Phinisi Mengarungi tiada akhir

Jumat, 22 Juli 2011

HAK ULAYAT
Hak ulayat diatur diatur dalam pasal 3 Undang-Undang Pokok Agraria. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa,”dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2, pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai denga kepentingan nasional dan negara, yang berdasar atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Hak ulayat adalah nama yang diberikan oleh para ahli hukum pada lembaga hukum dan hubungan hukum konkret antara masyarakat-masyarakat hukum adat dengan tanah dalam wilayahnya, yang disebut hak ulayat. Hak ulayat merupakan seperangkat wewenag dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam wilayahnya. Hak ulayat mengandung 2 unsur, yaitu unsur kepunyaan yang termasuk bidang hukum perdata, dan unsur tugas kewenangan untuk mengatur penguasaan dan memimpin tugas kewenangan yang termasuk kewenangan hukum publik. Unsur tugas kewenangan tersebut, pelaksanaannya dilimpahkan kepada kepala adat sendiri atau bersama-sama dengan para tetua adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Hak ulayat sebagai hubungan hukum konkret, pada asal mulanya diciptakan oleh nenek moyang. Prosesnya sangat sederhana, tanah ulayat ini ada, karena merupakan peninggalan dan pemberian oleh orang-orang yang dituakan ndalam suatu masyarakat adat kepada suatu kelompok tertentu. Hak ulayat sebagai suatu lembaga hukum sudah ada sebelumnya, karena masyarakat hukum adat yang bersangkutan bukan satu-satunya yang memiliki hak ulayat. Bagi suatu masyarakat hukum tertentu, hak ulayat tercipta karena pemisahan dari masyarakat hukum adat induknya, menjadi masyarakat hukum adat yang baru dan mandiri, dengan wilayah sebagi tanah ulayatnya.
Pemegang hak ulayat adalah masyarakat hukum adat yang teritorial, karena warganya bertempat tinggal pada wilayah yang sama, seperti nagari di minangkabau, ada pula yang geneologis, yang para warganya terikat pertalian darah, sperti suku dan kaum. Objek hak ulayat adalah semua tanah dalam wilayah masyarakat adat teritorial yang bersangkutan. Tidak secara mudah dan pasti untuk dapat mengetahui batas-batas tanah ulayat suatu masyarakat hukum adat. Dalam masyarakat geneologis, diketahui tanah yang mana termasuk tanah yang dipunyainyabersama. Karena hak ulayat meliputi semua tanah, maka dalam lingkungan masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada ”res nullius”
Hak ulayat diakui eksistensinya bagi suatu masyarakat hukum adat tertentu, sepanjang menurut kenyataannya masih ada. Masih adanya hak ulayat pada masyarakat hukum adat tertentu, antara lain dapat diketahui dari kegiatan sehari-hari kepala adat adn para tetua adat dalam kenyataannya, Sebagai pengemban tugas kewenangan mengatur penguasaan dan memimpin penggunaan tanah ulayat, yang merupakan tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Selain diakui, pelaksanaannya juga dibatasi. Dalam artian bahwa harus sedemikian rupa sehingga sesuai kepentingan nasional dan negara, yang berdasar atas persatuan bangsa srta tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Hak ulayat pada kenyataannya idak ada lagi, tidak akan dihidupkan kembali, dan juga tidak akan diciptakan hak ulaya6t yang baru. Dalam rangka hukum tanah nasional, tugas dn kewenangan yang merupakan unsur hak ulayat, telah menjadi tugas dan kewenangan Negara. Dalam kenyataannya, hak ukayat cenderung berkurang, sehingga mengakibatkan semakin kuatnya hak pribadi para warga atau anggota masyarakat hukum adat yang bersangkutan atas tanah-tanah ulayat yang dikuasainya. Uleh karena itu, hak ulayat tidak akan diatur dan UUPA juga tidak memerintahkan untuk membuat aturan khusus tentanh hak ulayat ini, karena pengaturan akan hak ulayat, akan tambah memperkuat keberadaan tanah ulayat dalam masyarakat adat.
Kriteria penentu keberadaan hak ulayat (Peraturan Menteri Negara Agraria/ Ka. BPN No. 5 Tahun 1999 tentang pedoman penyelesaian hak ulayat masyarakat Hukum Adat) yaitu :
1. adanya masyarakat hukum adat tertentu.
2. adanya hak ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup dan tempat mengambil keperluan hidup masyarakat hukum adat.
3. adanya tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan, dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat hukum adat itu.

Sumber:
Boedi Harsono, 1994, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta.

Moh. Koesno, 1979, Catatan-catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga University Press, Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar