Phinisi Mengarungi tiada akhir

Rabu, 20 Juli 2011

EKSISTENSI HARTA KEKAYAAN DALAM ISLAM

EKSISTENSI HARTA KEKAYAAN DALAM ISLAM



Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kami dan Dia berkehendak menciptakan langit, lalu dijadikann-Nya tujuh langit. Dan, Dia mengetahui segala sesuatu

Surah Al-Baqarah Ayat 29 menurut tafsir Al-Maraghi mengandung makna:

1. potensi ingkar manusia kepada Allah SWT;
2. awal penciptaan manusia dan alam semesta sekaligus kekuasaan Allah sebagai pemberi rezki dan nikmat;
3. semua ciptaan-Nya diperuntukkan dan didayagunakan untuk kesejahteraan manusia.

Adapun cara memanfaatkan dan mendayagunakan ciptaan-Nya dapat ditempuh dalam 2 bentuk, yaitu:

1. dimanfaatkan sebagai makanan (konsumsi) untuk jasmani
2. untuk memenuhi keperluan rohani.

Kandungan ayat ini bernilai ekonomis, sekaligus menegaskan manusia sebagai khalifah, yang mengandung 2 dimensi pokok, yaitu:

1. tugas khalifah mengandung misi perpanjangan tangan Tuhan ke bumi;
2. pemberian otonomi khusus kepada manusia dalam rangka memakmurkan dunia sesuai prinsip pemberi kuasa.

Tugas khalifah sangat relevan dengan kegiatan ekonomi dalam wujud:

1. membimbing dan mengarahkan manusia berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya;
2. pemegang amanah dalam memanfaatkan dan memakmurkan isi alam.


Berkaitan dengan pemanfaatan segala isi alam raya yang menempatkan manusia sebagai actor utama, dinyatakan dalam firman Allah SWT (Q.S. Al-jumu’ah : 9). Ayat ini secara implisit mengandung beberapa nilai:

1. kesempatan untuk bekerja jauh lebih luas dan terbuka jika dibandingkan dengan waktu shalat;
2. kekayaan tidak dapat diperoleh dengan berdiam diri atau bermalas-malasan;
3. sumber-sumber kekayaan tidak hanya terbatas pada jenis-jenis pekerjaan tertentu;
4. dalam mengejar harta kekayaan harus selalu dibarengi dengan mengingat kepada Allah SWT.

Dalam surah Al-Qasas Ayat 77 Allah memerintah manusia untuk memperhatikan nasibnya:

Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) ebagaimana Allah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan (di muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berbuat zalim.

Dari ayat tersebut, terdapat 2 kalimat yang harus dipahami secara proporsional, yaitu: dan carilah ……..negeri akhirat, dalam tafsir Al-Maraghi dimaknakan sebagai perintah untuk mempergunakan harta dan nikmat yang berlimpah yang diberikan Allah, untuk taat kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai macam cara pendekatan yang mengantarkan kepada perolehan pahala di dunia dan akhirat. Sedangkan kalimat: dan janganlah ……….(kenikmatan) duniawi mengandung makna sebagai larangan untuk meninggalkan bagian dari kenikmatan dunia, antara lain makanan, minuman, dan harta benda lainnya karena Tuhan mempunyai hak terhadap manusia ciptaan-Nya dan manusia berhak dan bertanggung jawab terhadap diri, keluarga dan lingkungannya.

Dari ayat tersebut di atas, analisis Qudri Azizy menunjukkan bahwa nilai-nailai yang terkandung di dalamnya adalah:

1. masalah keduniaan mempunyai bobot yang besar;
2. keseimbangan akhirat dan dunia yang penuh dengan muatan etika;
3. kebaikan untuk manusia dan larangan menzalimi mahluk lainnya;
4. harta harus diperoleh dengan cara yang benar;
5. perbuatan dan prestasi mempunyai konsekwensi di akhirat;
6. ibadah (akhirat) sangat penting, tetapi harus pula mengingat urusan dunia (harta kekayaan);
7. harta kekayaan harus bermanfaat bagi orang lain
8. larangan berbuat kerusakan di muka bumi. Ini sebagai indikator pentingnya urusan dunia, yang mencakup: kemanusiaan, kekayaan, dan kesejahteraan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar