfaat daripada tindakan ini dalam hal-hal mendesak.
Pada umumnya, maka surat-menyurat tawanan perang harus ditulis dalam bahasa asal mereka. Pihak-pihak dalam sengketa boleh memperkenankan surat-menyurat dalam bahasa lainnya.
Karung-karung yang berisi surat-surat tawanan perang harus disegel dan dibubuhi tanda yang dengan jelas menunjukkan isi kantong-kantong itu, dan harus dialamatkan pada kantor-kantor tempat tujuan.
Pasal 72

Tawanan perang harus diperkenankan menerima dengan pos atau dengan cara lain apapun, bingkisan-bingkisan perorangan atau kiriman-kiriman kolektip yang terutama berisi bahan makanan, pakaian, obat-obatan serta barang-barang yang bersifat keagamaan, pendidikan atau hiburan yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, termasuk buku-buku, tulisan-tulisan keagamaan, perlengkapan ilmiah, naskah-naskah ujian, alat musik, perlengkapan dan alat-alat olah raga yang memungkinkan tawanan perang untuk melakukan studi atau kegiatan kebudayaan mereka.
Kiriman-kiriman tersebut sekali-kali tidak membebaskan Negara Penahan dari kewajiban-kewajiban yang dibebankan padanya oleh Konvensi ini.
Pembatasan yang boleh diadakan hanya terhadap kiriman-kiriman yang diusulkan oleh Negara Pelindung demi kepentingan tawanan itu sendiri; berkenaan dengan kiriman-kiriman oleh Komite Palang Merah Internasional atau tiap organisasi lainnya yang memberi bantuan kepada tawanan, pembatasan-pembatasan hanya boleh diadakan berdasarkan kesulitan pengangkutan atau kesulitan komunikasi yang luar biasa.
Syarat-syarat pengiriman bingkisan perorangan dan sumbangan kolektip, apabila perlu, diatur dengan persetujuan khusus antara Negara bersangkutan, yang sekali-kali tidak boleh memperlambat penerimaan sumbangan barang-barang itu oleh tawanan. Buku-buku tidak dapat dimasukkan dalam bingkisan-bingkisan pakaian dan bahan-bahan makanan. Kiriman obat-obatan, pada umumnya, harus dikirim dalam bingkisan-bingkisan kolektip.





Pasal 73

Bilamana tidak ada persetujuan khusus antara Pihak-pihak bersangkutan mengenai syarat-syarat penerimaan serta pembagian kiriman-kiriman sumbangan kolektip harus dipergunakan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan mengenai kiriman kolektip yang terlampir pada Konvensi ini.
Persetujuan-persetujuan khusus tersebut di atas sekali-kali tidak boleh membatasi hak, wakil-wakil tawanan untuk mengambil kiriman sumbangan kolektip yang diperuntukkan tawanan perang, untuk melangsungkan pembagian, atau tindakan lainnya demi kepentingan tawanan.
Persetujuan-persetujuan tersebut juga tidak boleh membatasi hak wakil-wakil Negara Pelindung, Komite Palang Merah Internasional atau tiap organisasi lainnya yang memberi bantuan kepada tawanan perang dan bertanggungjawab atas pengiriman kiriman-kiriman kolektip, untuk mengawasi pembagiannya kepada penerima kiriman.







Pasal 74

Semua kiriman sumbangan untuk tawanan perang harus dibebaskan dari pajak pemasukan, bea cukai dan biaya-biaya lainnya.
Surat-menyurat, kiriman sumbangan dan kiriman uang yang sah yang dialamatkan kepada tawanan perang atau dikirim oleh mereka melalui kantor pos, baik langsung maupun melalui Biro Penerangan yang ditentukan dalam Pasal 122 serta Pusat Perwakilan Tawanan Perang yang ditentukan dalam Pasal 123, harus dibebaskan dari bea pos apapun, baik di negara asal maupun negara tujuan,serta negara-negara yang terletak di antara negara asal dan negara tujuan.
Apabila kiriman sumbangan yang diperuntukkan tawanan perang tidak dapat dikirim melalui kantor pos karena berat kiriman sumbangan itu atau karena alasan lain apapun, maka ongkos-ongkos pengangkutannya di seluruh wilayah-wilayah yang ada di bawah pengawasan Negara Penahan akan dipikul oleh Negara. Negara-negara lain yang menjadi peserta Konvensi ini harus memikul ongkos-ongkos pengangkutan dalam wilayah mereka masing-masing.
Bila tidak ada persetujuan-persetujuan khusus antara Pihak-pihak yang bersangkutan maka ongkos-ongkos yang berkaitan dengan pengangkutan kiriman-kiriman tersebut, selain ongkos-ongkos yang dibebaskan tersebut diatas, akan dibebankan pada para pengirim.
Pihak-pihak Peserta Agung Penandatangan harus berusaha mengurangi sejauh mungkin, tarip-tarip telegram yang dikirim oleh tawanan perang atau yang dialamatkan kepada mereka.


Pasal 75

Bila operasi-operasi militer mencegah Negara-negara yang bersangkutan untuk memenuhi kewajibannya menjamin pengangkutan kiriman-kiriman tersebut dalam Pasal 70, 71, 72 dan Pasal 77, maka Negara-negara Pelindung yang bersangkutan, Komite Palang Merah Internasional atau setiap organisasi lainnya yang telah disetujui oleh Pihak-pihak dalam sengketa, dapat bertindak untuk menjamin pengangkutan kiriman tersebut dengan alat-alat yang memadai (kereta api, kendaraan motor, kapal laut atau pesawat terbang dan lain-lain). Untuk keperluan ini, Pihak-pihak Peserta Agung Penandatangan harus berusaha untuk menyediakan pengangkutan tersebut bagi mereka serta mengizinkan perjalanan alat-alat pengangkutan itu terutama dengan memberikan jaminan keselamatan yang diperlukan.
Angkutan tersebut juga dapat dipergunakan untuk mengangkut :
(a) surat-menyurat, daftar-daftar dan laporan-laporan yang dipertukarkan antara Biro Pusat Penerangan yang tersebut dalam Pasal 123 dan Kantor-kantor Nasional yang tersebut dalam Pasal 122;
(b) surat-menyurat dan laporan-laporan mengenai tawanan perang yang dipertukarkan antara Negara Pelindung, Komite Palang Merah Internasional atau tiap badan lainnya yang membantu tawanan, baik dengan utusan-utusan mereka sendiri maupun dengan Pihak-pihak dalam sengketa.
Ketentuan-ketentuan ini sekali-kali tidak mengurangi hak tiap Pihak dalam sengketa untuk mengusahakan alat-alat pengangkutan lainnya, apabila hal itu dikehendaki; juga tidak menutup kemungkinan pemberian jaminan-jaminan keselamatan atas alat pengangkutan tersebut, menurut syarat-syarat yang disetujui bersama.
Bilamana tidak terdapat persetujuan-persetujuan khusus, maka ongkos-ongkos yang timbul karena pemakaian alat pengangkutan tersebut, akan dipikul secara seimbang oleh Pihak-pihak dalam sengketa, yang mendapat manfaat dari pengangkutan tersebut bagi warga negaranya.

Pasal 76

Penyensoran surat-menyurat yang dialamatkan kepada tawanan perang atau yang dikirim oleh mereka harus dilakukan secepat mungkin. Surat-surat hanya boleh disensor oleh Negara pengirim dan masing-masing hanya sekali saja.
Pemeriksaan kiriman-kiriman yang diperuntukkan tawanan perang, tidak boleh dilakukan di dalam keadaan yang mengakibatkan barang-barang yang terdapat dalam kiriman itu menjadi rusak; kecuali apabila kiriman terdiri dari barang-barang tertulis atau cetak, pemeriksaan harus dilakukan di hadapan si penerima atau seorang kawan tawanan yang telah diberi kuasa yang sah oleh tawanan itu. Peyerahan kiriman-kiriman perorangan atau kolektip kepada tawanan tidak boleh ditunda karena alasan kesulitan penyensoran.
Setiap larangan surat menyurat yang diperintahkan oleh Pihak-pihak dalam sengketa, baik yang didasarkan alasan-alasan militer maupun politik, hanya boleh bersifat sementara dan jangka waktu berlakunya harus sesingkat mungkin.


Pasal 77

Negara Penahan harus menyediakan segala fasilitas bagi penyaluran alat-alat, surat-surat atau dokumen-dokumen yang diperuntukkan tawanan perang atau yang dikirim oleh mereka, terutama surat kuasa serta wasiat, melalui Negara Pelindung atau Pusat Perwakilan Tawanan Perang seperti tersebut dalam Pasal 123.
Negara Penahan dalam segala hal harus mempermudah persiapan dan pelaksanaan dokumen-dokumen tersebut untuk kepentingan tawanan perang; terutama mereka harus memperkenankan tawanan perang memperoleh bantuan seorang pengacara dan harus mengambil segala tindakan yang perlu untuk pengesahan tanda tangan mereka.


Bagian VI
HUBUNGAN ANTARA TAWANAN PERANG
DAN PIHAK PENGUASA

Bab I
PENGADUAN-PENGADUAN TAWANAN PERANG MENGENAI
KEADAAN-KEADAAN PENAWANAN

Pasal 78

Tawanan perang berhak mengajukan permohonan mereka mengenai keadaan penawanan yang mereka alami kepada penguasa-penguasa militer dalam kekuasaan siapa mereka berada.
Mereka juga mempunyai hak yang tidak terbatas untuk berhubungan dengan wakil-wakil Negara-negara Pelindung, atau melalui wakil tawanan, atau langsung apabila perlu untuk meminta perhatian wakil-wakil Negara Pelindung atau setiap soal yang hendak mereka adukan mengenai keadaan-keadaan penahanan mereka.
Permohonan dan pengaduan ini tidak boleh dibatasi, juga tidak boleh dianggap sebagai bagian jatah surat-menyurat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 71. Permohonan dan pengaduan ini harus diteruskan dengan segera. Permohonan dan pengaduan ini tidak boleh mengakibatkan hukuman apapun, sekalipun kemudian ternyata bahwa permohonan atau pengaduan itu tidak beralasan.
Perwakilan tawanan dapat mengirimkan laporan-laporan berkala kepada wakil-wakil Negara Pelindung mengenai keadaan kamp dan kebutuhan para tawanan perang.

Bab II
WAKIL TAWANAN PERANG

Pasal 79

Di semua tempat yang ada tawanan perang, kecuali apabila ada terdapat perwira-perwira, tawanan bebas untuk memilih secara rahasia setiap enam bulan, dan juga dalam waktu libur, wakil-wakil tawanan yang diberi tugas mewakili mereka di hadapan penguasa militer, Negara Pelindung, Komite Palang Merah Internasional dan tiap organisasi lainnya yang mungkin membantu mereka. Wakil-wakil tawanan ini dapat dipilih kembali pada pemilihan yang berikut.
Di kamp tawanan perwira dan orang yang kedudukannya sederajat atau di kamp tawanan campuran, perwira yang tertinggi pangkatnya di antara tawanan perang akan dianggap sebagai wakil tawanan di kamp tawanan itu. Di kamp tawanan perwira, wakil tawanan akan dibantu oleh seorang atau lebih penasehat yang dipilih oleh para perwira; di kamp tawanan campuran, pembantu-pembantunya akan diambil di antara tawanan perang yang bukan perwira dan akan dipilih oleh mereka.
Tawanan perang perwira yang berkebangsaan sama akan ditempatkan di tempat kerja tawanan perang untuk menyelenggarakan tugas administrasi kamp tawanan yang menjadi tanggung jawab tawanan perang. Perwira-perwira ini boleh dipilih sebagai wakil tawanan menurut paragrap pertama dari Pasal ini. Dalam hal demikian maka pembantu-pembantu wakil tawanan akan dipilih dari antara tawanan perang yang bukan perwira.
Setiap wakil yang terpilih harus disetujui oleh Negara Penahan sebelum ia berhak memulai kewajiban-kewajibannya. Jika Negara Penahan menolak untuk menyetujui seorang tawanan perang yang terpilih oleh kawan-kawan sesama tawanan perang, Negara Penahan harus memberitahukan alasan-asalan penolakan itu kepada Negara Pelindung.
Seorang wakil tawanan perang selalu harus mempunyai kebangsaan bahasa dan adat-istiadat yang sama dengan tawanan perang yang diwakilinya. Jadi para tawanan perang yang ditempatkan di pelbagai bagian dari kamp tawanan, menurut kebangsaan, bahasa atau adat istiadat mereka akan mempunyai wakil tawanan sendiri-sendiri untuk setiap bagian, sesuai dengan paragrap-paragrap di atas.


Pasal 80

Para perwakilan tawanan harus memajukan kesejahteraan jasmani, rohani dan intelektual tawanan perang.
Terutama apabila tawanan telah memutuskan untuk mengorganisir suatu sistim tolong-menolong diantara mereka sendiri, organisasi ini akan termasuk dalam lingkungan pekerjaan wakil tawanan, disamping tugas-tugas khusus yang dipercayakan kepadanya oleh ketentuan-ketentuan lain dari Konvensi ini.
Para perwakilan tawanan tidak akan dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran apapun yang dilakukan oleh tawanan-tawanan perang, hanya karena tugas kewajiban mereka.


Pasal 81

Para perwakilan tawanan tidak akan diharuskan melakukan pekerjaan lain bila pelaksanaan tugas mereka menjadi lebih sulit karenanya.
Para perwakilan tawanan dapat mengangkat dari antara tawanan pembantu-pembantu yang mereka perlukan. Semua fasilitas materiil harus diberikan kepada mereka, terutama kebebasan bergerak yang layak yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas mereka (pemeriksaan detasemen kerja, penerimaan bahan-bahan, dan lain-lain)
Perwakilan tawanan harus diperkenankan mengunjungi tempat-tempat, di mana tawanan perang di tahan dan setiap tawanan perang berhak untuk secara bebas meminta nasehat daripadanya.
Juga harus diberikan semua fasilitas kepada wakil tawanan untuk berhubungan dengan pos dan telegrap dengan penguasa-penguasa penahan, Negara Pelindung, Komite Palang Merah Internasional dan utusan-utusannya, dengan Komisi Kesehatan Gabungan dan dengan badan-badan yang memberikan bantuan kepada tawanan perang. Para perwakilan tawanan dari detasemen-detasemen kerja harus mendapatkan fasilitas-fasilitas komunikasi yang sama dengan para perwakilan tawanan dari kamp tawanan utama. Komunikasi tersebut tidak boleh dibatasi, juga tidak boleh dianggap sebagai bagian dari jatah seperti tersebut dalam Pasal 71.
Perwakilan tawanan yang dipindahkan harus diberikan waktu yang cukup untuk memperkenalkan pengganti-penggantinya dengan urusan-urusan yang sedang dikerjakan. Apabila seorang wakil tawanan diberhentikan, maka alasan-alasan pemberhentian itu harus diteruskan kepada Negara Pelindung.




Bab III
SANKSI PIDANA DAN SANKSI DISIPLIN

I. KETENTUAN UMUM

Pasal 82

Seorang tawanan perang harus tunduk pada undang-undang, aturan-aturan dan perintah-perintah yang berlaku dalam angkatan perang Negara Penahan; Negara Penahan dapat mengambil tindakan-tindakan hukum atau disiplin terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan oleh seorang tawanan perang atas undang-undang, aturan-aturan atau perintah-perintah tersebut. Tetapi, cara pemeriksaan atau hukuman yang bertentangan dengan ketentuan Bab ini tidak diperkenankan.
Apabila ada undang-undang, aturan atau perintah Negara Penahan menyatakan perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh seorang tawanan perang sebagai perbuatan yang dapat dihukum, sedangkan perbuatan itu tidak dapat dihukum apabila dilakukan seorang anggata tentara Negara Penahan, maka perbuatan tersebut hanya akan mengakibatkan hukuman disiplin saja.


Pasal 83

Dalam memutuskan apakah cara penuntutan berkenaan dengan suatu pelanggaran yang disangka telah dilakukan oleh seorang tawanan perang akan bersifat penuntutan hukum atau disiplin, negara Penahan harus menjamin bahwa penguasa-penguasa yang berwenang akan menunjukkan kemurahan hati sebesar-besarnya dan, di mana mungkin, mengutamakan penggunaan tindakan disiplin daripada tindakan hukum.


Pasal 84

Seorang tawanan perang hanya boleh diadili oleh suatu pengadilan militer, kecuali bila undang-undang yang berlaku di Negara Penahan dengan tegas memperkenankan pengadilan Sipil mengadili seorang anggota angkatan perang Negara Penahan berkenaan sesuatu pelanggaran khusus yang disangka telah dilakukan oleh Tawanan perang itu.
Seorang tawanan perang sekali-kali tidak boleh diadili oleh suatu pengadilan dari jenis apapun yang tidak memberikan jaminan pokok mengenai kebebasan serta sifat tidak memihak, sebagaimana secara umum diakui, dan terutama prosedur yang tidak memberikan kepada terdakwa hak-hak dan cara pembelaan sebagaimana diatur dalam Pasal 105.

Pasal 85

Tawanan perang yang dituntut menurut undang-undang Negara Penahan untuk kejahatan-kejahatan yang dilakukan sebelum penangkapan akan tetap mendapat manfaat Konvensi ini, sekalipun ia dihukum.


Pasal 86

Tidak ada tawanan perang boleh dihukum lebih dari satu kali untuk perbuatan yang sama atau atas tuduhan yang sama.

Pasal 87

Tawanan perang tidak boleh dikenakan hukuman apapun oleh penguasa-penguasa militer dan pengadilan-pengadilan Negara Penahan, kecuali hukuman yang telah ditentukan bagi anggota-anggota angkatan perang Negara tersebut yang telah melakukan perbuatan-perbuatan yang sama.
Dalam menetapkan hukuman, pengadilan dan penguasa Negara Penahan harus mempertimbangkan sedapat mungkin sesuai kenyataan bahwa terdakwa, karena ia bukan warga negara Negara Penahan, kepadanya tidak terikat oleh kewajiban atau kesetiaan apapun dan bahwa terdakwa berada dalam kekuasaannya sebagai akibat keadaan yang ada di luar kehendaknya sendiri. Pengadilan dan Penguasa tersebut harus bebas untuk mengurangi hukuman yang telah ditentukan untuk pelanggaran yang telah dituduhkan kepada tawanan perang dan karena itu tidak terikat untuk mengenakan hukuman minimun yang telah ditentukan.
Hukuman kolektip untuk perbuatan perorangan, hukuman-hukuman jasmani, penutupan dalam tempat-tempat tanpa cahaya matahari dan pada umumnya tiap bentuk siksaan atau kekejaman, adalah terlarang.
Tawanan perang tidak boleh dicabut pangkatnya oleh Negara Penahan atau dicegah memakai lencana-lencananya.


Pasal 88

Para perwira, bintara dan tamtama tawanan perang yang menjalani hukuman disiplin atau hukuman pengadilan, tidak boleh mendapat perlakuan yang lebih keras daripada perlakuan yang diberikan kepada anggota angkatan perang Negara Penahan dengan pangkat sederajat untuk hukuman yang sama.
Seorang tawanan perang wanita tidak boleh dijatuhi atau dikenakan hukuman yang lebih berat, atau diperlakukan lebih keras selama menjalani hukuman, daripada anggota wanita dari angkatan perang Negara Penahan untuk pelanggaran serupa.
Bagaimanapun juga seorang tawanan perang wanita sekali-kali tidak boleh dijatuhi atau dikenakan hukuman yang lebih berat, atau diperlakukan lebih keras, selama menjalani hukuman daripada anggota laki-laki dari Negara Penahan untuk pelanggaran serupa.
Tawanan perang yang telah menjalani hukuman disiplin atau pengadilan tidak boleh diperlakukan lain daripada tawanan perang lainnya.


II. SANKSI-SANKSI DISIPLIN

Pasal 89

Hukuman-hukuman disiplin yang dapat dikenakan terhadap tawanan perang adalah sebagai berikut :
(1) Denda yang tidak melebihi 50 persen dari pembayaran uang muka dan upah kerja yang seharusnya diterima tawanan perang menurut ketentuan-ketentuan Pasal 60 dan 62 selama jangka waktu yang tidak lebih dari tigapuluh hari.
(2) Dihentikannya pemberian hak-hak istimewa yang diberikan di luar dan melebihi perlakuan yang ditentukan dalam Konvensi ini.
(3) Kewajiban korve yang tidak melebihi dua jam sehari.
(4) Tutupan.
Hukuman yang disebut dalam angka (3) tidak boleh dikenakan terhadap perwira-perwira.
Bagaimanapun juga hukuman-hukuman disiplin sekali-kali tidak boleh bertentangan dengan perikemanusiaan, kejam atau berbahaya bagi kesehatan tawanan perang.


Pasal 90

Lamanya tiap hukuman bagaimanapun juga tidak boleh melampaui tiga puluh hari. Tiap masa tutupan selagi menunggu pemeriksaan pelanggaran disiplin atau putusan hukuman disiplin akan dikurangi dari keputusan yang diambil terhadap seorang tawanan perang.
Maksimum hukuman tiga puluh hari yang ditentukan di atas tidak boleh dilampaui, sekalipun tawanan perang itu bertanggung jawab atas beberapa perbuatan pada waktu yang sama ketika ia dijatuhi hukuman, baik perbuatan-perbuatan itu berkaitan satu dengan yang lainnya atau tidak.
Jangka waktu antara dijatuhkannya keputusan hukuman disiplin dan pelaksanaannya tidak boleh melampaui waktu satu bulan.
Apabila seorang tawanan perang kemudian dikenakan lagi hukuman disiplin, suatu jangka waktu sekurang-kurangnya tiga hari harus berlalu antara pelaksanaan kedua hukuman yang dijatuhkan itu, apabila lamanya salah satu hukuman itu sepuluh hari atau lebih.




Pasal 91

Seorang tawanan perang dianggap telah berhasil melarikan diri jika :
(1) ia telah menggabungkan diri pada angkatan perang Negara yang ia taati atau angkatan perang Negara sekutu;
(2) ia telah meninggalkan wilayah yang berada di bawah kekuasaan Negara Penahan atau sekutu Negara Penahan;
(3) ia telah menggabungkan diri pada kapal yang mengibarkan bendera Negara yang ia taati atau Negara sekutu, yang berada di laut territorial Negara Penahan, sedangkan kapal tersebut tidak berada di bawah kekuasaan Negara yang disebut terakhir.
Tawanan perang yang berhasil melakukan pelarian dalam arti Pasal ini dan yang ditawan kembali; tidak boleh dikenakan hukuman apapun karena pelarian sebelumnya.




Pasal 92

Seorang tawanan perang yang mencoba melarikan diri dan telah ditangkap kembali sebelum berhasil melakukan pelariannya dalam arti Pasal 91, hanya dapat dikenakan hukuman disiplin mengenai perbuatan itu, sekalipun perbuatan itu merupakan pelanggaran berulang.
Seorang tawanan perang yang ditangkap kembali harus segera diserahkan kepada penguasa militer yang berwenang.
Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 88 paragrap keempat, tawanan perang yang dihukum karena tidak berhasil melarikan dapat dikenakan pengawasan khusus. Pengawasan tersebut tidak boleh mengganggu keadaan kesehatan mereka, harus dijalankan di tempat tawanan perang, dan tidak boleh mengakibatkan lenyapnya jaminan-jaminan yang diberikan kepada mereka oleh Konvensi ini.

Pasal 93

Melarikan diri atau percobaan melarikan diri, walaupun merupakan pelanggaran, tidak boleh dianggap sebagai keadaan yang memberatkan, apabila tawanan perang itu diadili oleh pengadilan berkenaan dengan pelanggaran yang dilakukannya selama melarikan diri atau percobaan untuk melarikan diri.
Sesuai dengan azaz yang disebut dalam Pasal 83, pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Tawanan perang semata-mata untuk memudahkan pelarian dan yang tidak mengakibatkan suatu tindakan kekerasan atas jiwa atau raga, seperti misalnya pelanggaran-pelanggaran atas milik umum, pencurian tanpa maksud memperkaya diri, membuat atau memakai surat-surat palsu, memakai pakaian sipil, hanya dapat mengakibatkan hukuman disiplin.
Tawanan perang yang menolong atau membiarkan pelarian atau percobaan pelarian hanya dapat dikenakan hukuman disiplin karena perbuatannya itu.
Pasal 94

Apabila seorang tawanan perang yang melarikan diri ditangkap kembali, maka Negara yang ia taati harus diberitahu tentang hal itu menurut cara yang ditetapkan dalam Pasal 122, kecuali bila sebelum pelariannya itu telah diberitahukan.


Pasal 95

Seorang tawanan perang yang dituduh melakukan pelanggaran disiplin tidak boleh ditahan dalam tutupan selagi menunggu pemeriksaan, kecuali apabila seorang anggota angkatan perang Negara Penahan akan ditahan secara demikian apabila ia dituduh telah melakukan pelanggaran serupa, atau apabila penutupan itu sangat diperlukan untuk kepentingan ketertiban dan disiplin kamp tawanan.
Masa yang dijalani seorang tawanan perang dalam tutupan selagi menunggu penyelesaian pelanggaran-pelanggaran terhadap disiplin harus dikurangi hingga suatu minimun yang mutlak dan tidak boleh melebihi empat belas hari.
Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 97 dan 98 dari Bab ini akan berlaku bagi tawanan perang yang berada dalam tutupan selagi menunggu penyelesaian pelanggaran disiplin.


Pasal 96

Perbuatan-perbuatan yang merupakan pelanggaran-pelanggaran terhadap disiplin harus diperiksa dengan segera.
Dengan tidak mengurangi wewenang pengadilan-pengadilan dan penguasa-penguasa militer yang lebih tinggi, hukuman-hukuman disiplin hanya boleh diberikan oleh seorang perwira yang mempunyai kekuasaan-kekuasaan disiplin dalam kedudukannya sebagai komandan kamp tawanan, atau oleh seorang perwira bertanggung jawab yang menggantikannya, atau kepada siapa ia telah menyerahkan kekuasaan-kekuasaan disiplinnya.
Kekuasaan tersebut sekali-kali tidak dapat diserahkan kepada seorang tawanan perang atau dijalankan oleh seorang tawanan perang.
Sebelum sesuatu Keputusan disiplin dijatuhkan, terdakwa harus diberikan keterangan-keterangan yang tepat mengenai pelanggaran-pelanggaran yang dituduhkan kepadanya, dan diberikan kesempatan untuk menjelaskan kelakuannya serta membela dirinya. Ia terutama harus diperkenankan memanggil saksi-saksi dan menggunakan jasa seorang penerjemah yang cakap, apabila perlu. Keputusan harus diumumkan kepada tawanan perang terdakwa serta kepada wakil tawanan.
Suatu berkas tentang hukuman-hukuman disiplin harus disimpan oleh komandan kamp tawanan dan harus dibuka untuk diperiksa oleh perwakilan Negara Pelindung.
Pasal 97

Tawanan perang sekali-kali tidak boleh dipindahkan ke bangunan penjara (penjara-penjara, rumah tutupan, penjara untuk orang hukuman, dan sebagainya) untuk menjalani hukuman disiplin.
Semua bangunan tempat menjalani hukuman disiplin harus memenuhi syarat-syarat kesehatan yang ditentukan dalam Pasal 25. Seorang tawanan perang yang menjalani hukuman harus diperkenankan menjaga kebersihan dirinya sesuai dengan Pasal 29.
Perwira dan orang-orang yang berkedudukan sederajat tidak boleh ditempatkan dalam tempat yang sama dengan para bintara atau tamtama.
Tawanan perang wanita yang menjalani hukuman disiplin harus ditempatkan dalam tempat yang terpisah dari tawanan perang laki-laki dan harus diawasi langsung oleh petugas-petugas wanita.


Pasal 98

Seorang tawanan perang yang menjalani tutupan sebagai hukuman disiplin, harus tetap mendapat manfaat ketentuan-ketentuan Konvensi ini, kecuali jika hal tersebut tidak dimungkinkan karena penutupannya itu. Ia sekali-kali tidak boleh dilarang memperoleh manfaat-manfaat dari ketentuan-ketentuan Pasal 78 dan 126.
Seorang tawanan perang yang dijatuhi hukuman disiplin tidak boleh dikurangi hak-hak istimewanya yang diperoleh karena kepangkatannya.
Tawanan perang yang dijatuhi hukuman disiplin harus diperkenankan mengadakan latihan jasmani serta berada di udara terbuka sekurang-kurangnya dua jam sehari.
Mereka harus diperkenankan, atas permintaan sendiri, untuk hadir pada pemeriksaan kesehatan harian. Mereka harus mendapat pemeriksaan yang diperlukan atas keadaan kesehatan mereka dan harus dipindahkan ke balai pengobatan atau rumah sakit kamp tawanan, apabila diperlukan.
Mereka harus diizinkan membaca dan menulis, begitupula untuk mengirim serta menerima surat-surat. Tetapi bingkisan-bingkisan dan kiriman-kiriman uang dapat ditahan sampai hukuman selesai dijalani; sementara itu bingkisan-bingkisan dan kiriman-kiriman uang itu harus diberikan kepada perwakilan tawanan, yang akan menyerahkan kepada rumah sakit barang-barang yang tidak tahan lama yang terdapat dalam bingkisan tersebut.


III. ACARA PERADILAN

Pasal 99

Tawanan perang tidak boleh diadili atau dijatuhi hukuman untuk perbuatan yang tidak dilarang oleh Undang-undang Negara Penahan atau oleh hukum internasional yang berlaku pada waktu perbuatan tersebut dilakukan.
Terhadap seorang tawanan perang tidak boleh dilakukan paksaan psikis atau phisik untuk memaksanya mengaku salah atas perbuatan yang dituduhkan kepadanya.
Tawanan perang tidak boleh dihukum tanpa diberi kesempatan sebelumnya untuk mengajukan pembelaannya serta mendapat bantuan seorang pembela atau pengacara yang cakap.


Pasal 100

Tawanan perang dan Negara-negara Pelindung harus diberitahu selekas mungkin tentang jenis pelanggaran yang menurut undang-undang Negara Penahan dapat dihukum dengan hukuman mati.
Pelanggaran-pelanggaran lain berikutnya tidak dapat dikenakan hukuman mati tanpa persetujuan Negara yang ditaati oleh tawanan perang.
Hukuman mati tidak dapat dijatuhkan atas diri seorang tawanan perang, kecuali setelah diminta perhatian khusus sesuai dengan pasal 87, paragrap kedua, bahwa karena terdakwa bukan warga negara Negara Penahan ia tidak terikat oleh kewajiban dan ketaatan apapun, dan bahwa ia berada dalam kekuasaannya sebagai akibat keadaan-keadaan di luar kemauannya sendiri.


Pasal 101

Apabila hukuman mati dijatuhkan atas diri seorang tawanan perang, keputusan itu tidak boleh dijalankan sebelum lewat waktu sekurang-kurangnya enam bulan mulai dari saat Negara Pelindung menerima pemberitahuan lengkap sebagaimana ditentukan dalam Pasal 107, pada alamat yang telah ditentukan.

Pasal 102

Seorang tawanan perang hanya dapat dihukum dengan sah apabila hukuman dijatuhkan oleh pengadilan dan menurut prosedur yang sama dengan apa yang berlaku bagi anggota-anggota angkatan perang Negara Penahan, dan selanjutnya apabila ketentuan-ketentuan dari Bab ini telah diperhatikan.


Pasal 103

Pemeriksaan pendahuluan terhadap seorang tawanan perang harus dilakukan secepat keadaan mengizinkan, sehingga ia dapat diadili selekas mungkin. Seorang tawanan perang tidak boleh dikenakan tahanan selama menunggu peradilan, kecuali apabila seorang anggota angkatan perang Negara Penahan akan dikenakan tahanan tersebut, apabila ia dituduh melakukan pelanggaran serupa, atau apabila hal itu sangat perlu bagi keamanan nasional. Tahanan ini sekali-kali tidak boleh melampaui tiga bulan.
Masa yang dijalani seorang tawanan perang dalam tahanan selama menunggu pemeriksaan di pengadilan harus dipotong dari hukuman penjara yang dijatuhkan atas dirinya serta turut diperhitungkan dalam menentukan hukuman apapun.
Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 97 dan 98 dari Bab ini akan berlaku bagi seorang tawanan perang yang selama menunggu peradilan yang berada dalam tahanan.


Pasal 104

Dalam setiap peristiwa di mana Negara Penahan telah memutuskan mengadakan pemeriksaan-pemeriksaan di pengadilan terhadap seorang tawanan perang, Negara Penahan harus memberitahukannya kepada Negara Pelindung selekas mungkin dan sekurang-kurangnya tiga minggu sebelum peradilan dimulai. Masa tiga minggu ini dihitung mulai hari pemberitahuan itu diterima di Negara Pelindung pada alamat yang diberitahukan sebelumnya oleh Negara Pelindung kepada Negara Penahan.
Pemberitahuan itu harus memuat keterangan-keterangan sebagai berikut :
(1) Nama keluarga dan nama kecil tawanan perang, pangkatnya, nomor tentara, nomor resimennya, nomor pribadinya atau nomor registrasi pokoknya, tanggal lahir serta jabatan atau pekerjaannya, apabila ada.
(2) Tempat interniran atau penahanan.
(3) Rincian tuduhan atau tuduhan-tuduhan yang menjadi dasar tuntutan terhadap tawanan perang itu, dengan ketentuan-ketentuan hukum yang bersangkutan.
(4) Tempat pengadilan yang akan mengadili perkara itu, demikian pula tanggal dan tempat yang telah ditetapkan untuk sidang yang pertama.
Pemberitahuan yang sama harus disampaikan oleh Negara Penahan kepada wakil tawanan.
Apabila pada saat pembukaan sidang pertama tidak dikemukakan bukti bahwa pemberitahuan tersebut diatas telah diterima oleh Negara Pelindung, oleh tawanan perang serta oleh wakil tawanan bersangkutan sekurang-kurangnya tiga minggu sebelum sidang dimulai, maka sidang tidak dapat dilanjutkan dan harus ditunda.


Pasal 105

Tawanan perang berhak akan bantuan salah seorang kawan tawanannya, pembelaan seorang pembela atau pengacara yang cakap pilihannya sendiri, memanggil saksi-saksi dan apabila dianggapnya perlu, jasa seorang penerjemah yang cakap. Ia harus diberitahukan tentang hak-haknya oleh Negara Penahan pada waktunya sebelum peradilan dimulai.
Apabila tawanan perang tidak berhasil memilih pembela atau pengacara sendiri, Negara Pelindung harus mencarikannya seorang pembela atau pengacara. Untuk keperluan ini Negara Pelindung harus mendapat waktu sekurang-kurangnya satu minggu. Apabila diminta, Negara Penahan harus menyerahkan kepada Negara Pelindung suatu daftar dari orang-orang yang cakap untuk melakukan pembelaan. Bila tawanan perang atau Negara Pelindung tidak berhasil memilih seorang pembela atau pengacara, Negara Penahan harus mengangkat seorang pembela atau pengacara yang cakap untuk melakukan pembelaan.
Pembela atau pengacara yang melakukan pembelaan atas nama tawanan perang harus diberikan waktu sekurang-kurangnya dua minggu sebelum sidang dimulai, demikian pula fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk mempersiapkan pembelaan terdakwa. Ia terutama boleh mengunjungi terdakwa dengan bebas dan bercakap-cakap dengannya tanpa pengawasan. Ia juga boleh berunding dengan setiap saksi dari fihak terdakwa, termasuk para tawanan perang. Ia harus mendapat manfaat fasilitas-fasilitas ini sampai berakhirnya tenggang banding atau petisi.
Keterangan-keterangan mengenai dakwaan atau dakwaan-dakwaan yang menjadi dasar penuntutan atas diri tawanan perang, demikian pula dokumen-dokumen yang biasanya diberitahukan kepada terdakwa menurut undang-undang yang berlaku bagi angkatan perang Negara Penahan, harus diberitahukan kepada tawanan perang terdakwa, dalam bahasa yang difahaminya, dan dalam waktu yang cukup sebelum sidang pertama dimulai. Pemberitahuan yang sama harus disampaikan kepada pembela atau pengacara yang mengadakan pembelaan atas nama tawanan perang, dalam keadaan dan dengan syarat-syarat yang sama.
Perwakilan Negara Pelindung berhak menghadiri sidang-sidang pengadilan perkara itu, kecuali apabila sebagai pengecualian perkara itu diadili secara tertutup demi kepentingan keamanan Negara. Dalam hal demikian Negara Penahan harus memberitahukannya kepada Negara Pelindung.


Pasal 106

Setiap tawanan perang berhak menurut cara yang sama dengan apa yang berlaku bagi anggota angkatan perang Negara Penahan, untuk mengajukan banding atau petisi untuk membatalkan atau merobah hukuman yang dijatuhkan terhadapnya, atau untuk mengulang kembali pemeriksaan pengadilan. Ia harus diberitahukan dengan sepenuhnya tentang haknya untuk mengajukan banding atau petisi, tentang batas waktu dimana ia dapat melaksanakan hal tersebut.


Pasal 107

Tiap keputusan dan hukuman yang dijatuhkan atas diri seorang tawanan perang harus segera dilaporkan kepada Negara Pelindung dalam bentuk pemberitahuan singkat, yang juga harus menunjukkan apakah tawanan perang berhak mengajukan banding untuk membatalkan hukuman atau mengulang kembali pemeriksaaan pengadilan. Pemberitahuan ini juga harus dikirim kepada perwakilan tawanan yang bersangkutan. Pemberitahuan juga harus dikirim kepada tawanan perang tertuduh dalam bahasa yang difahaminya, apabila hukuman itu dijatuhkan tanpa kehadirannya. Negara Penahan juga harus segera memberitahukan kepada Negara Pelindung keputusan tawanan perang untuk menggunakan atau melepaskan haknya untuk minta banding.
Selanjutnya apabila seorang tawanan perang akhirnya dijatuhi hukuman atau apabila hukuman yang dijatuhkan atas diri seorang tawanan perang pada tingkat pertama adalah hukuman mati, Negara Penahan harus selekas mungkin menyampaikann kepada Negara Pelindung suatu pemberitahuaan terperinci yang memuat:
(1) perumusan keputusan dan penjatuhan hukuman pengadilan yang tepat;
(2) berita acara singkat dari setiap pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan pengadilan dengan terutama menitik beratkan unsur-unsur penuntutan dan pembelaan;
(3) pemberitahuan apabila mungkin, tentang tempat di mana hukuman akan dijalani.
Pemberitahuan yang ditentukan dalam sub-paragrap diatas harus disampaikan kepada Negara Pelindung pada alamat yang sebelumnya sudah diberitahukan kepada Negara Penahan.


Pasal 108

Hukuman yang dijatuhkan atas diri tawanan perang, setelah hukuman itu dapat dilaksanakan, harus dijalani dalam bangunan yang sama dan menurut keadaan dan syarat-syarat yang sama seperti apa yang berlaku bagi anggota-anggota angkatan perang Negara Penahan. Keadaan-keadaan dan syarat-syarat ini dalam segala hal harus sesuai dengan kebutuhan kesehatan dan perikemanusiaan.
Seorang tawanan perang wanita yang telah dijatuhi hukuman, harus ditempatkan di tempat-tempat tinggal terpisah serta harus berada di bawah pengawasan petugas wanita.
Tawanan perang yang dihukum dengan hukuman yang merampas kebebasan pribadi mereka, bagaimanapun juga tetap mendapat manfaat daripada ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 78 dan 126 dari Konvensi ini. Mereka selanjutnya berhak menerima dan mengirim surat-surat, menerima sekurang-kurangnya sebuah bingkisan sumbangan setiap bulan, menjalankan latihan-latihan olah raga yang teratur di udara terbuka, memperoleh perawatan kesehatan yang dibutuhkan keadaan kesehatan mereka, serta bantuan kerohanian yang mereka ingini. Hukuman-hukuman yang mungkin dikenakan atas diri mereka selama dalam tutupan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 87, paragrap ketiga.

Bagian IV
BERAKHIRNYA PENAWANAN
SEKSI I
PEMULANGAN LANGSUNG DAN PENEMPATAN
DI NEGARA NETRAL

Pasal 109

Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan paragrap ketiga dari Pasal ini, Pihak-pihak dalam sengketa diharuskan mengirim kembali ke negara asal, sesuai dengan paragrap pertama dari Pasal berikut, tawanan perang yang luka parah serta yang sakit berat, sesudah mereka dirawat sehingga mereka sanggup mengadakan perjalanan, dengan tidak mengindahkan jumlah atau pangkat.
Selama berlangsungnya permusuhan, Pihak-pihak dalam sengketa harus berusaha, dengan bantuan Negara-negara netral bersangkutan, mengadakan persiapan-persiapan untuk menempatkan tawanan perang yang sakit dan luka yang disebut dalam paragrap kedua dari Pasal berikut di negara-negara netral. Sebagai tambahan, mereka dapat mengadakan persetujuan-persetujuan agar dapat memulangkan dengan langsung atau menginternir di negara netral tawanan perang yang sehat yang telah menjalani masa selama penawanan.
Tawanan perang yang sakit atau luka yang dapat dipulangkan menurut paragrap pertama dari Pasal ini selama permusuhan berlangsung tidak boleh dipulangkan bertentangan dengan kemauannya.


Pasal 110

Orang-orang berikut ini akan langsung dipulangkan:
(1) Yang luka dan sakit yang tidak dapat disembuhkan lagi dan yang kesehatan rohani dan jasmaninya tampak telah sangat mundur.
(2) Yang luka dan sakit yang menurut pendapat kedokteran tidak mungkin sembuh dalam waktu setahun, dan membutuhkan pengobatan, dan yang kesehatan rohani dan jasmaninya tampak telah sangat mundur.
(3) Yang luka dan sakit yang telah sembuh, tetapi kesehatan rohani dan jasmaninya tampak telah sangat mundur untuk selama-lamanya.
Orang-orang berikut ini boleh ditempatkan di negara netral:
(1) Yang luka dan sakit yang dapat diharapkan sembuh dalam waktu setahun dari saat ia luka atau dari saat permulaan sakitnya, apabila pengobatan di negara netral dapat menambah kemungkinan-kemungkinan kesembuhan yang lebih pasti dan cepat.
(2) Tawanan perang yang kesehatan rohani dan jasmaninya menurut pendapat kedokteran, sangat terancam oleh penawanan yang berlangsung terus menerus, tetapi dapat terhindar dari ancaman tersebut jika ditempatkan di negara netral.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi tawanan perang yang ditempatkan di negara netral agar supaya memungkinkan pemulangannya, begitupun kedudukannya, harus ditetapkan dengan persetujuan antara Negara-negara bersangkutan. Pada umumnya tawanan perang yang telah ditempatkan di negara netral, dan yang termasuk golongan berikut, harus dipulangkan :
(1) Mereka yang keadaan kesehatannya sudah memburuk sehingga memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk pemulangan langsung.
(2) Mereka yang tenaga rohani dan jasmaninya tetap sangat lemah, walaupun telah diobati.
Apabila tidak diadakan persetujuan-persetujuan khusus antara Pihak-pihak dalam sengketa bersangkutan untuk menentukan hal-hal cacat atau penyakit yang mengakibatkan pemulangan langsung atau penempatan di negara netral, hal-hal tersebut harus diselesaikan menurut azas-azas yang ditetapkan dalam Contoh Formulir Persetujuan mengenai pemulangan langsung dan penempatan tawanan perang yang luka dan sakit di negara netral dalam Peraturan-peraturan mengenai Komisi Kesehatan gabungan yang dilampirkan pada Konvensi ini.


Pasal 111

Negara Penahan, Negara yang ditaati tawanan perang dan Negara Netral yang disetujui oleh Kedua Negara itu, harus berusaha mengadakan persetujuan-persetujuan yang memungkinkan tawanan perang diinternir di wilayah Negara netral tersebut hingga saat penghentian permusuhan.


Pasal 112

Pada saat pecahnya permusuhan harus diangkat Komisi-komisi Kesehatan Gabungan untuk memeriksa tawanan perang yang luka dan sakit dan mengambil semua keputusan yang perlu mengenai mereka. Pengangkatan, kewajiban-kewajiban dan bekerjanya Komisi ini harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan Peraturan-peraturan yang dilampirkan kepada Konvensi ini.
Tetapi tawanan perang yang menurut pendapat pejabat-pejabat kesehatan Negara Penahan dengan nyata luka parah atau sakit keras boleh dipulangkan tanpa diperiksa oleh Komisi Kesehatan Gabungan.


Pasal 113

Di samping mereka yang ditetapkan oleh pejabat-pejabat Kesehatan Negara Penahan, tawanan perang yang luka atau sakit yang termasuk golongan yang disebutkan di bawah berhak mengajukan diri untuk diperiksa oleh Komisi Kesehatan Gabungan yang ditetapkan dalam Pasal di atas:
(1) Yang Luka dan sakit, yang diajukan namanya oleh seorang dokter atau ahli bedah yang sekebangsaan atau seorang warga negara dari suatu Pihak dalam sengketa yang bersekutu dengan Negara Penahan yang ditaati tawanan tersebut, dan yang menjalankan pekerjaannya di tempat tawanan.
(2) Yang luka dan sakit yang diajukan namanya oleh wakil tawanan.
(3) Yang luka dan sakit yang diajukan namanya oleh Negara yang mereka taati, atau oleh suatu organisasi yang telah diakui dengan sepatutnya oleh Negara tersebut dan yang membantu tawanan
Tawanan perang yang tidak termasuk dalam salah satu dari ketiga golongan di atas dapat juga mengajukan diri untuk diperiksa oleh Komisi Kesehatan Gabungan tetapi hanya boleh diperiksa sesudah mereka yang termasuk golongan-golongan tersebut di atas selesai diperiksa.
Dokter atau ahli bedah yang sama kebangsaannya dengan tawanan yang mengajukan diri untuk diperiksa oleh Komisi Kesehatan Gabungan, begitu pula wakil tawanan-tawanan tersebut harus diizinkan hadir pada pemeriksaan itu.


Pasal 114

Tawanan perang yang mengalami kecelakaan harus mendapat manfaat ketentuan-ketentuan Konvensi ini mengenai pemulangan atau penempatan di negara netral, kecuali apabila luka itu disebabkan perbuatan tawanan perang itu sendiri.






Pasal 115

Tawanan perang yang telah dikenakan hukuman disiplin dan yang dapat dipulangkan atau ditempatkan di negara netral, tidak boleh ditahan dengan alasan bahwa ia belum menjalani hukumannya.
Tawanan perang yang ditahan berkaitan dengan tuntutan hukum atau putusan pengadilan, dan yang telah ditetapkan untuk dipulangkan atau ditempatkan di negara netral, dapat memperoleh manfaat tindakan-tindakan tersebut sebelum pemeriksaan perkara oleh Pengadilan berakhir atau sebelum hukuman selesai dijalani, apabila hal tersebut disetujui oleh Negara Penahan.
Pihak-pihak dalam sengketa harus saling memberitahukan nama orang-orang yang akan ditahan hingga akhir pemeriksaan perkara atau setelah hukuman selesai dijalani.


Pasal 116

Biaya pemulangan tawanan perang atau pengangkutannya ke negara netral terhitung mulai dari batas wilayah Negara Penahan, dipikul oleh Negara yang ditaati tawanan-tawanan itu.
Pasal 117

Seorang yang dipulangkan tidak boleh dipekerjakan dalam dinas militer aktip.


SEKSI II
PEMBEBASAN DAN PEMULANGAN TAWANAN PERANG
PADA AKHIR PERMUSUHAN

Pasal 118

Tawanan perang harus segera dibebaskan dan dipulangkan sesudah penghentian kegiatan permusuhan.
Jika tidak ada ketentuan-ketentuan yang mengatur hal di atas dalam persetujuan apapun yang diadakan antara Pihak-pihak dalam sengketa untuk menghentikan permusuhan, atau jika sama sekali ada persetujuan tersebut, maka setiap Negara Penahan masing-masing harus mengadakan dan melaksanakan dengan segera suatu rencana pemulangan sesuai dengan azas yang ditetapkan dalam paragrap di atas.
Dalam hal-hal tersebut di atas tindakan-tindakan yang diambil harus diberitahukan kepada tawanan perang.
Biaya pemulangan tawanan perang dalam semua hal harus dibagi seimbang antara Negara Penahan dan Negara yang ditaati tawanan. Pembagian biaya ini harus dilaksanakan atas dasar berikut :
(a) Apabila kedua Negara itu berbatasan satu dengan lain, Negara yang ditaati tawanan perang akan memikul biaya-biaya pemulangan mulai dari batas wilayah Negara Penahan.
(b) Apabila kedua Negara itu tidak berbatasan satu dengan lain, Negara Penahan akan memikul biaya-biaya pengangkutan tawanan perang melalui wilayahnya sampai kepada perbatasan atau pelabuhan pemberangkatan yang terdekat pada wilayah Negara yang ditaati tawanan perang. Pihak-pihak yang bersangkutan harus menyelesaikan dengan persetujuan antara mereka pembagian yang seimbang dari biaya pemulangan selebihnya. Diadakannya persetujuan ini sekali-kali tidak boleh dijadikan alasan untuk suatu penundaan pemulangan tawanan perang.


Pasal 119

Pemulangan harus diselenggarakan menurut syarat-syarat yang sama dengan apa yang ditetapkan dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 48 Konvensi ini mengenai pemindahan tawanan perang, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 118 dan dalam paragrap-paragrap yang berikut.
Tiap barang berharga yang diambil dari tawananperang menurut Pasal 18, dan tiap mata uang asing yang belum ditukarkan dalam mata uang Negara Penahan harus dikembalikan kepada tawanan perang pada saat pemulangan. Barang-barang berharga dan mata uang asing yang karena alasan apapun, belum dikembalikan kepada tawanan perang pada saat pemulangan, harus dikirim kepada Biro Penerangan yang dibentuk menurut Pasal 122.
Tawanan perang harus diperkenankan membawa serta barang-barang pribadinya dan surat serta bingkisan apapun yang telah datang baginya. Apabila keadaan pemulangan menghendakinya, berat bagasi tersebut dapat dibatasi hingga berat yang dapat dibawa sendiri oleh tiap tawanan.
Bagaimanapun juga, setiap tawanan harus diizinkan untuk mengangkut sekurang-kurangnya duapuluh lima kilogram.
Barang-barang pribadi lainnya dari tawanan yang dipulangkkan harus ditinggalkan pada Negara Penahan, yang harus mengirimkan barang-barang itu kepadanya segera setelah Negara Penahan mengadakan persetujuan mengenai hal itu dengan Negara yang ditaati tawanan itu, yang mengatur syarat-syarat pengangkutan serta pembayaran biaya-biaya yang berkaitan dengan pengiriman itu.
Tawanan perang terhadap siapa sedang diadakan pemeriksaan pidana tentang pelanggaran yang dapat dituntut, dapat ditahan sampai akhir pemeriksaan tersebut dan, apabila perlu, sampai hukuman selesai dijalani.
Ketentuan yang sama berlaku bagi tawanan perang yang sudah dihukum karena melakukan suatu pelanggaran yang dapat dituntut.
Pihak-pihak dalam sengketa harus saling menyampaikan nama-nama tawanan perang yang ditahan sampai akhir pemeriksaan atau sampai hukuman selesai dijalani.
Dengan persetujuan antara Pihak-pihak dalam sengketa harus dibentuk Komisi-komisi untuk mencari tawanan perang yang terpisah serta menjamin pemulangannya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

SEKSI III
KEMATIAN TAWANAN PERANG

Pasal 120

Surat wasiat tawanan perang harus dibuat sesuai dengan ketentuan ketentuan hukum yang ditetapkan oleh perundang-undangan negara asal tawanan perang itu, yang harus berusaha untuk memberitahukan Negara Penahan tentang syarat-syarat yang berlaku dalam hal ini. Atas permintaan tawanan perang dan setidak-tidaknya sesudah kematian, maka surat wasiat harus diteruskan kepada Negara Pelindung tanpa ditunda-tunda; suatu salinan yang sah harus dikirim kepada Pusat Perwakilan.
Surat keterangan Kematian, dalam bentuk yang dilampirkan pada Konvensi ini, atau daftar-daftar yang disahkan oleh seorang perwira berwenang, yang dibuat untuk semua orang yang mati sebagai tawanan perang, harus dikirim secepat mungkin kepada Biro Penerangan Tawanan Perang yang dibentuk sesuai dengan Pasal 122. Surat keterangan Kematian atau daftar-daftar yang disahkan itu memuat keterangan-keterangan mengenai identitas sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 17 paragrap ketiga, dan juga tanggal serta tempat kematian, sebab-sebab kematian, tanggal serta tempat penguburan dan semua keterangan yang diperlukan untuk mengenal kuburan-kuburan itu.
Penguburan atau pembakaran jenazah tawanan perang harus didahului oleh pemeriksaan kedokteran atas jenazah itu, untuk menegaskan kematian itu, serta memungkinkan dibuatnya laporan dan jika perlu untuk menetapkan identitas.
Penguasa-penguasa penahan harus menjamin bahwa tawanan perang yang meninggal dalam penawanan dimakamkan dengan hormat dan apabila mungkin sesuai dengan upacara keagamaannya, dan bahwa makam mereka dihormati, dipelihara sepatutnya serta ditandai agar dapat diketemukan setiap waktu. Sedapat mungkin tawanan perang yang meninggal harus dikubur pada tempat yang sama dengan jenazah tawanan perang sebangsanya.
Tawanan perang yang meninggal harus dimakamkan dalam kuburan-kuburan perorangan, kecuali apabila keadaan-keadaan yang tidak dapat dicegah mengharuskan digunakannya kuburan bersama. Jenazah hanya boleh dibakar karena alasan-alasan kesehatan yang mendesak, karena agama yang meninggal, atau sesuai dengan keinginan yang meninggal yang jelas tentang hal itu. Dalam hal pembakaran jenazah, maka peristiwa itu harus dicatat dan alasan-alasannya harus disebutkan dalam surat keterangan kematian yang meninggal.
Agar supaya kuburan selalu dapat diketemukan, maka segala keterangan mengenai penguburan dan kuburan harus dicatat pada Dinas Pendaftaran Kuburan yang diadakan oleh Negara Penahan. Daftar kuburan dan keterangan-keterangan mengenai tawanan perang yang dimakamkan di pekuburan-pekuburan dan di tempat-tempat lain, harus diteruskan kepada Negara yang ditaati tawanan perang itu. Tanggung jawab pemeliharaan kuburan-kuburan ini dan catatan-catatan tentang pemindahan jenazah yang dilakukan kemudian, dipikul oleh Negara yang menguasi wilayah itu, apabila Negara itu menjadi peserta Konvensi ini. Ketentuan-ketentuan ini juga berlaku untuk abu jenazah yang harus disimpan oleh Dinas Pendaftaran Kuburan hingga abu jenazah itu dapat disampaikan dengan wajar sesuai dengan keinginan-keinginan negara asal tawanan perang.


Pasal 121

Setiap kematian atau luka parah yang didapat oleh seorang tawanan perang yang disebabkan atau disangka disebabkan oleh seorang penjaga, oleh tawanan perang lain, atau oleh setiap orang lainnya, begitupun tiap kematian yang tidak diketahui sebabnya, harus segera disusul dengan suatu pemeriksaan resmi oleh Negara Penahan.
Suatu pemberitahuan mengenai hal ini harus segera dikirim kepada Negara Pelindung. Pernyataan-pernyataan kesaksian harus diambil dari saksi-saksi, terutama mereka yang menjadi tawanan perang, dan suatu laporan yang berisi pernyataan-pernyataan tersebut harus diteruskan kepada Negara Pelindung.
Apabila pemeriksaan menunjukkan kesalahan terhadap seorang atau lebih, Negara Penahan harus mengambil segala tindakan untuk menuntut orang atau orang-orang yang bertanggung jawab.

Bab V
BIRO PENERANGAN DAN PERHIMPUNAN-PERHIMPUNAN
PENOLONG BAGI TAWANAN PERANG

Pasal 122

Pada saat pecahnya suatu sengketa dan dalam semua peristiwa pendudukan, setiap Pihak dalam sengketa harus mengadakan suatu Biro Penerangan resmi bagi tawanan perang yang berada dalam kekuasaannya, Negara-negara netral atau Negara-negara yang tidak turut berperang yang mungkin telah menerima dalam wilayahnya orang-orang yang termasuk ke dalam salah satu golongan yang disebutkan dalam Pasal 4, harus mengambil tindakan-tindakan serupa berkenaan dengan orang-orang tersebut. Negara yang bersangkutan harus menjamin bahwa Biro Penerangan Tawanan Perang dilengkapi dengan akomodasi, perlengkapan dan staf yang diperlukan untuk menjamin efisiensi pekerjaan. Negara itu bebas mempekerjakan tawanan perang dalam Biro tersebut menurut syarat yang ditetapkan dalam Seksi Konvensi ini yang mengatur pekerjaan yang dilakukan oleh tawanan perang.
Dalam waktu yang sesingkat mungkin, setiap Pihak dalam sengketa harus memberikan kepada Biro itu, keterangan-keterangan yang disebutkan dalam paragraf keempat, kelima dan keenam dari Pasal ini mengenai tiap warga negara musuh yang termasuk ke dalam salah satu golongan yang disebutkan dalam Pasal 4, yang telah jatuh dalam kekuasaannya. Negara netral atau Negara yang tidak turut berperang harus mengambil tindakan yang sama mengenai orang-orang yang termasuk golongan tersebut yang telah mereka terima dalam wilayah mereka.
Biro itu harus segera meneruskan keterangan tersebut dengan cara yang tercepat kepada Negara-negara bersangkutan dengan perantaraan Negara Pelindung dan Kantor Pusat yang ditentukan dalam Pasal 123.
Informasi ini akan memungkinkan untuk dengan segera memberi kabar kepada keluarga terdekat yang bersangkutan. Kecuali apabila ditentukan lain oleh ketentuan Pasal 17, informasi mengenai tiap tawanan perang itu sepanjang yang dapat diperoleh oleh Biro Penerangan, harus meliputi nama keluarga, nama kecil, pangkat, nomor tentara, resimen, pribadi atau nomor registrasi pokok, tempat dan tanggal lahir lengkap, nama Negara yang ia taati, nama kecil ayah dan nama keluarga ibu, nama serta alamat orang yang akan diberitahukan dan alamat ke mana surat-surat tawanan dapat dikirimkan.
Biro Penerangan akan menerima dari pelbagai departemen yang bersangkutan, informasi mengenai pemindahan, pembebasan, pemulangan, pelarian, penempatan di rumah sakit, dan kematian, dan harus meneruskan keterangan-keterangan tersebut menurut cara yang ditentukan dalam paragrap ketiga di atas.
Informasi mengenai keadaan kesehatan tawanan perang yang sakit keras atau yang luka parah, harus juga diberikan secara teratur, apabila mungkin setiap minggu.
Biro Penerangan harus juga bertanggung jawab untuk menjawab semua pertanyaan yang dikirimkan kepadanya mengenai tawanan perang, termasuk mereka yang sudah meninggal dalam penawanan. Biro Penerangan harus mengadakan tiap usaha yang diperlukan untuk memperoleh informasi yang ditanyakan, apabila informasi-informasi itu tidak ada padanya.
Segala berita tertulis yang dibuat oleh Biro Penerangan harus disahkan dengan tandatangan atau cap.
Biro Penerangan selanjutnya ditugaskan untuk mengumpulkan semua barang-barang pribadi yang berharga, termasuk jumlah uang dalam mata uang yang lain daripada mata uang Negara Penahan, dan dokumen-dokumen yang penting bagi keluarga terdekat yang ditinggalkan oleh tawanan perang yang telah dipulangkan, dan atau dibebaskan, yang telah melarikan diri atau meninggal, dan harus meneruskan barang-barang berharga tersebut kepada Negara-negara bersangkutan.
Barang-barang tersebut harus dikirim oleh Biro Penerangan dalam bungkusan-bungkusan yang disegel, disertai dengan surat pengantar yang memberikan keterangan-keterangan jelas dan lengkap tentang identitas orang yang memiliki barang-barang itu, dan suatu daftar lengkap tentang isi bungkusan itu. Barang-barang pribadi tawanan perang lainnya akan diteruskan menurut persetujuan-persetujuan yang disetujui antara Pihak-pihak dalam sengketa bersangkutan.


Pasal 123

Di suatu negara netral harus didirikan sebuah Biro Pusat Penerangan Tawanan Perang.
Apabila dianggap perlu, Komite Palang Merah Internasional akan mengusulkan didirikannya Biro tersebut kepada Negara-negara bersangkutan.
Fungsi Biro Pusat Penerangan itu adalah mengumpulkan semua informasi yang dapat diperoleh melalui saluran-saluran resmi atau swasta mengenai tawanan perang, dan mengirimkan informasi-informasi itu secepat mungkin ke negara asal tawanan perang atau kepada Negara yang mereka taati. Biro Pusat Penerangan itu mendapat segala fasilitas dari Pihak-pihak dalam sengketa untuk melakukan pengiriman-pengiriman tersebut.
Pihak-pihak Peserta Agung, terutama negara-negara yang warga negaranya mendapat manfaat jasa-jasa Biro itu, diminta untuk memberikan kepada Biro tersebut bantuan keuangan yang mungkin diperlukannya.
Ketentuan-ketentuan diatas sekali-kali tidak boleh ditafsirkan sebagai membatasi kegiatan-kegiatan perikemanusiaan Komite Palang Merah Internasional atau Perhimpunan-perhimpunan penolong yang ditentukan dalam Pasal 125.

Pasal 124

Biro-biro Penerangan nasional dan Biro Pusat Penerangan harus dibebaskan dari biaya-biaya pos, begitupun pembebasan yang ditentukan dalam Pasal 74, dan selanjutnya, sedapat mungkin, pembebasan biaya telegram atau sekurang-kurangnya dikenakan tarip yang serendah mungkin.


Pasal 125

Kecuali apabila diambil tindakan lain oleh Negara Penahan yang dianggap sangat perlu untuk menjamin keamanannya atau untuk memenuhi kebutuhan lainnya yang wajar, maka wakil-wakil organisasi-organisasi keagamaan, perhimpunan-perhimpunan penolong, atau tiap organisasi lain yang membantu tawanan perang, akan mendapat dari Negara-negara tersebut, bagi mereka sendiri serta bagi wakil-wakil mereka yang diangkat dengan sewajarnya, semua fasilitas yang diperlukan untuk mengunjungi tawanan, untuk membagi persediaan-persediaan dan bahan-bahan sumbangan, dari sumber manapun juga, yang dimaksudkan untuk tujuan keagamaan, pendidikan atau hiburan, dan membantu mereka dalam mengorganisir waktu terluang mereka di dalam tempat tawanan. Perhimpunan-perhimpunan dan organisasi-organisasi tersebut dapat diadakan di wilayah Negara Penahan atau di tiap negara lainnya, atau perkumpulan dan organisasi itu dapat bersifat internasional.
Negara Penahan dapat membatasi jumlah perhimpunan dan organisasi yang utusan-utusannya diperkenankan melakukan kegiatan-kegiatan mereka dalam wilayahnya dan di bawah pengawasannya, tetapi dengan syarat bahwa pembatasan tersebut tidak menghalangi pelaksanaan effektip dari pemberian sumbangan yang cukup kepada segenap tawanan perang.
Kedudukan istimewa dari Komite Palang Merah Internasional dalam bidang ini selalu harus diakui dan dihormati.
Segera setelah bahan-bahan sumbangan atau barang-barang yang dimaksudkan bagi tujuan-tujuan tersebut diatas diserahkan kepada tawanan perang, atau dalam waktu yang sangat singkat sesudah itu, tanda terima untuk setiap kiriman yang ditandatangani oleh wakil tawanan, harus diteruskan kepada perkumpulan penolong atau organisasi yang mengirimkannya. Pada waktu yang sama penguasa-penguasa administratip yang bertanggung jawab atas penjagaan tawanan harus memberikan surat tanda terima untuk kiriman-kiriman itu.




Bagian VI
PELAKSANAAN KONVENSI
SEKSI I
KETENTUAN UMUM

Pasal 126

Perwakilan atau utusan-utusan Negara pelindung harus diperkenankan mengunjungi semua tempat di mana ada tawanan perang, terutama tempat-tempat interniran, penjara dan tempat kerja serta harus diperkenankan memasuki semua tempat yang ditempati tawanan perang; mereka juga harus diperkenankan mengunjungi tempat-tempat pemberangkatan, tempat yang singgah serta tempat-tempat kedatangan para tawanan perang yang sedang dipindahkan. Mereka harus diberi kesempatan untuk berbicara tanpa saksi-saksi dengan tawanan dan terutama dengan wakil-wakil tawanan, baik langsung maupun dengan seorang penerjemah.
Perwakilan dan utusan-utusan Negara Pelindung harus bebas sepenuhnya untuk memilih tempat-tempat yang mereka kunjungi. Lama dan seringnya kunjungan ini tidak boleh dibatasi. Kunjungan-kunjungan tidak boleh dilarang, kecuali karena alasan-alasan kepentingan militer yang mendesak dan hanya sebagai tindakan perkecualian dan bersifat sementara.
Negara Penahan dan Negara yang ditaati tawanan perang tersebut dapat bermufakat, apabila perlu, bahwa kawan-kawan sebangsa mereka diperkenankan ikut serta dalam kunjungan-kunjungan itu.
Utusan Komite Palang Merah Internasional harus mendapat hak-hak yang sama. Pengangkatan utusan-utusan tersebut harus mendapat persetujuan Negara yang menahan tawanan perang yang akan dikunjungi.

Pasal 127

Pihak Peserta Agung berjanji untuk, baik di waktu damai, maupun di waktu perang, menyebarluaskan teks Konvensi ini seluas mungkin dalam negara mereka masing-masing, dan terutama untuk memasukkan pengajaran Konvensi-konvensi dalam program-program pendidikan militer, dan jika mungkin dalam program pendidikan sipil, sehingga azas-azas Konvensi ini dapat dikenal oleh seluruh penduduk, terutama oleh angkatan perang, oleh anggota dinas kesehatan dan rohaniwan.
Tiap penguasa militer atau penguasa-penguasa lainnya, yang bertanggung jawab atas tawanan-tawanan perang di waktu perang, harus memiliki teks Konvensi dan telah diberi pelajaran khusus mengenai ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalamnya.



Pasal 128

Pihak Peserta Agung harus saling menyampaikan melalui Dewan Federal Swis dan selama berlangsungnya permusuhan, melalui Negara-negara Pelindung, terjemahan-terjemahan resmi dari Konvensi ini, begitu pula undang-undang dan peraturan-peraturan yang dikeluarkannya untuk menjamin pelaksanaannya.


Pasal 129

Pihak Peserta Agung berjanji untuk menetapkan undang-undang yang diperlukan untuk memberi sanksi pidana effektif terhadap orang-orang yang melakukan atau memerintahkan untuk melakukan salah satu di antara pelanggaran berat terhadap Konvensi ini seperti ditentukan di dalam Pasal berikut.
Tiap Pihak Peserta Agung berkewajiban untuk mencari orang-orang yang disangka telah melakukan atau memerintahkan untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran berat yang dimaksudkan, dan harus mengadili orang-orang tersebut, dengan tidak memandang kebangsaannya. Pihak Peserta Agung dapat juga, jika dikehendakinya, dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan perundang-undangannya sendiri, menyerahkan orang-orang tersebut kepada Pihak Peserta Agung lain yang berkepentingan untuk diadili, asal saja Pihak Peserta Agung itu dapat menunjukkan suatu perkara Prima Facie.
Tiap Pihak Peserta Agung harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk memberantas segala perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Konvensi ini, selain pelanggaran berat yang ditentukan dalam Pasal berikut.
Dalam segala keadaan, orang yang dituduh harus mendapat jaminan-jaminan peradilan dan pembelaan yang wajar, yang tidak boleh kurang menguntungkan dari jaminan-jaminan yang diberikan oleh Pasal 105 dan seterusnya daripada Konvensi Jenewa tentang Perlakuan Terhadap Tawanan Perang tanggal 12 Agustus 1949.
Pasal 130

Pelanggaran-pelanggaran berat yang dimaksudkan oleh Pasal terdahulu adalah pelanggaran-pelanggaran yang meliputi perbuatan-perbuatan berikut, apabila dilakukan terhadap orang atau milik yang dilindungi oleh Konvensi: pembunuhan disengaja, penganiayaan atau perlakuan tidak berperikemanusiaan, termasuk percobaan-percobaan biologis, menyebabkan dengan sengaja penderitaan berat atau luka parah atas badan atau kesehatan, memaksa seorang tawanan perang untuk berdinas dalam ketentaraan Negara musuh, atau dengan sengaja merampas hak-hak tawanan perang atas peradilan yang adil dan wajar yang ditentukan dalam Konvensi ini.

Pasal 131

Tidak ada Pihak Peserta Agung diperkenankan membebaskan dirinya atau Pihak Peserta Agung lain manapun dari pertanggung jawaban apapun yang disebabkan olehnya sendiri atau oleh Pihak Peserta Agung lain berkenaan dengan pelanggaran-pelanggaran seperti tersebut dalam Pasal yang terdahulu.

Pasal 132

Atas permintaan suatu Pihak dalam sengketa harus diadakan suatu pemeriksaan menurut cara yang akan ditentukan antara Pihak-pihak yang berkepentingan, mengenai setiap pelanggaran yang disangka telah dilakukan terhadap Konvensi.
Apabila tidak terdapat persetujuan mengenai prosedur pemeriksaan, maka Pihak-pihak harus bermufakat untuk memilih seorang wasit yang akan menetapkan prosedur yang akan diikuti.
Sekali pelanggaran telah ternyata dilakukan, Pihak-pihak dalam sengketa harus mengakhirinya dan harus memberantasnya tanpa ditunda tunda lagi.



SEKSI II
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 133

Konvensi ini diadakan dalam bahasa Inggeris dan Perancis. Kedua teks itu sama kekuatannya.
Dewan Federal Swis akan mengusahakan dibuatnya terjemahan resmi Konvensi ini ke dalam bahasa Rusia dan Spanyol

Pasal 134

Konvensi ini menggantikan Konvensi tanggal 27 Juli 1929, yang berhubungan dengan Pihak Peserta Agung.



Pasal 135

Dalam hubungan-hubungan antara Negara-negara, yang terikat oleh Konvensi Den Haag mengenai Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat, baik konvensi tanggal 29 Juli 1899, maupun Konvensi tanggal 18 Oktober 1907, dan yang menjadi peserta pada Konperensi ini, Konvensi terakhir ini akan merupakan pelengkap pada Bab II dari Ketentuan-ketentuan Konvensi-konvensi Den Haag tersebut di atas.

Pasal 136

Konvensi yang bertanggal hari ini, terbuka untuk penandatangan sampai 12 Pebruari 1950, bagi Negara-negara yang diwakili pada Konperensi yang dibuka pada tanggal 12 April 1949 di Jenewa; selanjutnya bagi Negara-negara yang tidak diwakili pada Konperensi itu, tetapi yang menjadi pihak pada Konvensi Jenewa tanggal 27 Juli 1929.
Pasal 137

Konvensi ini harus diratifikasi selekas mungkin dan dokumen-dokumen ratifikasi harus dideposit di Bern.
Mengenai penyimpangan setiap dokumen ratifikasi akan dibuat suatu catatan resmi dan salinan-salinan yang disahkan dari catatan ini akan dikirim oleh Dewan Federal Swis, kepada semua Negara yang telah menandatangani Konvensi ini atau yang telah menyatakan aksesi.

Pasal 138

Konvensi ini akan berlaku enam bulan sesudah paling sedikit dua dokumen ratifikasi telah disimpan.
Sesudah itu, Konvensi ini akan berlaku bagi setiap Pihak Peserta Agung enam bulan sesudah pendepositan instrumen ratifikasi itu.

Pasal 139

Mulai tanggal berlakunya, Konvensi ini akan terbuka untuk pernyataan aksesi bagi tiap Negara yang belum menandatanganinya.


Pasal 140

Pernyataan turut serta harus diberitahukan secara tertulis kepada Dewan Federal Swis, dan akan mulai berlaku enam bulan sesudah tanggal penerimaan pemberitahuan itu.
Dewan Federal Swis akan memberitahukan pernyataan aksesi itu kepada semua Negara Penandatangan Konvensi ini, atau Negara yang telah menyatakan.



Pasal 141

Keadaan-keadaan seperti ditentukan dalam Pasal-pasal 2 dan 3 akan mengakibatkan segera berlakunya ratifikasi-ratifikasi yang telah dideposit dan pernyataan aksesi yang telah diberitahukan oleh Pihak-pihak dalam sengketa sebelum atau sesudah dimulainya perbuatan permusuhan atau pendudukan. Dewan Federal Swis akan meneruskan dengan secepat-cepatnya tiap ratifikasi atau pernyataan aksesi yang diterima dari Pihak-pihak dalam sengketa.

Pasal 142

Tiap-tiap Pihak Peserta Agung bebas untuk menyatakan tidak terikat lagi oleh Konvensi ini.
Pernyataan tidak terikat lagi ini harus diberitahukan secara tertulis kepada Dewan Federal Swis, yang akan meneruskan hal itu kepada Pemerintah-pemerintah semua Pihak-pihak Peserta Agung.
Pernyataan tidak terikat lagi mulai berlaku satu tahun sesudah pemberitahuannya dilakukan kepada Dewan Federal Swis. Namun suatu pernyataan tidak terikat lagi yang diberitahukan pada suatu saat ketika Negara yang menyatakan itu terlihat dalam sengketa, tidak akan berlaku sampai perdamaian telah dicapai dan sesudah operasi-operasi yang bersangkutan dengan pembebasan dan pemulangan dari orang-orang yang dilindungi oleh Konvensi ini telah diakhiri.
Pernyataan tidak terikat lagi akan berlaku hanya bagi Negara yang menyatakan itu. Pernyataan tidak terikat lagi itu sekali-kali tidak meringankan kewajiban-kewajiban Pihak-pihak dalam sengketa, yang tetap diwajibkan memenuhi kewajiban-kewajiban itu berdasarkan azas-azas hukum antar bangsa sebagaimana ditetapkan oleh adat kebiasaan yang berlaku antara bangsa-bangsa yang beradab, hukum perikemanusiaan dan panggilan hati nurani manusia.


Pasal 143

Dewan Federal Swis harus mendaftarkan Konvensi ini pada Sekretariat Perserikatan Bangsa-bangsa. Dewan Federal Swis juga harus memberitahukan Sekretariat Perserikatan Bangsa-bangsa tentang semua ratifikasi-ratifikasi, pernyataan aksesi dan pernyataan-pernyataan tidak terikat lagi yang diterima olehnya berkenaan dengan Konvensi ini.
UNTUK KESAKSIAN HAL-HAL TERSEBUT DIATAS yang bertanda tangan di bawah ini, setelah jelas kuasa penuhnya masing-masing telah menanda-tangani Konvensi ini.
DIBUAT di Jenewa hari keduabelas Agustus 1949, dalam bahasa-bahasa Inggeris dan Perancis. Naskah aslinya akan dideposit dalam Arsip Konfederasi Swis. Dewan Federal Swis akan meneruskan salinan-salinan yang disahkan daripada Konvensi ini kepada Negara-negara penandatangan dan Negara yang telah menyatakan.

Lampiran I

CONTOH PERSETUJUAN MENGENAI PEMULANGAN LANGSUNG
DAN PENEMPATAN TAWANAN PERANG YANG LUKA DAN
SAKIT, DI NEGARA NETRAL
(lihat Pasal 110)

I. PENEMPATAN DI NEGARA NETRAL DAN AZAS-AZAS
PEMULANGAN LANGSUNG

A. Pemulangan Langsung

Yang berikut ini harus langsung dipulangkan :

(1) Semua tawanan perang yang menderita cacat berikut ini yang diakibatkan oleh rudapaksa: hilangnya anggota badan, lumpuh, cacat sendi atau cacat lainnya, jika cacat-cacat ini sedikit-dikitnya merupakan hilangnya tangan atau kaki, atau cacat yang dapat disamakan dengan hilangnya tangan atau kaki.
Dengan tidak mengurangi kemungkinan penafsiran yang lebih menguntungkan, maka yang berikut ini akan dianggap dapat disama-kan dengan hilangnya tangan atau kaki :
a. Hilangnya tangan atau semua jari tangan, atau ibu jari dan telunjuk salah satu tangan; hilangnya kaki atau semua jari kaki dan metatarsalia satu kaki.
b. Ankylosis, hilangnya jaringan tulang, kontraktur yang disebabkan parut dan mengakibatkan hilangnya faal salah satu sendi besar atau segenap sendi jari salah satu tangan.
c. Pseudarthosis daripada tulang-tulang panjang.
d. Cacat akibat patah tulang atau luka lainnya, yang sangat mengganggu faal dan kekuatan memikul.
(2) Semua tawanan perang yang luka, yang keadaannya telah menahun, sehingga melihat prognosis tidak akan ada harapan untuk sembuh dalam waktu satu tahun dari tanggal luka itu, walaupun diobati, seperti misalnya dalam hal :
(a) Peluru dalam jantung, sekalipun Komisi Kesehatan Campuran tidak dapat menemukan gangguan berat apapun pada waktu pemeriksaan.
(b) Pecahan logam dalam otak atau paru-paru, sekalipun Komisi Kesehatan Gabungan tidak dapat menemukan reaksi setempat atau reaksi umum apapun pada waktu pemeriksaan.
(c) Radang tulang dan sumsum-tulang (osteomyelitis) jika tidak ada harapan akan sembuh dalam waktu setahun sesudah luka itu terjadi dan yang rupanya akan mengakibatkan ankylosis suatu sendi atau gangguan lainnya yang sama artinya dengan hilang-nya sebuah tangan atau kaki.
(d) Luka-luka perforasi dan bernanah pada sendi-sendi besar.
(e) Luka pada tengkorak yang mengakibatkan hilangnya atau ber-gesernya jaringan tulang.
(f) Luka atau luka bakar pada muka yang mengakibatkan hilangnya jaringan dan gangguan faal.
(g) Luka pada sumsum-tulang belakang.
(h) Luka pada urat syaraf tepi yang mengakibatkan gangguan-gangguan yang sama artinya dengan hilangnya tangan atau kaki, dan memerlukan waktu penyembuhan lebih dari setahun setelah saat terjadinya kecelakaan itu, umpamanya luka pada plexus brachials atau lumbo sacralis, nervus medianus dan nervus ischiadicus, begitupun kerusakan yang sekaligus mengenai nervis radiales dan nervis cubiti; atau syaraf popliteus lateralis (N. peroneus communis) dan syaraf popliteus medialis (N. tibialis) dan sebagainya. Tetapi kerusakan yang hanya mengenai nervis radialis (N.. musculospiralis), atau hanya nervi cubiti, n. popliteus lateralis atau n. popliteus medialis saja tidak akan membenarkan pemulangan, kecuali dalam hal kontraktur atau gangguan neurotrofis yang berat.
(i) Luka pada alat kemih yang mengakibatkan kepayahan umum.

(3) Semua tawanan perang yang keadaannya telah menahun sehingga menurut prognosis tidak akan ada harapan sembuh dalam waktu satu tahun sejak saat timbulnya penyakit-walaupun diobati-, seperti misalnya dalam hal:
(a) Tuberculosis yang sudah jauh dari sesuatu alat yang menurut prognose medis, tidak dapat disembuhkan atau sedikit-dikitnya jauh diperbaiki keadaannya dengan pengobatan di negara netral.
(b) Pleuritis exudativa.
(c) Penyakit berat alat pernafasan yang tidak disebabkan oleh tuberculosis, yang dianggap tidak dapat disembuhkan, umpamanya: emphysema paru-paru yang berat, dengan atau tanpa bronchitis; asthma*) menahun; bronchitis menahun*) yang berlangsung lebih dari satu tahun dalam tawanan; bronchiectasia*); dan sebagainya.
(d) Penyakit-penyakit menahun yang berat pada alat peredaran darah, umpama: kelainan katup dan radang otot jantung,* yang telah memperlihatkan gejala-gejala lemah jantung selama penawanan, walaupun Komisi Kesehatan Gabungan tidak dapat menemukan gejala apapun pada waktu pemeriksaan; gangguan pada kantong jantung dan pada pembuluh-pembuluh darah (penyakit Buerger, aneurysma pembuluh darah besar); dan sebagainya.
(e) Penyakit menahun yang berat alat pencernaan umpama: ulcus ventriculi atau duodeni; gangguan akibat pembedahan-pembedahan lambung yang dilakukan dalam penawanan; gastritis, enteritis atau colitis yang menahun, setelah berlangsung lebih dari satu tahun dan mempengaruhi sungguh-sungguh keadaan fisik umum; cirrhosis hati; cholecystopathy menahun*), dan sebagainya.
(f) Penyakit menahun yang berat pada alat kelamin dan kemih umpama : penyakit-penyakit menahun pada ginjal dan gangguan-gangguan yang diakibatkannya; nephrictoni karena tuberculosis ginjal; pyelitis chronica atau cystitis chronica; hydronephrosis atau pyonephrosis; penyakit gynekologis yang berat dan menahun; kehamilan biasa dan gangguan obstetris, yang tidak mungkin ditempatkan di negara netral; dan sebagai-nya.
(g) Penyakit-penyakit berat dan menahun pada urat syaraf pusat dan tepi, umpama : sekalian psychosis dan psychoneurosis yang nyata, seperti histeria berat, psychoneurosis yang timbul karena penawanan dan sebagainya, setelah diperiksa dengan wajar oleh seorang spesialis*);tiap epilepsi yang diperiksa dan dibenarkan oleh dokter tempat tawanan*); arteriosclerosis cerebri; neuritis menahun yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun; dan sebagainya.
(h) Penyakit berat dan yang menahun dari alat neuro-vegetatip, dengan kemunduran besar dalam rohani dan jasmani, berkurangnya berat, badan yang nyata dan asthenia umum.
(i) Buta pada kedua-belah mata atau buta satu mata disertai virus mata yang kurang dari 1 pada mata lainnya, walaupun menggunakan kaca mata korektip; kemunduruan visus mata yang tidak dapat diperbaiki dengan suatu koreksi sehingga tercapai visus 1/2 pada sekurang-kurangnya satu mata*); gangguan mata lainnya yang berat, umpama : glaucoma, iritis, choroiditis; trachoma; dan sebagainya.
(k) Gangguan-gangguan pendengaran, seperti tuli sepenuhnya salah satu telinga apabila telinga lainnya tidak dapat membedakan kata yang biasa diucapkan pada jarak satu meter*); dan sebagainya.




________________
*) Keputusan Komisi Kesehatan Gabungan harus sejauh mungkin didasarkan atas daftar-daftar keterangan yang ada pada dokter-dokter tempat tawanan dan ahli-ahli bedah yang kebangsaannya sama dengan tawanan perang atau atas hasil pemeriksaan oleh dokter specialis Negara Penahan.


(l) Gangguan metabolisme berat, umpama: diabetes mellitus yang memerlukan pengobatan insulin; dan sebagainya.
(m) Gangguan berat dari kelenjar-kelenjar buntu, umpama: thyrotoxicosis; hypothyrosis; penyakit Addison; cachexia Simmonds, tetania; dan sebagainya.
(n) Gangguan berat dan menahun dari alat-alat pembuatan darah.
(o) Peracunan yang berat dan menahun, umpama: peracunan timah hitam, peracunan air raksa, morfinisme, kokainisme, alkoholisme, peracunan gas atau radiasi; dan sebagainya.
(p) Gangguan yang kronis dari alat gerak, dengan gangguan-gangguan faal yang nyata, umpama: arthritis deformans; polyarthritis primer dan sekunder yang progresip dan menahun; rheumatisme dengan gejala-gejala klinis berat; dan sebagainya.
(q) Penyakit kulit berat yang menahun yang tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan.
(r) Tiap pertumbuhan (tumor) yang ganas.
(s) Penyakit infeksi berat dan menahun yang terus menerus diderita selama satu tahun sesudah saat timbulnya, umpama: malaria yang jelas disertai kelainan di alat-alat dalam, dysentri amoebawi atau basil dengan gangguan-gangguan yang berat; syphilis tertearis di alat-alat dalam yang sukar disembuhkan; lepra; dan sebagainya.
(t) Avitaminosis yang berat atau kelemahan badan akibat kelaparan.

B. Penempatan di Negara Netral

Yang berikut ini dapat ditempatkan di negara netral:
(1) Semua tawanan perang yang luka yang kemungkinan tidak akan sembuh dalam tawanan, tetapi yang mungkin disembuhkan atau keadaannya dapat diperbaiki jika ditempatkan di negara netral.
(2) Tawanan perang yang menderita tiap bentuk tuberculosis dari alat apapun, dan yang mungkin sembuh atau sekurang-kurangnya memperoleh suatu perbaikan besar apabila diobati di negara netral, dengan perkecualian: tuberculosis primer yang telah disembuhkan sebelum penawanan.
(3) Tawanan perang yang menderita gangguan yang memerlukan pengobatan pada: alat pernafasan, peredaran darah, pencernaan, urat syaraf, panca-indera, urogenitalis, kulit, pergerakan dan sebagainya, apabila pengobatan tersebut nyata akan membawa hasil yang lebih baik di negara netral daripada dalam tawanan.
(4) Tawanan perang yang telah mengalami nephrectomi selama dalam tawanan karena penyakit ginjal yang tidak disebabkan oleh tuberculosis (non-tubercular renal affection); peristiwa-peristiwa radang tulang dan sumsum tulang yang sedang sembuh atau latend; diabetes mellitus yang tidak membutuhkan pengobatan insulin; dan sebagainya.
(5) Tawanan perang yang menderita neurosis perang atau neurosis tawanan. Mereka yang menderita neurosis tawanan yang tidak sembuh sesudah tiga bulan ditempatkan di negara netral, atau yang sesudah jangka waktu itu belum nyata menuju kesembuhan sepenuhnya, harus dipulangkan.
(6) Semua tawanan perang penderita keracunan menahun (gas, logam, alkoloid, dan sebagainya) yang kemungkinan untuk sembuhnya di negara netral adalah sangat baik.
(7) Semua tawanan perang wanita yang sedang hamil atau wanita yang mempunyai bayi dan anak kecil.
Penderita penyakit-penyakit berikut ini tidak dapat ditempat kan di negara netral:
(1) Semua psychosis menahun yang telah terbukti kebenarannya setelah pemeriksaan yang teliti.
(2) Semua gangguan-gangguan syaraf yang organis atau fungsionil yang dianggap tidak dapat disembuhkan.
(3) Semua penyakit menular selama penyakit itu masih dalam masa penularan (penyakit itu masih dapat ditularkan), kecuali tuberculosis.


II. CATATAN-CATATAN UMUM

(1) Ketentuan-ketentuan diatas pada umumnya harus ditafsirkan dan dilaksanakan dalam semangat yang seluas mungkin.
Keadaan-keadaan penyakit syaraf dan penyakit jiwa, yang disebabkan karena peperangan atau tawanan, begitu pula peristiwa-peristiwa tuberculosis dalam semua taraf, harus terutama mendapat manfaat daripada penafsiran yang luas demikian. Tawanan perang yang telah mendapat beberapa luka-luka, yang tidak membenarkan pemulangan jika dipertimbangkan satu per satu, akan diperiksa dalam semangat yang sama, dengan memperhatikan sepantasnya traumatisme psychis yang disebabkan banyaknya jumlah luka-luka mereka.
(2) Semua peristiwa yang tidak disangsikan lagi memberikan hak pemulangan langsung (amputasi, buta atau tuli seluruhnya, tuberculosis paru-paru) yang terbuka, penyakit jiwa, tumor ganas, dan sebagainya) harus diperiksa dan dipulangkan selekas mungkin oleh dokter tempat tawanan atau oleh komisi-komisi kesehatan militer yang ditunjuk Negara Penahan.
(3) Luka-luka dan penyakit-penyakit yang telah ada sebelum perang dan yang tidak menjadi lebih parah, begitupun luka-luka perang yang tidak menghalangi dinas militer kemudian, tidak memberikan hak pemulangan langsung.
(4) Ketentuan-ketentuan dalam Lampiran ini harus ditafsirkan dan dilaksanakan dalam cara serupa di semua negara yang menjadi pihak dalam sengketa. Negara-negara dan penguasa-penguasa bersangkutan harus memberikan kepada Komisi Kesehatan Gabungan segala fasilitas yang diperlukan untuk menyelenggarakan tugas-tugas mereka.
(5) Contoh-contoh yang disebut dalam (1) diatas, hanya merupakan hal-hal yang typis. Hal-hal yang tidak benar-benar sesuai pada ketentuan-ketentuan itu akan dipertimbangkan dalam semangat ketentuan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 110 dari Konvensi ini, serta azas-azas yang terdapat dalam persetujuan ini.

Lampiran II
PERATURAN MENGENAI KOMISI KESEHATAN GABUNGAN
(Lihat Pasal 112)

Pasal 1

Komisi Kesehatan Gabungan yang ditentukan dalam Pasal 112 Konvensi ini akan terdiri dari tiga anggota, dua di antaranya termasuk pada negara netral, yang ketiga akan diangkat oleh Negara Penahan. Salah satu anggota negara netral akan menjadi Ketua.


Pasal 2

Kedua anggota netral itu akan ditunjuk oleh Komite Palang Merah Internasional, yang bertindak dengan persetujuan Negara Pelindung, atas permintaan Negara Penahan. Mereka boleh bertempat tinggal baik di negara asal mereka, di setiap negara netral lainnya, maupun di wilayah Negara Penahan.
Pasal 3

Anggota-anggota netral itu harus disetujui oleh Pihak-pihak dalam sengketa yang bersangkutan, yang harus memberitahukan persetujuan mereka kepada Komite Palang Merah Internasional dan kepada Negara Pelindung. Setelah pemberitahuan tersebut diberikan, anggota-anggota netral itu akan dianggap telah diangkat dengan effektip.




Pasal 4

Juga harus diangkat dalam jumlah yang cukup wakil-wakil anggota untuk menggantikan anggota biasa jika perlu. Mereka harus diangkat pada waktu yang sama seperti anggota-anggota biasa, atau setidak-tidaknya, secepat keadaan mengizinkan.

Pasal 5

Apabila karena alasan apapun Komite Palang Merah Internasional tidak dapat mengurus pengangkatan anggota-anggota netral, maka pengangkatan ini akan dilakukan oleh Negara yang melindungi kepentingan-kepentingan tawanan perang yang akan diperiksa.


Pasal 6

Sedapat mungkin, salah satu dari kedua anggota netral harus seorang ahli bedah, dan yang lainnya seorang dokter.

Pasal 7

Anggota-anggota netral harus sama sekali bebas dari pihak-pihak dalam sengketa yang harus memberikan mereka segala fasilitas dalam melaksanakan tugas mereka.

Pasal 8

Dengan persetujuan Negara Penahan, maka Komite Palang Merah Internasional pada waktu mengatur pengangkatan-pengangkatan yang ditentukan dalam Pasal-pasal 2 dan 4 dari Peraturan ini akan menentukan syarat-syarat dinas dari mereka yang diangkat.

Pasal 9

Komisi Kesehatan Gabungan harus mulai pekerjaannya selekas mungkin, sesudah anggota-anggota netral disetujui dan bagaimanapun juga dalam waktu tiga bulan mulai dari tanggal persetujuan itu.

Pasal 10

Komisi Kesehatan Gabungan harus memeriksa segenap tawanan perang yang disebut dalam Pasal 113 dari Konvensi ini. Mereka harus mengusulkan pemulangan, penolakan, atau menunjuk pemeriksaan kemudian. Keputusan mereka akan diambil dengan suara terbanyak.


Pasal 11

Keputusan-keputusan yang diambil oleh Komisi Kesehatan Gabungan dalam setiap hal khusus harus diberitahukan kepada Negara Penahan, Negara Pelindung dan Komite Palang Merah Internasional, dalam waktu sebulan sesudah kunjungan mereka. Komisi Kesehatan Gabungan harus juga memberitahukan kepada setiap tawanan yang diperiksa, keputusan yang telah diambil, dan harus memberikan kepada mereka yang telah diusulkan pemulangannya suatu sertipikat yang serupa dengan contoh yang dilampirkan pada Konvensi ini.

Pasal 12
Negara Penahan harus melaksanakan keputusan-keputusan Komisi Kesehatan Gabungan dalam waktu tiga bulan, mulai dari saat Negara Penahan menerima pemberitahuan yang wajar tentang keputusan itu.

Pasal 13

Apabila tidak terdapat seorang dokter netral di suatu negara dimana jasa sebuah Komisi Kesehatan Gabungan dianggap perlu, dan apabila karena alasan apapun tidak mungkin mengangkat dokter-dokter netral yang berdiam di negara lain, maka Negara Penahan yang bertindak dengan persetujuan Negara Pelindung, harus mendirikan Komisi Kesehatan yang akan melakukan tugas yang sama seperti Komisi Kesehatan Gabungan, dengan memperhatikan Ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal 1, 2, 3, 4, 5, dan 8 Peraturan ini.

Pasal 14

Komisi Kesehatan Gabungan harus bekerja secara tetap dan harus mengunjungi setiap tempat tawanan secara berulang dengan tenggang yang tidak lebih dari enam bulan.

Lampiran III
PERATURAN MENGENAI SUMBANGAN KOLEKTIF
(Lihat Pasal 73)

Pasal 1

Perwakilan tawanan harus diperkenankan membagi kiriman-kiriman sumbangan kolektif yang menjadi tanggung jawab mereka kepada semua tawanan perang yang diurus oleh tempat tawanan mereka, termasuk mereka yang berada di rumah sakit atau di penjara atau tempat-tempat tahanan lainnya.

Pasal 2

Pembagian kiriman sumbangan kolektip harus dilaksanakan sesuai dengan petunjuk-petunjuk para penyumbang dan menurut rencana yang dibuat oleh perwakilan tawanan. Tetapi pembagian persediaan obat-obatan sebaiknya harus dibagikan dengan persetujuan perwira-perwira kesehatan tertua. Perwira-perwira ini di rumah sakit atau di balai Pengobatan dapat menyimpang dari petunjuk-petunjuk tersebut diatas, apabila kepentingan orang sakit menghendaki hal itu. Dalam batas-batas yang ditentukan demikian, maka pembagian selalu harus dilaksana kan seadil-adilnya.
Pasal 3

Perwakilan tawanan tersebut atau pembantu-pembantunya harus diperkenankan pergi ke tempat-tempat dimana barang-barang sumbangan itu tiba yang dekat tempat tawanannya, agar memungkinkan Perwakilan tawanan atau pembantu-pembantunya itu untuk mencocokkan mutu serta banyaknya barang-barang yang diterima, dan untuk membuat laporan-laporan yang diperinci mengenai hal itu bagi para penyumbang-penyumbang.

Pasal 4

Perwakilan tawanan harus diberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk mencocokkan apakah pembagian sumbangan kolektip dalam semua bagian-bagian serta cabang-cabang tempat tawanan mereka telah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk-petunjuk mereka.
Pasal 5

Perwakilan tawanan harus diperkenankan untuk mengisi dan menyuruh untuk diisi oleh perwakilan tawanan dari detasemen-detasemen kerja atau oleh perwira kesehatan tertua dari balai pengobatan dan rumah sakit, formulir-formulir atau daftar-daftar pertanyaan yang dimaksudkan bagi para penyumbang, mengenai barang-barang sumbangan kolektip (pembagian, syarat-syarat, jumlah, dan sebagainya). Formulir-formulir dan daftar-daftar tersebut, setelah diisi dengan semestinya, harus disampaikan kepada para penyumbang tanpa ditunda-tunda
Pasal 6

Agar terjamin pembagian yang teratur dari sumbangan-sumbangan kolektip kepada tawanan perang di tempat tawanan mereka, dan untuk memenuhi tiap kebutuhan yang mungkin timbul dari datangnya sejumlah tawanan baru, maka perwakilan tawanan harus diperkenankan untuk mengumpulkan serta menyimpan persediaan-persediaan cadangan yang cukup dari sumbangan kolektip itu. Untuk maksud ini, mereka harus mempunyai gudang-gudang yang memadai; setiap gudang harus diperlengkapi dengan dua kunci,satu kunci dipegang oleh wakil tawanan dan kunci lainnya dipegang oleh komandan kamp tawanan.
Pasal 7

Jika diperoleh kiriman-kiriman kolektip pakaian, setiap tawanan perang harus menyimpan sekurang-kurangnya satu stel pakaian lengkap. Apabila seorang tawanan perang mempunyai lebih dari satu stel pakaian, perwakilan tawanan harus diizinkan mengambil kelebihan pakaian dari mereka yang memiliki jumlah terbanyak, atau benda-benda tertentu yang lebih dari satu jumlahnya, apabila hal ini perlu, agar dapat diberikan kepada tawanan yang sedikit persediaannya. Tetapi wakil tawanan tidak boleh mengambil stel kedua dari pakaian dalam, kaus kaki atau sepatu, kecuali apabila hal ini merupakan satu-satunya jalan untuk melengkapi tawanan perang yang tidak memiliki apa-apa.

Pasal 8

Pihak-pihak Peserta Agung, terutama Negara-negara Penahan sedapat mungkin dan dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang mengatur perbekalan bagi penduduk, harus mengizinkan segala pembelian barang-barang yang dibuat di wilayah yang mereka kuasai untuk keperluan pembagian sumbangan kolektip kepada tawanan perang. Mereka juga harus memberikan bantuan untuk mempermudah pengiriman uang dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan keuangan yang bersifat tehnis administratip yang ditujukan pada pembelian-pembelian tersebut.



Pasal 9

Ketentuan-ketentuan diatas tidak akan menghalang-halangai hak tawanan perang untuk menerima sumbangan kolektip sebelum kedatangan mereka di tempat tawanan atau selama dalam pemindahan. Ketentuan di atas juga tidak akan menghalang-halangi kemungkinan-kemungkinan bahwa perwakilan Negara Pelindung, Komite Palang Merah Internasional, atau setiap badan lainnya yang memberikan bantuan kepada tawanan-tawanan dan yang mungkin bertanggung jawab atas pengiriman perbekalan tersebut, untuk menjamin pembagian perbekalan itu kepada si alamat dengan cara lain yang mereka anggap bermanfaat.