Phinisi Mengarungi tiada akhir

Selasa, 19 Juli 2011

Pejabat Pembuat Akta Tanah 1.Pengertian PPAT Pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, namun dalam pelaksanaan tugas tersebut Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini, PPAT adalah Pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta tanah tertentu, yaitu akta dari pada perjanjian perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, sebagai dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961. 2.Dasar Hukum Dasar hukum PPAT adalah Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan bahwa : “PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”. PPAT sebagai pejabat umum yang ditegaskan dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah disebutkan bahwa : “Pejabat Pembuat Akta tanah yang selanjutnya disebut PPAT, adalah pajabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa pembebanan hak tanggungan yang berlaku” Undang-undang tersebut memberikan ketegasan Bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang membuat akta otentik. Dengan demikian sesuai dengan pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyatakan bahwa: “Suatu akta autentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditetapkan oleh Undang-undang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya” 3.Tugas dan Kewenangan PPAT Dalam pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, tugas pokok PPAT yaitu melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu yang mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (1) diatas adalah berupa Jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan kedalam perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama, pemberian Hak guna bangunan, hak pakai atas tanah hak milik, pemberian hak tanggungan, pemberian kuasa membebankan hak tanggungan. Untuk melaksanakan semua tugasnya itu, PPAT diberi kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak didalam daerah kerjanya. Menurut bentuknya akta diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu : surat akta dan bukan surat akta. Surat akta ialah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan di tanda tangani. Dengan demikian maka unsur-unsur yang penting untuk suatu akta ialah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan tulisan itu. Sedangkan pasal 3 dan pasal 4 Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai kewenangan PPAT, sebagai berikut : a)PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik terhadap semua perbuatan hukum mengenai semua hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun yang terletak di dalam daerah kerjanya. b)PPAT khsusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khsusus dalam penunjukannya dan sebagai pejabat umum, maka akta yang dibuatnya diberi kedudukan sebagai akta otentik. c)Dalam penjelasan pasal 4 ayat (1), pada dasarnya PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai tanah atau satuan rumah susun yang terletak dalam daerah kerjanya, kecuali kalau ditentukan lain menurut pasal ini. Pelanggaran terhadap ketentuan ini mengakibatkan aktanya tidak sah dan tidak dapat digunakan sebagai dasar pendaftaran yang masing-masing bentuknya ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional. d)Akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan dan akta-akta pembagian hak bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun yang tidak semuanya terletak di dalam daerah kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang haknya menjadi perbuatan hukum dalam akta. 4.Pengangkatan dan Pemberhentian PPAT Menurut ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1998, PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk suatu daerah kerja tertentu. Dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1998, wewenang mengangkat dan memberhentikan Camat sebagai PPAT Sementara dilimpahkan kepala Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi. Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998, mengatur tentang syarat-syarat pengangkatan PPAT sebagai berikut : a)Kewarganegaraan Indonesia b)Berusia sekurang-kurangnmya 30 (tiga puluh) tahun c)Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh instansi Kepolisian setempat. d)Belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. e)Sehat Jasmani dan rohani. f)Lulusan program pendidikan spesialis notariat atau program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan lembaga pendidikan tinggi. g)Lulus ujian yang diselenggarakan oleh kantor Menteri Negara Agraria/badan Pertanahan Nasional. Sebelum melaksanakan tugas jabatannya, PPAT dan PPAT Sementara harus dilantik dan mengucapkan sumpah jabatan PPAT di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di daerah kerja PPAT yang bersangkutan, Kewajiban sumpah ini diatur dalam pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. Sumpah jabatan PPAT dan PPAT Sementara dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh PPAT atau PPAT Sementara yang bersangkutan, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan para saksi. Bentuk, susunan kata-kata berita acara pengambilan sumpah /janji diatur oleh Menteri. Adapun mengenai pemberhentian PPAT, maka Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, mengatur sebagai berikut : Pasal 8 a)PPAT berhenti menjabat sebagai PPAT karena : 1.meninggal dunia ; atau 2.telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun ; atau 3.diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai Notaris dengan kedudukan di Kabupaten / kota yang lain daripada daerah kerjanya sebagai PPAT ; atau 4.diberhentikan oleh Menteri. b)PPAT sementara dan PPAT Khusus berhenti melaksanakan tugas PPAT apabila tidak lagi memegang jabatan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5 ayat (3) hturf a dan b yaitu : PPAT Sementara berhenti melaksanakan tugas PPAT apabila tidak lagi memegang jabatan sebagai Camat atau Kepala Desa c)dan PPAT Khusus berhenti melaksanakan tugas PPAT khusus apabila tidak lagi memegang jabatan sebagai Kepala Kantor Pertanahan. Pasal 9 : PPAT yang berhenti menjabat sebagai PPAT kerana diangkat dan mengangkat sumpah jabatan di Kebupaten/Kota yang lainnya daripada daerah kerjannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayai (1) huruf c dapat diangkat kembali menjadi PPAT dengan wilayah kerja Kabupaten / Kota tempat kedudukannya sebagai Notaris apabila formasi PPAT untuk daerah kerja tersebut belum penuh. Pasal 10 : 1.PPAT berhenti dengan hormat dari jabatannya karena : a)permintaan sendiri ; b)tidak lagi maupun menjalankan tugasnya karena keadaan kesehatan badan atau kesehatan jiwanya setelah dinyatakan oleh tim pemeriksa kesehatan yang berwenang atas permintaan menteri atau pejabat yang ditunjuk; c)melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT ; d)diangkat sebagai pegawai negeri sipil atau ABRI. 2.PPAT diberhenti dengan tidak hormat dari jabatannya, karena : a)melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT ; b)dijatuhi hukuman kurungan / penjara karena melakukan kejahatan perbuatan pidana yang diancam hukuman kurungan atau penjara selama-lamanya 5 (lima) tahaun atau lebih berat berdasarkan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hokum tetap. 3.Pemberhentian PPAT karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) dilakukan setelah PPAT yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri kepada Menteri. 4.PPAT yang berhenti atas permintaan sendiri dapat diangkat kembali menjadi PPAT untuk daerah kerja lain daripada daerah kerjanya semula apabila formasi PPAT daerah kerja tersebut belum penuh. Pasal 11 a)PPAT dapat diberhentikan untuk sementara dari jabatannya sebagaI PPAT karena sedang dalam pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwa suatu perbuatan pidana yang diancam hukum kurungan / penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat. b)Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai ada putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 5.Wilayah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah Kedudukan PPAT adalah dalam satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupten/Kota. Apabila suatu wilayah Kabupaten/Kota dipecah menjadi 2 (dua) atau lebih, maka dalam waktu 1 tahun sejak diundangkannya UU tentang pembentukan Kabupaten/Kota yang baru, PPAT yang daerah kerjanya adalah Kabupaten/Kota semula, harus memilih salah satu wilayah Kabupaten/Kota sebagai daerah kerjanya, dengan ketentuan bahwa apabila tersebut tidak dilakukan pada waktunya, maka mulai 1 tahun sejak pemilihan diundangkannya UU pembentukan Kabupaten/Kota baru tersebut, daerah kerja PPAT yang bersangkutan hanya meliputi wilayah Kabupaten/Kota letak kantor PPAT yang bersangkutan. Formasi PPAT ditetapkan oleh Menteri, apabila untuk suatu daerah kerja PPAT sudah terpenuhi, maka Menteri menetapkan wilayah tersebut tertutup untuk pengangkatan PPAT. Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai pejabat Pemerintah yang menjadi dasar penunjukannya. 6.Pembinaan dan Pengawasan Pelaksanaan Tugas PPAT. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan tugas PPAT diatur dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal 68 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, sebagai berikut : Pasal 65 Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas PPAT dilakukan oleh Kepala Badan. Pembinaan dan pengawasan PPAT sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dalam pelaksanaannya oleh Kepala Badan, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan. Pasal 66 Pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT yang dilakukan oleh Kepala Badan sebagai berikut : 1)Memberikan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas dan jabatan PPAT; 2)Memberikan arahan kepada semua pemangku kepentingan yang berkaitan dengan ke-PPAT-an; 3)Melakukan pembinaan dan pengawasan dan organisasi profesi PPAT agar tetap berjalan sesuai arah dan tujuannya; 4)Menjalankan tindakan-tindakan lain yang dianggap perlu untuk memastikan pelayanan PPAT tetap berjalan sebagai mana mestinya; 5)Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT dan PPAT sementara dalam rangka menjalankan kode etik profesi PPAT; Pembinaan dan pengawasan PPAT yang dilakukan Kepala Kantor Wilayah sebagai berikut : 1.Menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan peraturan pertanahan serta petunjuk teknis pelaksanaan tugas PPAT yang telah ditetapkan oleh kepala badan dan pertuan perundang-undangan yang berlaku; 2.Membantu melakukan sosialisasi, disiminasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan pertanahan dan petunjuk teknis; 3.Secara periodik melakukan pengawasan kekantor PPAT guna memastikan ketertiban administrasi, pelaksanaan tugas dan kewajibansesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ke-PPATan. Pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan sebagai berikut : 1Membantu menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan peraturan pertanahan serta petunjuk tehnis pelaksanaan tugas PPAT yang telah ditetapkan oleh kepala badan dan peraturan perundang-undangan 2.Memeriksa akta yang dibuat oleh PPAT dan memberi tahukan kepada PPAT secara tertulis yang bersangkutan apabila ditemukan akta yang tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai dasar pendaftaran haknya; 3.Melakukan pemeriksaan mengenai pelaksanaan kewajiban operasional PPAT. Pasal 67 1.Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan PPAT sebagai mana dimaksud dalam pasa 66 ayat (3), Kepala Kantor Pertanahan dapat menugaskan staf yang membidangi ke-PPAT-an. 2.Petugas yang ditugaskan untuk melaksanakan pemeriksaan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) wajib disertai dengan surat tugas. 3.PPAT wajib melayani petugas sebagai mana dimaksud pada ayat (1) untuk memerikasa buku daftar akta, hasil penjilitan akta dan bukti-bukti pengiriman akta kekantor pertanahan. 4.Sebagai mana bukti bahwa daftar akta sudah diperiksa.petugas pemeriksa mencantumkan parafnya pada setiap halaman yang sudah diperiksa dan pada akhir halaman yang sudah diperiksa dengan dicantumkan tulisan “buku daftar akta ini sudah diperiksa oleh Saya......” dan membubuhkan tanda tangannya dibawah tulisan itu. 5.Hasil pemeriksaan tersebut dicantumkan dalam Risalah Pemeriksaan Pelaksanaan Kewajiban Operasional PPAT yang dibuat sesuai contoh dalam lampiran X dan ditanda tangani olehpetugas pemeriksa dan PPAT yang bersangkutan. Pasal 68 1.Apabila PPAT dalam melaksanakan tugasnya mendapat hambatan atau kendala pelayanan dikantor Pertanahan. PPAT yang bersangkutan dapat menyampaikan permasalahannyalangsung kepada Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan. 2.Apabila permasalahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diselesaikan oleh Kepala Kantor Pertanahan. PPAT yang bersangkutan dapat melaporkan pemasalahannya kepada Kepala Kantor Wilayah setempat atau kepada Kepala Badan melalui Organisasi profesi PPAT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar