Phinisi Mengarungi tiada akhir

Rabu, 06 Oktober 2010

Kasus Posisi
Kontroversi rencana Merger Telkom Flexi dan Esia milik Bakrie Telecom yang
dikhawatirkan menimbulkan praktek monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pertanyaan Hukum
1. Sampai Sejauh Mana Merger dan Akuisisi Dilarang oleh UU Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat?
2. Apakah recana merger Telkomsel Flexi dan Esia milik Bakrie Telecom dapat menyebabkan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat?
Dasar Hukum
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
2. Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Analisa Hukum
Sampai sejauh mana merger dan Akusisi dilarang oleh UU Anti Monopoli dan Persaingan Tidak sehat Merger (penggabungan badan usaha) baru dikatakan mengakibatkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat jika badan usaha hasil merger itu melakukan:
1. Perjanjian yang dilarang, misalnya praktek oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, dan lain-lain yang diatur dalam pasal 4 sampai pasal 16 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU 5/1999”)
2. Kegiatan yang dilarang, misalnya praktek monopoli, praktek monopsoni, persekongkolan, dan lain-lain yang diatur dalam pasal 17 sampai pasal 24 UU 5/1999.
3. Penyalahgunaan posisi dominan. Posisi dominan artinya keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Adapun penyalahgunaan posisi dominan misalnya jabatan rangkap, pemilikan saham, dan lain-lain sebagaimana diatur dalam pasal 25 sampai pasal 27 UU 5/1999.
Dalam menilai apakah dalam suatu merger telah terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, bukan hanya besarnya pangsa pasar yang dijadikan ukuran. Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“PP 57/2010”) menyatakan bahwa penilaian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”) mengenai apakah suatu merger mengakibatkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat adalah:
1. Konsentrasi pasar.
2. Hambatan masuk pasar artinya mengidentifikasi hambatan masuk pasar (entry barrier) dalam pasar yang bersangkutan. Dalam pasar dengan entry barrier rendah, merger cenderung tidak menimbulkan dugaan praktek monopoli. Sebaliknya, dalam pasar dengan entry barrier yang tinggi, merger cenerung mengarah pada praktek monopoli.
3. Potensi perilaku anti persaingan artinya jika merger melahirkan satu pelaku usaha yang relatif dominan terhadap pelaku usaha lainnya di pasar, memudahkan pelaku usaha tersebut untuk menyalahgunakan posisi dominannya.
4. Efisiensi yaitu jika merger dilakukan dengan alasan untuk efisiensi perusahaan. Dalam hal ini, perlu dilakukan perbandingan antara efisiensi yang dihasilkan dengan dampak anti-persaingan yang dicapai dalam merger tersebut. Jika nilai dampak anti-persaingan melampaui nilai efisiensi yang dihasilkan merger, maka persaingan yang sehat akan lebih diutamakan dibanding mendorong efisiensi bagi pelaku usaha.
5. Kepailitan artinya yaitu jika merger dilakukan dengan alasan menghindari terhentinya badan usaha tersebut beroperasi di pasar. Jika kerugian konsumen lebih besar bila badan usaha tersebut keluar dari pasar, maka merger tersebut tidak berpotensi menimbulkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Jadi, penguasaan pangsa pasar bukanlah satu-satunya hal yang menyebabkan suatu merger dikatakan menyebabkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.





Dapatkah recana merger Telkomsel Flexi dan Esia milik Bakrie Telecom dapat menyebabkan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat

Mengenai pernyatan mengenai rencana merger Telkomsel Flexi dan Esia milik Bakrie Telecom, yakni rencana konsolidasi layanan Fixed Wireless Access (FWA) berteknologi Code Division Multiple Access (CDMA) ini. Baik Telkom maupun Bakrie Telecom, jika digabung menguasai lebih dari 80 persen pelanggan FWA di Indonesia. Flexi memiliki 16,2 juta pelanggan, sementara Esia sekitar 11,1 juta. Hal yang sama berlaku untuk jumlah infrastruktur Base Transceiver Station (BTS). Flexi memiliki 5.600 BTS sedangkan esia lebih dari 4000 BTS.

Sementara pemain FWA lainnya masih ada dua operator lagi, yakni Indosat StarOne dan Hepi dari Mobile-8 Telecom. Jumlah pelanggan keduanya relatif kecil. StarOne terbilang stagnan dengan pelanggan tak lebih dari 700 ribu. Sementara Hepi cuma tak sampai 300 ribu.

Jika diamati akibat merger diatas keduanya jika melakukan merger akan menguasai 80% pasar untuk pelanggan Fixed Wireless Acces (FWA) selain itu infrastuktur Base Transceiver Station (BTS) keduanya juga terbilang besar. Hal ini dalam Undang undang no 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan tidak Sehat yaitu dalam pasal 25 sampai 27 tentang Posisi Dominan dimana keduanya dapat menguasai pasar lebih dari 75% sehingga dapat mengahambat pelaku usaha lain untuk bersaing.

Posisi dominan artinya keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu
Selain menguasai pangsa pasar hal yang dapat diakibatkan oleh kegiatan marger keduanya adalah adanya indikasi praktek korupsi dimana fleksi adalah milik public sedangkan bakrie telcom adalah swasta dimana diindikasikan perusahaan bakrie mengalami masalah keuangan, Berdasarkan laporan keuangan Bakrie Telecom per Juni 2010, pada 16 Juli 2010 salah satu emiten Grup Bakrie ini kembali berutang USD 30 juta. Setelah itu pada 12 Agustus 2010 berhutang RMB 2 miliar dari Industrial and Commercial Bank of China dan Huawei Technologies Co. Ltd. Tambahan utang ini membuat beban bunga yang dibayarkan oleh Esia kembali menanjak sehingga menekan bottom line perseroan. Tercatat, laba bersih Bakrie Telecom pada semester I lalu anjlok drastis 96,29 persen dari Rp 72,8 miliar menjadi Rp 2,7 miliar. Hal ini dikhawatirkan pengalihan asset public ke pihak swasta yang hanya akan menguntungkan dan mengamankan aset bakri dan justru mengakibatkan terjadinya kerugian Negara.

Sumber

http://m.detik.com

http://hukumonline.com

Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar